Share

241. Kenakalan Balita

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2025-02-09 23:17:44

“Abang Al?”

Lora mengusap lembut kepala putranya dan mengangguk. “Iya, Nak, Abang.”

Tanpa diduga, Zora beranjak berdiri dari pangkuan sang ibu dan langsung mencium nisan kakaknya sambil menepuk-nepuk pelan. “Abang Al, ini Oya. Oya cayang Abang.”

Azhar pun mengikuti apa yang dilakukan oleh kembarannya membuat semua orang terharu terutama Lora yang kembali dibuat menangis oleh tingkah mereka.

Satu-persatu dari mereka pun mengobrol dengan almarhum Altair seolah-olah sosoknya hadir di sini.

Hingga tanpa terasa waktu sudah beranjak sore dan mereka pun memutuskan mengakhiri acara ziarah ini.

Namun, Lora masih ingin tetap di sini sejenak dan meminta mereka untuk kembali ke mobil lebih dulu.

“Beri aku waktu sebentar aja untuk quality time bersama putraku. Habis itu aku akan menyusul ke mobil,” pintanya.

“Baiklah, Sayang. Hati-hati, ya, dan jangan berbuat macam-macam,” balas Dokter Radha sekaligus memperingatkan, khawatir Lora akan melakukan hal tidak terduga.

Lora hanya mengangguk sebagai t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
jangan jadikan Florence jadi jahat thor, biarpun dia keturunan dari seorang bapak yang jahat dan ibu yang curang tapi kan dididik sama orang baik, biar tau diri dia
goodnovel comment avatar
Bang Joe van Rizky
hilang Freya terbitlah Florence , keturunan orang jahat ya tetep jahat 11 12 KK adik Freya florence
goodnovel comment avatar
Rahman Nita
nah loh Florence, siapa tuh yg negur? bisa x flo ga bgtu sm nak kecil krna kesel sm emaknya, kan bisa tinggal angkat aja ga perlu di jorokin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   242. Azhar Minta Maaf, Tante

    Lora memarkirkan mobilnya di garasi kediaman keluarga Brighton berjejeran dengan mobil lain yang dijadikan koleksi. Hari ia pulang sedikit telat karena harus membantu mengatasi masalah ringan di restoran.Dirinya pulang kemari sendirian tanpa didampingi Mira yang memilih pulang ke rumahnya.Wanita yang mengenakan setelan tunik dilengkapi celana kulot longgar itu berjalan memasuki rumah.Raut wajah yang semula sumringah itu seketika berubah ketika mendengar bentakan seseorang bersumber dari arah ruang tengah.“Kubilang berhenti, ya, berhenti! Jangan mendekat!”Lora dengan langkah cepat sekaligus khawatir menghampiri sumber suara. Pikirannya langsung tertuju pada anak-anak. Beberapa meter dari arahnya, ia melihat Amina yang berlutut di dekat si kembar yang tampak ketakutan.Belum cukup sampai sana, ia dibuat jantungan ketika melihat Florence yang mendorong tubuh kecil Zora hingga menghantam lantai.“Florence!” teriaknya penuh amarah.Lora segera berlari kencang mendekati Zora yang sud

    Last Updated : 2025-02-10
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   243. Masih Belum Bisa Menerima

    Florence tersenyum miring. “Pantesan jadi anak manja gitu.” Lora mengepalkan tangannya geram dengan tatapan berubah tajam. “Jangan seenaknya menjudge kalau kamu sendiri juga seperti itu.”“Ngaca! Kamu pun dimanja sama Ayah dan Ibun dengan segala kemewahan dan kasih sayang yang seharusnya menjadi milikku. Bahkan kamu sepertinya enggan melepaskan semua itu!” lontarnya sengit tanpa sadar. “Apa kamu bilang?!” Sekarang gantian Florence yang geram mendengar perkataan Lora. Diingatkan kembali tentang statusnya membuat ia tidak terima dan marah. “Kenapa? Nggak terima kan aku bilang gitu? Sama! Itulah yang kurasakan tadi.” Lora menarik dalam-dalam guna mengontrol emosinya yang hampir meledak. “Aku tau kamu belum bisa menerima kehadiranku di keluarga ini. Kalau memang kamu membenciku, jangan lampiaskan pada anak-anak yang nggak tau apa-apa. Ini masalah kita berdua, jadi urusannya denganku,” katanya.Florence mendengus kasar. “Itu kamu sadar. Asal kamu tau aja, kehadiranmu dan anak-anak di r

