Share

Saya Mau Dia

Author: hinatasenja
last update Last Updated: 2022-05-06 23:59:12

"Jangan bicarakan ini lagi," kata Diajeng mengingatkan Arman. Perempuan itu berbalik, meninggalkan mereka untuk menyambut tamu besarnya.

Diikuti Bagus, Diajeng pergi ke teras. Di sana rekan bisnisnya sudah menunggu, juga Clara–gadis yang akan mereka jodohkan dengan Arman.

"Maaf membuat kalian menunggu," sambut Diajeng memasang senyum terbaik di wajahnya.

"Tidak apa, Bu."

Perempuan cantik dan anggun bernama Clara itu mencium punggung tangan Diajeng dan Bagus bergantian. Orangtuanya, Abimanyu dan Sintia juga ikut menyapa.

"Ayo masuk," ajak Diajeng menggandeng Sintia–calon besannya.

Saat mereka tiba di ruang tamu, keberadaan Arman dengan seorang perempuan tentu saja mengusik rasa penasaran dalam benak Clara dan orangtuanya. Memang belum ada pembicaraan resmi tentang perjodohannya dengan Arman, tapi Clara sudah yakin diadakannya acara malam ini tujuannya untuk itu.

"Siapa dia, Tan?" tanya Clara.

"Sekretaris Arman, tadi katanya mereka habis dari tempat klien makanya langsung ke sini," jawab Diajeng asal-asalan.

Lalu mereka duduk di ruang tamu tersebut, disuguhi berbagai hidangan dan minuman yang pelayan sajikan.m setelah saling menyapa satu sama lain.

Pandangan Clara tidak pernah lepas dari Arman dan Isma yang duduk berdampingan. Clara tidak menyukainya tentu saja.

"Tante, boleh Clara bicara dengan Arman?"

Diajeng mengangguk antusias, dia tahu Clara sepertinya mulai tertarik kepada putra semata wayangnya. Jika perjodohan ini berhasil maka akan bagus untuk bisnis mereka.

"Arman, ajak Clara untuk berjalan-jalan," kata Diajeng dengan isyarat matanya.

Tapi Arman bergeming, dia harus memutus pertemuannya atau akan terjebak lebih lama lagi dalam acara membosankan ini.

"Pak Abimanyu, Ibu Sintia dan Clara yang saya hormati, sejak tadi saya belum mengenalkan siapa perempuan di samping saya."

"Arman—" tukas Bagus. Lelaki itu tahu apa yang akan dilakukan Arman selanjutnya. Bagus menggelengkan kepalanya pelan, namun diabaikan oleh Arman.

"Memang siapa dia? Bukankah tadi Bu Diajeng sudah bilang, kalau dia sekretaris kamu?"

"Bukan, dia bukan sekretaris saya. Namanya Isma, dia calon istri saya." Pembawaan Arman begitu tenang saat menjelaskan siapa Isma sebenarnya. Lelaki itu terlihat biasa saja padahal Clara dan orangtuanya sudah memasang raut terkejut mendengar penuturannya barusan.

"Apa maksudnya ini?" tanya Abimanyu kepada Bagus.

"Sebentar Pak, ini hanya salah paham saja."

Suasana sudah mulai menegang. Meski begitu, Arman tidak terpengaruh sedikit pun.

"Pak," bisik Isma. Dia benar-benar tidak tahu jika tujuan Arman membawanya ke rumah itu untuk hal seperti ini. Ah bodohnya Isma, mana ada uang 10 juta akan Arman berikan hanya karena mengajaknya makan malam?

"Saya tidak bisa melanjutkan acara makan malamnya," kata Arman lagi kemudian berdiri seraya menggenggam Isma mengajaknya turut serta.

"Arman!" panggil Diajeng menatap tajam pada keduanya.

"Kalau begitu saya permisi." Dengan percaya diri Arman melenggang pergi, lelaki itu meninggalkan rumah orangtuanya setelah melemparkan rasa malu yang begitu dalam.

