Bosan, tidak ada yang suka dengan kata menunnggu, tak terkecuali Ranesha. Setelah mengobrol singkat dengan kepala pelayan rumah megah ini, ia diharuskan duduk diam menunggu sang atasan bersiap-siap hanya untuk makan.
“Yah, salahku juga datang tiba-tiba, sih,” koreski gadis itu pada kekesalannya sendiri. Sebenarnya ia hanya tidak sabar ingin menanyakan perihal wanita di lukisan tadi pada Hail secara langsung.
Terhitung sudah hampir dua jam berlalu dari awal Ranesha menunggu, bahkan hari sudah tidak bisa dikatakan pagi lagi, ini sudah siang. Sebenarnya Hail sedang siap-siap untuk makan atau menikahinya? Tidak wajar sekali.
“Ran, kau ternyata masih di sini.”
Apa maksudnya itu?
Kekesalan Ranesha seketika surut saat ia menoleh, mendapati sosok Hail dengan kaos hitam dan celana jeans dengan warna senada, ia hampir tidak pernah melihat pria ini berpakaia
Gerimis hujan membuat jendela apartemen yang membatasi antara balkon dan ruangan di dalam mengembun. Seorang wanita yang hanya mengenakan baju putih polos kedodoran—sampai selutut—menatap sendu pemandangan di luar. Tangan mungilnya menyentuh kaca dingin itu. Mata biru bak telaga paling damai di muka bumi ini menerawang jauh di balik jendela besar tersebut.“Sangat cocok denganmu,” sindir Aron yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Menampilkan tubuh kekar berotot hasil dari perawatan. Ia melangkah gontai mengampiri sang kekasih. Memeluk tubuh mungil itu dari belakang dan menempelkan rambutnya yang masih sangat basah di pundak Meriel.“Aron yang sembunyikan semua baju-bajuku, kan?” kesal perempuan itu, mengacak gemas rambut Aron. “Basah sekali, keringkan pakai handuk sana dulu!”Laki-laki yang sedang sibuk mendaftar kuliah itu tersenyum manis. “Keringkan,” bisik
“Luka bakar Nona memangnya tidak apa-apa? Anda sungguh harus bekerja? Tidak izin libur saja dulu?” rewel Lily menatap sang majikan dengan penuh rasa cemas yang tercetak jelas pada matanya.Ranesha terkekeh ringan. “Tidak bisa Lily, jika tidak ada aku entah apa yang akan terjadi pada Hail.”Sekilas bayangan di mana sang atasan mengerjakan segala pekerjaan sendirian seperti zombie membuat Ranesha tersenyum getir. Tidak menutup kemungkinan Hail juga ikut tumbang atau bahkan dilarikan ke rumah sakit jiwa.“Dan juga, hadiah kecil ini membuatku cemas akan sesuatu.” Ranesha mengangkat kotak dengan hiasan cantik yang waktu itu Lily terima tanpa mengetahui identitas pengirim. Gadis ini harus melacak orang itu.Raut wajah Lily masih terlihat kalut. “Tapi luka bakar Nona tidak mungkin sembuh hanya dalam satu hari,” tegurnya sudah menyerupai sosok ibu saja andai Ra
“Endinesa,” desah Ranseha membuka peta dunia dengan tangan yang menunjuk salah satu negara dengan ratusan ribu pulau.“Aslinya adalah Indonesia, tapi karena di Indonesia sendiri tidak ada istilah CEO, dan mereka biasanya memakai istilah Direktur Eksekutif, maka penulis webtoon Perjuangan Cinta Meriel yang tidak ingin latar belakang negara lain, melencengkan nama Indonesia dengan Endinesa.” Sekaramg ia tinggal di sini.Ranesha menengadah, mengembuskan napas dengan berat. Tangannya terangkat dengan mata yang menatap langit-langit seakan menembus atmosfer bumi dan mencapai bintang-bintang di alam semesta.“Aku tidak merasa terjebak dalam dunia ini, kadang aku berpikir aku adalah Ranesha sungguhan. Dan ini adalah dunia paralel. Tapi kalau bukan, maka itu artinya aku hanyalah bermimpi panjang setelah kematian. Namun tetap saja ….” Tangan Ranesha mengepal. “Kenapa aku tidak hidu
Suram. Sepertinya baik Ranesha atau pun Hail mengalami mimpi buruk dan hari paling tidak menyenangkan kemarin. Membuat wajah keduanya begitu kelam seperti mengeluarkan aura yang hitam.“Jadwalku?” lirih Hail setengah menguap. Tentu dirinya tidak bisa tidur semalaman. Memikirkan bejibun pekerjaan, istrinya, dan juga sekretarisnya.“Penuh, karena Anda menggeser jadwal kemarin menjadi hari ini,” jawab Ranesha dengan canggung. Entah kenapa jadi dia yang kini merasa bersalah pada Hail, padahal pria itu yang mencari perkara dengan sembarang menuduhnya.“Pagi ini kau handle dulu file yang kukirim barusan, biar pekerjaan yang di luar aku sendiri saja.”“Baik, Pak.”Sungguh, Hail sudah lama tidak merasakan suasana tertekan begini. Sejujurnya Ranesha yang dulu adalah sosok kaku yang seperti ini, gadis itu hanya gila kerja dan banyak