    Last Updated : 2025-02-11
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   244. Hanya Orang Baru

    Dokter Radha menggeleng tidak setuju. “Nggak boleh! Ibun nggak izinkan kamu pulang malam ini. Perhatikan kondisi Zora. Nggak baik pulang malam-malam apalagi perjalanannya jauh.”“Ibun udah bilang kan tadi? Zora memang baik-baik aja sekarang, tapi masih perlu dipantau. Di sini aja dulu sampai Zora sembuh,” cegahnya. Lora terdiam dan merenung. Perkataan ibunya memang benar. Keadaan Zora tidak memungkinkan untuk diajak pulang, takutnya akan kambuh lagi.Banyak orang yang bilang bahwa sakit bila sudah kambuhan lagi pasti akan lebih parah dari sebelumnya. Ia tidak boleh egois dengan mengorbankan kesehatan putrinya. "Jangan mengambil keputusan dalam keadaan emosi, Lora." Dokter Radha berpindah tempat di samping Lora yang sebelumnya menjadi tempat duduk Amina. Ia sangat mengerti, Lora sekarang ini tengah kecewa kepadanya karena terkesan membela Florence. "Ibun nggak bermaksud membela Florence karena wataknya memang seperti itu.”“Dan lagi, kami semua menerima kehadiranmu. Mungkin Florence

    Last Updated : 2025-02-12
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   245. Tamu Tak Terduga

    Pak Raynald mengusap kepala putrinya lembut. Dari awal, ia sudah bisa memprediksi bahwa dua putrinya ini akan sulit untuk saling menerima. Ini masih menjadi PR-nya yang belum mampu menyatukan keduanya. "Ayah tidak membela siapapun di sini.”“Ayah juga tidak membenarkan tindakan Florence yang sudah mendorong Zora sampai penyakitnya kambuh.”“Tetapi cobalah kau melihat sisi baiknya. Florence melakukan semua itu agar si kembar tidak terluka karena terkena pecahan kaca. Hanya saja cara menegurnya yang salah," jelasnya. Lora mendengus keras dan mengalihkan tatapannya ke depan. Penjelasan sang ayah sama seperti yang dikatakan ibunya tadi. “Nggak ada sisi positifnya, Yah. Zora tetap terluka karena kambuh.”“Setidaknya Azhar tidak ikut terluka, bukan?" Pak Raynald memegang bahu Lora dan menghadapkan ke arahnya. “Lora, dengarkan Ayah. Florence memang seperti itu wataknya.”“Dia sangat jarang berinteraksi dengan anak-anak sehingga tidak tahu bagaimana menegur secara baik-baik. Dia tadi memili

    Last Updated : 2025-02-13
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   246. Permintaan Maaf

    Lora berdehem pelan dan menyunggingkan senyum berusaha untuk menekan rasa yang tidak nyaman dalam hatinya. Ia sudah hafal tabiat sang mantan ibu mertua yang suka sekali mengomentari apapun yang dilakukannya. “Begini, Bu Anita. Sejak usia mereka satu tahun, saya sudah menerapkan sistem belajar sama seperti waktu Altair dulu.” “Bahan belajarnya tidak berat dan sudah saya sesuaikan dengan usia mereka. Tujuan utamanya untuk melatih sensorik dan motorik mereka.” “Itu juga sekalian untuk persiapan masuk sekolah. Sebentar lagi, si kembar akan masuk PAUD sehingga mereka bisa mengikuti pelajaran di sana dan tidak ketinggalan dengan yang lainnya,” jelasnya dengan lugas. Dhafin mengangguk setuju. “Semua yang dilakukan Lora ini juga demi kebaikan si kembar sendiri, Ma, untuk merangsang kecerdasan mereka sejak dini.” “Mama pastinya menginginkan cucu yang cerdas, bukan? Jadi, udah seharusnya dilakukan dari sekarang,” timpalnya. Lora menoleh ke arah Dhafin dengan tatapan yang sulit diartika