"Arman tunggu!" Diajeng mengejar, sementara Bagus masih duduk beserta tamunya yang sudah hampir naik pitam. "Kami minta maaf Pak, ini benar-benar di luar dugaan. Saya tidak tahu berandalan itu akan datang membawa seseorang."

Abimanyu juga tidak bisa berkata apa-apa. Meski harga dirinya terluka, terutama Clara, mereka tidak bisa membalasnya.

Sementara itu di luar, Diajeng menarik Arman agar tetap tinggal. "Arman, kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan?"

"Sadar Ma!" Arman berbalik, melepaskan tangannya dari Isma. "Mama yang harusnya sadar, berhenti menjodohkan aku dengan siapa pun."

"Kenapa? Karena Kinan? Dia sudah pergi!"

"Ma!" Arman benar-benar muak karena lagi-lagi nama Kinan disebut. "Karena Isma, Mama lihat dia. Ini calon istri Arman!" jawabnya berbohong.

"Jangan bohong kamu!"

"Mama tidak percaya? Arman bisa buktikan, Arman akan nikahi Isma dalam waktu dekat!" Lalu Arman menarik Isma, memaksanya masuk ke dalam mobil.

"Ada apa ini?" gumam Isma semakin dibuat pusing oleh kekacauan yang Arman buat. Lelaki itu berjalan memutari bagian depan mobil, kemudian duduk di balik kemudi.

Dua mobil iring-iringan keluar dari kediaman Bagus Rasendriya, yang satunya yaitu Raffi yang mengikuti Arman dan Isma.

Hampir satu kilometer setelah mobil melaju, Arman berhenti. Dia meminta Isma turun dan pindah ke mobil Raffi, lalu tanpa berkata apa-apa lelaki itu meninggalkan mereka dan mengemudi dengan kecepatan tinggi.

"Ini bayaran kamu," kata Raffi menyodorkan amplop untuk Isma.

"Ini beneran, Pak?" tanya Isma masih tidak percaya. Segepok uang yang dia impikan kini ada di telapak tangannya. "Terus Pak Arman?"

"Urusan kalian sudah selesai, kamu mau pulang 'kan?"

"I–iya."

"Tidur di apartemen untuk malam ini saja, bahaya kalau kamu pergi sekarang. Besok pagi-pagi sekali, saya akan datang untuk mengambil kuncinya. Ayo, saya antar kamu ke sana."

Isma hanya menurut saja, dia duduk di dalam mobil dan Raffi membawanya ke apartemen Arman. Sebenarnya, ada banyak pertanyaan dalam benak Isma. Tapi siapa dia? Kenapa harus tahu urusan orang lain? Yang terpenting Arman menepati janjinya, 'kan?

Semalaman Isma tidak bisa tidur. Dia memikirkan bagaimana keadaan Arman sekarang? Tiba-tiba saja sosok lelaki itu menempel kuat di kepalanya.

"Ah ... jadi tadi pak Arman bawa aku cuma buat batalin perjodohannya ya? Kenapa pak Arman nolak? Padahal perempuannya cantik," gumam Isma. "Apa orang kaya selalu punya masalah seperti ini?"

Isma tidak habis pikir, kenapa Arman menolak Clara? Sekilas, adegan yang terjadi tadi seperti adegan di sinetron-sinetron.

Keesokan paginya, Isma sudah siap karena bangun lebih awal. Semangat dalam dirinya begitu membara, dia akan pulang hari ini dan bertemu ibunya. Tidak banyak yang Isma bawa, hanya beberapa helai pakaian pemberian Raffi sehingga Isma tidak butuh waktu lama untuk berkemas.

Seperti yang Raffi katakan semalam, dia datang sangat pagi. Bahkan lelaki itu berniat mengantarkan Isma ke terminal sebelum pergi ke kantor.

"Apa pak Arman baik-baik saja?" tanya Isma akhirnya. Mereka sedang dalam perjalanan.

"Kamu mengkhawatirkannya?"