“Sepertinya ada bug yang perlu diperbaiki dari My Teacher,” ungkap Hail di dalam perjalan pulang. Mereka masih berada di dalam mobil sekarang, terjebak macet yang cukup panjang.Ranesha yang tadinya asyik membaca dokumen segera menoleh. “Apa itu? Jelaskan pada saya, biar saya saja yang nanti memberitahukan dengan tim pengembangan dan mengawasi mereka untuk memperbaiknya. Anda ada jadwal lain malam ini.” Perempuan bersurai cokelat terang itu menunjukkan daftar jadwal Hail yang padat, seperti jalan pulang mereka sekarang.Hail tersenyum kecut melihat jadwal gila itu. “Tadi Robin bertanya apakah dunia paralel itu ada, anehnya My Teacher menjawab iya, itu jawaban pasti yang bisa saja menyesatkan karena keberadaannya belum terkonfirmasi. Masih menjadi perdebatan. Bukankah aneh? Apa tim pengembangan salah memasukkan data atau AI kita yang mengalami eror, ya?”Dunia paralel? Nyata?
“Meriel tidak membalas pesanku, tidak mengangkat teleponku, dia juga tidak pulang ke sini dari rumah sakit sejak kemarin.” Hail membaringkan tubuh lelahnya di kasur. Menutup wajah tampannya dengan punggung tangan.“Sebenarnya ada apa?” gumam pria itu kebingungan, menerka-nerka apakah ia ada berbuat salah. Namun, dia tetap harus berpikir positif. Hail juga yang meminta istrinya itu untuk tidak meminta izin akan segala hal. Jadi, wajar saja kalau sekarang Meriel tengah memadu kasih dengan selingkuhannya.“Ah, iya. Besok Meriel ada pemotretan perdana.” Hail harus bisa meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk tetap menemani sang istri tercinta.Pria kesepian ini pun mulai memejamkan mata, tidak sanggup lagi untuk melangkah sekedar ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia tertidur cukup pulas sampai sinar mentari menyapa melalui rambatan cahaya di balik celah-celah jendela.&nbs
Sejak awal mereka saling mengenal, tidak pernah barang sekali pun Meriel berlaku kasar pada Hail. Bahkan yang ada malah wanita itu sangat memperhatikan perasaan Hail, sampai-sampai membuat pria tersebut sering kali salah paham.Walau demikian, Hail tahu siapa yang ada di hati Meriel, bukan dia yang sebagai suami tapi orang lain. Hanya saja ia percaya kalau hati seseorang bisa berubah, karena itu Hail tidak pernah berhenti untuk berusaha mendapatkan hati istrinya itu.Jadi, kesimpulannya adalah hanya satu orang yang bisa mengubah perilaku Meriel sedrastis tadi terhadap Hail, yakni Aron Deimos. Hanya makhluk itu saja yang kini terlintas dalam pikiran Hail.“Meriel adalah wanita baik hati yang mudah percaya pada orang lain, apalagi jika itu Aron.” Hail memukul setir mobilnya. “Berandal sialan itu! Apa yang dia katakan pada Meriel tanpa sepengetahuanku?”Padahal Hail sudah berbaik
Ranesha mengutuk Hail dengan mengabsen hampir seluruh nama-nama indah dari kebun binatang. Gadis ini sangat murka sampai berpikir ingin membunuh Hail dengan meracuni sang atasan, memberi Hail kopi bersianida misal.“Kenapa dia jadi sangat labil! Tadi katanya aku boleh pulang cepat! Sekarang dia malah melemparkan seluruh pekerjaannya padaku!” Ranesha mencak-mencak tidak terima. Meski demikian, tangannya bekerja dengan cekatan. Sungguh kontradiksi antara anggota tubuh yang mencengangkan.Namun, gadis ini tidak memiliki pilihan lain, walau kelelahan fisik dan batin, ia tetap mengerjakan tugasnya. Bahkan sampai jarum jam telah menunjuk pada angka dua belas lewat lima belas menit, Ranesha masih melakukan pertarungan sengit dengan laptopnya.Hingga pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Hail dengan wajah berantakan seperti pengemis jalanan. Pria itu melangkah gontai ke arah Ranesha.“
Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe
“Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&
Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or
“Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja
Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.
Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap
“APA?” Hail beranjak tiba-tiba sampai membuat Meriel yang hampir terlelap sambil memeluk lengannya terjungkal kaget.Namun, bukannya protes. Secara diam-diam wanita itu malah tersenyum seolah senang. Benar. Meriel kurang lebih tahu apa yang Hail dengar dari suara di seberang benda pipih tersebut. Rencananya sudah berhasil. Shade telah melenyapkan Ranesha. Ini sangat sempurna. Sekarang tidak ada lagi yang menganggu kesenangan Meriel. Sekarang, Meriel hanya perlu—“Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kumohon kali ini saja Meriel, aku harus memeriksa keadaan Ranesha. D-Dia … sedang dalam keadaan kritis karena kecelakaan.”Apa? Ternyata benar. Hail bisa kehilangan kendali jika mengenai Ranesha. Meriel mulai kesal sekarang. Padahal dulu saat Hail masih menggilainya, Hail tetap berpikir dengan logika. Tidak urang-uringan seperti ini. Ah, sangat tidak adil. Apa istimewanya seorang Ranesha di
Ranesha sudah menumpahkan segala keluh kesah gundah gulananya pada sang ayah waktu itu. Tentu saja Caspian sempat mengamuk dan hendak menyerang langsung ke rumah Hail. Namun, Ranesha tidak mengingankan hal tersebut. Ia mati-matian menahan Caspian dengan air mata yang berderai.Caspian memang luluh dan kembali tenang. Hanya saja, Ranesha tidak dapat menghentikan niat ayahnya itu yang ingin menarik semua investasi kepada Delmara Company. Karena alasan Caspian menjabat sebagai salah seorang investor tertinggi di sana hanya demi Ranesha. Kalau putri semata wayangnya itu sudah tidak bekerja dengan Delmara Company lagi, maka Caspian tidak memiliki alasan untuk membantu perusahaan tersebut.Meski hasil yang ia dapat dari saham yang Caspian miliki di Delmara Company cukup besar. Sang ayah sudah tidak peduli lagi. Baginya, kebahagiaan si putri kecil lebih utama dari pada harta. Caspian tidak ingin memiliki hubungan dengan orang yang sudah menyakiti R
“Ada yang ingin kau bicarakan, Meriel? Harusnya kau istirahat saja. Apa kau sudah lupa yang dokter katakan waktu itu? Janinmu—maksudku, anak kita … dia masih dalam kondisi yang tidak stabil. Kau sebagai ibunya harus banyak-banyak istirahat.” Hail berceramah panjang kali lebar, sambil mengambilkan segelas air putih, memberikannya pada Meriel, lalu duduk di samping sang istri.Bahaya. Hail bahkan tidak bisa merasakan apa pun lagi terhadap Meriel. Debaran jatuh cinta atau pun gairah yang menggelora, semuanya sudah tidak ada Hail rasakan lagi selain pada Ranesha. Ini sangat menyiksa. Ia harus terjebak tinggal dengan bersama orang yang dulu pernah Hail cinta. Perihal kecantikan Meriel yang dulu sangat ia kagumi pun telah sirna. Berganti dengan rasa rindu yang sangat berat pada Ranesha.“Anak kita sedang rindu ingin melihat wajah ayahnya.” Meriel bergeser untuk lebih mendekat, lalu memeluk lengan Hail yang suda