"Ah itu, semalam pak Arman ribut dengan orangtuanya."

"Tidak masalah Isma, itu sudah biasa."

"Sudah biasa?"

Raffi mengangguk, "saya sudah bekerja untuk pak Bagus sebelum dengan pak Arman. Sedikit banyak saya tahu bagaimana hubungan mereka."

"Oh ...."

Saat mereka sampai di terminal, Raffi mencarikan tiket bus untuk Isma. Dia memastikan perempuan itu naik ke dalam kendaraannya.

"Sekali lagi terima kasih, Pak. Sampaikan salam saya untuk pak Arman," ujar Isma.

"Tentu, akan saya sampaikan. Jangan kembali lagi ke kota ini, Isma. Kota ini terlalu kejam untuk perempuan seperti kamu, gunakan uang dari pak Arman dengan sebaik-baiknya."

Isma menganggukkan kepalanya, binar bahagia tidak lepas barang sedetik pun dari wajahnya. Sekali lagi dia mengedarkan pandangannya. "Saya tidak akan kembali ke sini lagi," kata Isma.

Lalu perempuan itu naik ke dalam bus, duduk dengan nyaman dan melihat Raffi masih ada di luar sana menungguinya. Sepuluh menit kemudian, bus mulai melaju meninggalkan kota yang hampir menjerumuskan Isma ke dalam dunia kelam.

Di tempatnya, Raffi bernapas lega karena akhirnya Isma pun pergi dengan aman. Tiba-tiba ponselnya berdering saat dia menuju ke kantor. Ada nama Arman di sana.

"Iya, Pak?"

"Di mana Isma?"

"Sudah pergi, Pak. Dia pulang ke kampung halamannya."

"Kejar dia Raffi, saya mau dia sekarang!"

Related chapters

  • Marriage Agreement   Mengejar Isma

    "Tapi Pak, busnya sudah berjalan tiga puluh menit yang lalu!" Raffi mengacak rambutnya hingga berantakan. Lelaki itu sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga, terdengar amukan Arman karena membiarkan Isma pergi begitu saja. Padahal, mana Raffi tahu kalau lelaki itu masih membutuhkan Isma."Kamu tunggu di sana!"Masih tidak jauh dari terminal, Raffi menunggu Arman seperti yang lelaki itu sarankan. Cukup lama memang karena jarak dari kantor ke terminal sedikit jauh. Dari kaca spion, Raffi melihat mobil kantor datang dari arah belakang.Arman turun dari mobilnya beralih ke mobil yang Raffi bawa, lelaki itu memasang sabuk pengaman lalu berkata, "ayo jalan! Susul dia.""Memang ada apa, Pak?" tanya Raffi seraya menyalakan mesin mobil."Dia harus nikah sama saya!""Apa?" Tercengang Raffi mendengar jawaban Arman.Arman bukan tipe lelaki yang senang menjelaskan sesuatu segala rinci kecuali dia yang menginginkannya. Raffi, sudah bekerja cukup lama dengan Arman. Lelaki itu memilih menutup mulut

    Last Updated : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Tolong Bantu Saya

    Isma melirik Raffi yang berada di antara dirinya dan Arman, harap-harap Raffi akan memberikan pertanda bahwa Arman sedang bercanda saat ini. Namun pria yang usianya lebih matang itu tidak menunjukkan tanda-tanda mereka sedang menikah."Ayo berkemas!" Suara bariton milik Arman mengagetkan lamunan Isma yang belum menguasai dirinya sepenuhnya."Tidak bisa begitu, Pak. Maaf." Isma kemudian beringsut dari kursi. "Sebaiknya Pak Arman dan Pak Raffi segera pergi, hari sudah mulai sore khawatir kalau kalian kemalaman di jalan.""Saya tidak bisa pergi kalau kamu tidak ikut!" tukas Arman menahan lengan Isma, tepatnya mencengkeram karena sekarang perempuan itu sedikit meringis. Lalu, Arman sadar dan melepaskan tangan Isma. "Ini penting, saya akan membuat tawaran yang lebih dari uang sepuluh juta kemarin!""Pak, ini bukan masalah uang lagi." Isma sekarang mengerti kenapa Arman melakukannya, dia pikir lelaki di hadapannya itu semakin terdesak oleh keadaan dan tekanan dari orangtuanya sehingga melak

    Last Updated : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Akhirnya Menikah

    Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lamanya, ambulans yang membawa ibunya Isma tiba di rumah sakit. Arman turun dari sedannya yang dikemudikan oleh Raffi, sementara Isma keluar dari mobil rumah sakit di depannya.Wajah Isma menggambarkan kekhawatiran yang mendalam akan keadaan ibunya. Jauh dalam lubuk hatinya, Isma menyudutkan dirinya sendiri. Dia merasa gagal menjadi satu-satunya anak yang seharusnya dapat ibunya andalkan.Dua bulan Isma merantau, dia tidak bisa membawa ibunya berobat. Baru sekarang, itupun ada harga yang harus Isma bayar dengan mengorbankan dirinya terikat pernikahan kontrak dengan Arman."Urus semuanya, Raf." Arman duduk di kursi tunggu, sementara Isma diijinkan dokter masuk ke ruangan dan Raffi pergi ke meja administrasi.Di samping Arman, Eko juga ikut menunggu kakak iparnya yang sedang sakit parah. Dia mengamati Arman diam-diam, ada perasaan aneh dalam dirinya tentang lelaki itu. Tentang pengakuannya perihal Isma dan rencana pernikahan mereka."Berapa bia

    Last Updated : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Amukan Diajeng

    Raffi menilai Arman terlalu egois dalam hal ini. Seperti sekarang, mereka berada dalam perjalanan menuju ke kota lagi tepat pukul 11 malam.Tentu saja Isma ikut bersama mereka karena Arman terus saja menekan perempuan yang telah dia nikahi beberapa saat yang lalu itu. Di kursi bagian belakang, Isma sedang duduk bersandar. Wajahnya murung, dia lelah tapi tidak bisa tidur.Baru saja tadi pagi kembali ke kampung, lalu dalam satu hari dia kehilangan ibunya sekaligus terikat pernikahan kontrak bersama Arman. Dalam hatinya Isma menyesal, kalau ibunya memang ditakdirkan meninggal dunia hari ini kenapa Tuhan harus membuatnya memilih keputusan menerima tawaran Arman? Karena sekarang semuanya tidak berguna bagi Isma."Isma, kamu lapar?" tanya Raffi merasa cemas dengan keadaannya.Sontak Arman pun ikut melirik perempuan itu. Bukan hanya Isma sebenarnya, dia dan Raffi juga tidak makan seharian karena kejadian serba mendadak ini."Saya tidak lapar, Pak," jawab Isma tanpa membalas tatapan keduanya.

    Last Updated : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Baru Saja Dimulai

    Mobil berwarna putih itu melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan pelataran rumah Arman membawa kekesalan pemiliknya. Diajeng, mengepalkan tangan menahan semua amarahnya di sana."Sabar Ma," ucap Bagus seraya mengusap bahu sang istri."Ini sudah keterlaluan, Pa. Bagaimana bisa, Arman menikah tanpa sepengetahuan kita. Dia menikahi perempuan itu tanpa restu kita. Arman itu anak kita satu-satunya, argh—""Papa juga sangat marah, tapi kamu tahu karakternya seperti apa 'kan? Arman tidak akan mengikuti keinginan kita begitu saja.""Ck!" Diajeng hanya bisa berdecak sebal seiring semakin jauh kediaman Arman dari jangkauannya.Sementara itu, Arman hendak masuk ke kamarnya tapi dia lupa jika Isma masih ada di ruang kerja. Kemudian, dia pun kembali ke sana."Kamu sudah boleh pergi," kata Arman di ambang pintu namun tidak mendapatkan sahutan. Di sofa, kepala Isma tidak nampak menyembul. Lelaki itu mengedarkan pandangannya, bertanya dalam hati apa Isma sudah keluar dari ruangan tersebut?Karen

    Last Updated : 2022-05-30
  • Marriage Agreement   Panggilan Baru

    Kabar pernikahan Arman dan Isma akhirnya sampai ke telinga Clara. Gadis berusia 28 tahun dan merupakan penerus perusahaan kosmetik milik orangtuanya itu tidak percaya begitu saja.Clara dan Arman memang belum resmi dijodohkan, Clara hanya tahu orangtuanya dan orang tua Arman memiliki rencana itu. Meski begitu, Clara terlanjur jatuh hati kepada Arman sejak mereka pertama kali bertemu.Karena dihantui rasa penasaran yang mendalam, Clara memutuskan pergi ke kediaman Arman lagi dan ingin memastikan kabar tersebut.Begitu sampai di rumah Arman yang terletak di salah satu kompleks perumahan elit ibukota, Clara langsung menemui petugas keamanan di sana."Di mana Arman?" tanyanya tanpa basa-basi."Pak Arman sudah berangkat ke kantor sama pak Raffi, Mbak.""Ada siapa di dalam?""Istrinya Pak Arman dan bibi."Tanpa permisi, Clara melenggang masuk ke kawasan rumah Arman dan langsung mengetuk pintunya. Tidak perlu menunggu lama, pintu dibuka dari dalam.Seorang gadis mengenakan dress terusan sede

    Last Updated : 2022-06-02
  • Marriage Agreement   Ulah Diajeng

    Pagi hari, Arman turun dari kamarnya menuju ke meja makan. Dia sudah siap mengenakan jas dan akan pergi ke kantor. Di meja, ada sebuah cangkir berisi kopi yang masih mengepul. Kemudian Arman pun menyeruput kopi tersebut. Dia terdiam sejenak, kembali menyeruputnya merasa-rasa kopi tersebut."Tumben rasanya beda?" gumam Arman menyecap kembali minumannya. Kopi dengan sedikit susu itu biasanya terasa lebih manis, tapi kali ini berbeda di lidahnya."Kenapa, Pak?" tanya Bi Inah kepada Arman."Kopinya enak, tumben tidak terlalu manis.""Bukan Bibi yang buat," bantah Bi Inah. "Mbak Isma tadi yang buatkan soalnya Bibi lagi nyuci.""Isma?"Kemudian orang yang sedang mereka bicarakan keluar dari dapur. Isma tersenyum, dia mengenakan celemek yang membungkus pakaiannya. "Sarapannya sudah siap, Pak. Maksud saya, Mas."Bi Inah tersenyum mesem melihat pengantin baru itu masih tampak kaku. Bi Inah tentu tahu tentang pernikahan yang terjadi di antara Arman dan Isma semenjak Isma pertama kali datang, na

    Last Updated : 2022-06-03
  • Marriage Agreement   Cuma Istri Sementara

    "Ma!"Tiba-tiba, dari arah depan Arman muncul mengejutkan Diajeng dan Isma. Bi Inah yang diam-diam melaporkan kepada lelaki itu karena tidak bisa menghentikan Diajeng."Mama ngapain Isma?" tanya Arman penuh selidik.Meski putra semata wayangnya itu tampak kesal namun Diajeng sama sekali tidak peduli padahal dia baru saja terpergok membuat menantunya sendiri kelelahan dengan pekerjaan rumah.Diajeng pun menghampiri Arman, melipat tangan di dada dan menatap lelaki itu. "Ngapain lagi? Nyuruh istri kamu beres-beres rumah, kenapa memangnya?""Ada Bi Inah yang aku pekerjakan untuk melakukan ini, jadi kenapa Isma juga harus melakukannya?"Mendengar Arman membelanya, Isma terdiam di pojokan kebun. Dia tidak menduga lelaki itu akan kembali dari kantor dan keributan terjadi lagi di antara dirinya dan Diajeng jadi Isma pun mendekat untuk menengahi."Mas, tidak apa-apa.""Tuh denger, kamu saja yang aneh! Mama cumaa ngajarin istri kamu untuk melakukan pekerjaan rumah tapi kamu malah marah!" seru D

    Last Updated : 2022-06-04

Latest chapter

  • Marriage Agreement   Kotak Bekal

    Pulang ke rumah di jam yang sangat larut, Arman terkejut melihat seseorang meringkuk di sofa ruang tamu. Lelaki itu menyipitkan matanya, menelisik sosok yang tampak kecil hanya diterangi cahaya yang berasal dari sela-sela ventilasi.Lalu, saat Arman meraba dan stop kontaknya dinyalakan, lelaki itu tahu bahwa seseorang yang ada di sofa tadi adalah Isma. Gadis itu tertidur di sana, tanpa selimut padahal cuaca cukup dingin ditambah pendingin ruangan yang masih menyala."Kenapa dia tidur di sini?" gumam Arman melepas jasnya yang terasa sesak dan menaruhnya di pinggir sofa yang kosong. Kemudian dia mendekat, berjongkok tepat menghadap ke wajah Isma yang tertidur pulas. "Isma?" bisiknya cukup pelan.Dalam sekali panggilan, Isma langsung mengerjap dan cukup kaget dengan kehadiran Arman yang begitu dekat posisinya. "Mas—" Isma beringsut lalu duduk di sofa sedangkan Arman sudah berdiri sejak tadi."Kamu ngapain tidur di sini? Seperti tidak punya kamar saja," celetuk Arman lalu duduk di sofa la

  • Marriage Agreement   Kekacauan Di Pesta

    Di tengah keramaian dan megahnya pesta ulang tahun pernikahan orangtua Arman, ada seorang gadis yang tengah gugup setengah mati. Isma, dia sedang berada di antara sekumpulan tamu undangan diapit oleh Diajeng dan Clara di sisi kanan kirinya."Ngomong-ngomong, ini siapa?" tanya salah seorang."Asistennya Arman, yang ngurusin keperluan pribadi anak saya." Diajeng menjawabnya, ditimpali kekehan mengejek yang berasal dari Clara."Wah, baik banget Arman. Mau bawa asistennya ke pesta ini. Terus ini siapa?" tanya yang lain lagi, beralih kepada Clara."Ini calon istrinya," sahut Diajeng kemudian memperkenalkan Clara. Tak lupa, dia juga menyebutkan dari mana Clara berasal dan perusahaan apa yang keluarganya miliki. "Selain cantik, Clara ini memang pintar. Dia sekolah di luar negeri, dan akan meneruskan perusahaan Aura Beauty."Padahal ada Isma yang sudah resmi dinikahi oleh Arman tetapi Diajeng tidak sudi untuk mengakuinya. Dibandingkan harus membiarkan semua orang tahu jika Isma sekarang menja

  • Marriage Agreement   Cuma Istri Sementara

    "Ma!"Tiba-tiba, dari arah depan Arman muncul mengejutkan Diajeng dan Isma. Bi Inah yang diam-diam melaporkan kepada lelaki itu karena tidak bisa menghentikan Diajeng."Mama ngapain Isma?" tanya Arman penuh selidik.Meski putra semata wayangnya itu tampak kesal namun Diajeng sama sekali tidak peduli padahal dia baru saja terpergok membuat menantunya sendiri kelelahan dengan pekerjaan rumah.Diajeng pun menghampiri Arman, melipat tangan di dada dan menatap lelaki itu. "Ngapain lagi? Nyuruh istri kamu beres-beres rumah, kenapa memangnya?""Ada Bi Inah yang aku pekerjakan untuk melakukan ini, jadi kenapa Isma juga harus melakukannya?"Mendengar Arman membelanya, Isma terdiam di pojokan kebun. Dia tidak menduga lelaki itu akan kembali dari kantor dan keributan terjadi lagi di antara dirinya dan Diajeng jadi Isma pun mendekat untuk menengahi."Mas, tidak apa-apa.""Tuh denger, kamu saja yang aneh! Mama cumaa ngajarin istri kamu untuk melakukan pekerjaan rumah tapi kamu malah marah!" seru D

  • Marriage Agreement   Ulah Diajeng

    Pagi hari, Arman turun dari kamarnya menuju ke meja makan. Dia sudah siap mengenakan jas dan akan pergi ke kantor. Di meja, ada sebuah cangkir berisi kopi yang masih mengepul. Kemudian Arman pun menyeruput kopi tersebut. Dia terdiam sejenak, kembali menyeruputnya merasa-rasa kopi tersebut."Tumben rasanya beda?" gumam Arman menyecap kembali minumannya. Kopi dengan sedikit susu itu biasanya terasa lebih manis, tapi kali ini berbeda di lidahnya."Kenapa, Pak?" tanya Bi Inah kepada Arman."Kopinya enak, tumben tidak terlalu manis.""Bukan Bibi yang buat," bantah Bi Inah. "Mbak Isma tadi yang buatkan soalnya Bibi lagi nyuci.""Isma?"Kemudian orang yang sedang mereka bicarakan keluar dari dapur. Isma tersenyum, dia mengenakan celemek yang membungkus pakaiannya. "Sarapannya sudah siap, Pak. Maksud saya, Mas."Bi Inah tersenyum mesem melihat pengantin baru itu masih tampak kaku. Bi Inah tentu tahu tentang pernikahan yang terjadi di antara Arman dan Isma semenjak Isma pertama kali datang, na

  • Marriage Agreement   Panggilan Baru

    Kabar pernikahan Arman dan Isma akhirnya sampai ke telinga Clara. Gadis berusia 28 tahun dan merupakan penerus perusahaan kosmetik milik orangtuanya itu tidak percaya begitu saja.Clara dan Arman memang belum resmi dijodohkan, Clara hanya tahu orangtuanya dan orang tua Arman memiliki rencana itu. Meski begitu, Clara terlanjur jatuh hati kepada Arman sejak mereka pertama kali bertemu.Karena dihantui rasa penasaran yang mendalam, Clara memutuskan pergi ke kediaman Arman lagi dan ingin memastikan kabar tersebut.Begitu sampai di rumah Arman yang terletak di salah satu kompleks perumahan elit ibukota, Clara langsung menemui petugas keamanan di sana."Di mana Arman?" tanyanya tanpa basa-basi."Pak Arman sudah berangkat ke kantor sama pak Raffi, Mbak.""Ada siapa di dalam?""Istrinya Pak Arman dan bibi."Tanpa permisi, Clara melenggang masuk ke kawasan rumah Arman dan langsung mengetuk pintunya. Tidak perlu menunggu lama, pintu dibuka dari dalam.Seorang gadis mengenakan dress terusan sede

  • Marriage Agreement   Baru Saja Dimulai

    Mobil berwarna putih itu melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan pelataran rumah Arman membawa kekesalan pemiliknya. Diajeng, mengepalkan tangan menahan semua amarahnya di sana."Sabar Ma," ucap Bagus seraya mengusap bahu sang istri."Ini sudah keterlaluan, Pa. Bagaimana bisa, Arman menikah tanpa sepengetahuan kita. Dia menikahi perempuan itu tanpa restu kita. Arman itu anak kita satu-satunya, argh—""Papa juga sangat marah, tapi kamu tahu karakternya seperti apa 'kan? Arman tidak akan mengikuti keinginan kita begitu saja.""Ck!" Diajeng hanya bisa berdecak sebal seiring semakin jauh kediaman Arman dari jangkauannya.Sementara itu, Arman hendak masuk ke kamarnya tapi dia lupa jika Isma masih ada di ruang kerja. Kemudian, dia pun kembali ke sana."Kamu sudah boleh pergi," kata Arman di ambang pintu namun tidak mendapatkan sahutan. Di sofa, kepala Isma tidak nampak menyembul. Lelaki itu mengedarkan pandangannya, bertanya dalam hati apa Isma sudah keluar dari ruangan tersebut?Karen

  • Marriage Agreement   Amukan Diajeng

    Raffi menilai Arman terlalu egois dalam hal ini. Seperti sekarang, mereka berada dalam perjalanan menuju ke kota lagi tepat pukul 11 malam.Tentu saja Isma ikut bersama mereka karena Arman terus saja menekan perempuan yang telah dia nikahi beberapa saat yang lalu itu. Di kursi bagian belakang, Isma sedang duduk bersandar. Wajahnya murung, dia lelah tapi tidak bisa tidur.Baru saja tadi pagi kembali ke kampung, lalu dalam satu hari dia kehilangan ibunya sekaligus terikat pernikahan kontrak bersama Arman. Dalam hatinya Isma menyesal, kalau ibunya memang ditakdirkan meninggal dunia hari ini kenapa Tuhan harus membuatnya memilih keputusan menerima tawaran Arman? Karena sekarang semuanya tidak berguna bagi Isma."Isma, kamu lapar?" tanya Raffi merasa cemas dengan keadaannya.Sontak Arman pun ikut melirik perempuan itu. Bukan hanya Isma sebenarnya, dia dan Raffi juga tidak makan seharian karena kejadian serba mendadak ini."Saya tidak lapar, Pak," jawab Isma tanpa membalas tatapan keduanya.

  • Marriage Agreement   Akhirnya Menikah

    Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam lamanya, ambulans yang membawa ibunya Isma tiba di rumah sakit. Arman turun dari sedannya yang dikemudikan oleh Raffi, sementara Isma keluar dari mobil rumah sakit di depannya.Wajah Isma menggambarkan kekhawatiran yang mendalam akan keadaan ibunya. Jauh dalam lubuk hatinya, Isma menyudutkan dirinya sendiri. Dia merasa gagal menjadi satu-satunya anak yang seharusnya dapat ibunya andalkan.Dua bulan Isma merantau, dia tidak bisa membawa ibunya berobat. Baru sekarang, itupun ada harga yang harus Isma bayar dengan mengorbankan dirinya terikat pernikahan kontrak dengan Arman."Urus semuanya, Raf." Arman duduk di kursi tunggu, sementara Isma diijinkan dokter masuk ke ruangan dan Raffi pergi ke meja administrasi.Di samping Arman, Eko juga ikut menunggu kakak iparnya yang sedang sakit parah. Dia mengamati Arman diam-diam, ada perasaan aneh dalam dirinya tentang lelaki itu. Tentang pengakuannya perihal Isma dan rencana pernikahan mereka."Berapa bia

  • Marriage Agreement   Tolong Bantu Saya

    Isma melirik Raffi yang berada di antara dirinya dan Arman, harap-harap Raffi akan memberikan pertanda bahwa Arman sedang bercanda saat ini. Namun pria yang usianya lebih matang itu tidak menunjukkan tanda-tanda mereka sedang menikah."Ayo berkemas!" Suara bariton milik Arman mengagetkan lamunan Isma yang belum menguasai dirinya sepenuhnya."Tidak bisa begitu, Pak. Maaf." Isma kemudian beringsut dari kursi. "Sebaiknya Pak Arman dan Pak Raffi segera pergi, hari sudah mulai sore khawatir kalau kalian kemalaman di jalan.""Saya tidak bisa pergi kalau kamu tidak ikut!" tukas Arman menahan lengan Isma, tepatnya mencengkeram karena sekarang perempuan itu sedikit meringis. Lalu, Arman sadar dan melepaskan tangan Isma. "Ini penting, saya akan membuat tawaran yang lebih dari uang sepuluh juta kemarin!""Pak, ini bukan masalah uang lagi." Isma sekarang mengerti kenapa Arman melakukannya, dia pikir lelaki di hadapannya itu semakin terdesak oleh keadaan dan tekanan dari orangtuanya sehingga melak

DMCA.com Protection Status