    Last Updated : 2025-02-14
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   247. Jangan Hancurkan Kepercayaanku

    “Lora.”Dhafin yang sejak tadi terdiam dan hanya menyimak mulai angkat suara membuat wanita itu menoleh ke arahnya. Ia cukup mengerti dengan sikap Lora yang tampak sulit memaafkan karena takut ada maksud lain dibaliknya.“Mama sama Papa benar-benar ingin minta maaf sama kamu. Nggak ada maksud lain seperti yang kamu takutkan, murni minta maaf. Kau tau, Lora? Mereka yang berinisiatif sendiri dan mengajakku kemari.”“Mereka sangat ingin memperbaiki kesalahan dengan diberi kesempatan untuk berubah, sama seperti kamu yang memberikanku kesempatan,” ucapnya bermaksud membantu orang tuanya. Lora tahu itu dan juga bisa merasakan ketulusan mereka tanpa dibuat-buat. Ia menghela napasnya dengan bibir mengulas senyuman.Tangannya balik menggenggam tangan Bu Anita dan mengusap lembut. “Pak, Bu, bukannya saya tidak mau memaafkan kalian. Tapi saya ini hanya manusia biasa yang punya hati.”“Luka yang saya alami masih sangat membekas dan membuat saya sulit untuk percaya kembali.”“Meski begitu, saya

    Last Updated : 2025-02-15
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   248. Maukah Rujuk Kembali?

    Bu Anita memandang ke arah bawah, tidak berani menatap Lora. Dirinya merasa bersalah pernah menuduh wanita itu selingkuh. Ia sebenarnya tidak ingin membahas hal ini yang malah membuat Lora sulit memaafkannya. Namun, Dhafin sendiri yang malah memancing sehingga mau tak mau mereka harus menjelaskan semuanya. “Maafkan Mama, Lora. Waktu itu Mama terpengaruh dengan perkataan Freya.”Lora mengeraskan rahangnya dengan tangan terkepal kuat. Tatapan matanya berubah dingin. Freya sudah benar-benar kelewatan dengan membuat tuduhan tak bermutu. Bukan hanya dirinya yang kena, tetapi juga menyangkut putrinya. Tuduhan itu pastinya membuat orang tua Dhafin ikut membenci Zora karena dikira bukan cucu kandung mereka. Jelas, Lora tidak terima!Wanita itu memejamkan mata sejenak berusaha menekan emosinya kuat-kuat lalu kembali menatap serius orang tua Dhafin. “Ma, Pa, aku sama sekali nggak pernah selingkuh sama siapapun. Dengan segala sikapnya Mas Dhafin kepadaku, aku nggak berniat menduakan dan me

    Last Updated : 2025-02-17
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   249. Memilih Mundur

    "Apa kamu mau rujuk kembali dengan Dhafin?" Pertanyaan itu terus saja terngiang-ngiang dalam benaknya walaupun sudah lewat beberapa hari. Lora tidak memberikan jawaban apapun. Ia sendiri bingung bagaimana menyikapinya. Ini terlalu mendadak untuknya. Permintaan maaf dari sang mantan mertua saja sudah membuatnya tercengang apalagi ditambah dengan tawaran itu. Atau mungkin bisa disebut sebagai lamaran? Mengingat Bu Anita sendiri yang mengutarakan hal tersebut. "Kamu nggak harus menjawabnya sekarang, Nak. Dipikirkan dulu matang-matang. Kami nggak akan memaksa," ujar ibunya Dhafin waktu itu. Bu Anita dan yang lainnya memang tidak menuntut jawaban detik itu juga. Namun, tetap saja mereka pasti menunggu jawaban darinya. Ia bisa melihat ada harapan besar yang terpancar di wajah mereka khususnya bagi Dhafin. Rasanya jadi tidak enak bila memberikan jawaban yang mengecewakan.RujukSatu kata yang tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikirannya. Sekarang Dhafin sendiri yang menginginkan r

    Last Updated : 2025-02-17

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   265. Lunch Bersama

    “Assalamu'alaikum, Lora, calon istriku.”Lora yang semula fokus pada laptop mengangkat kepalanya lalu menyunggingkan senyum begitu melihat seseorang yang baru saja masuk. “Waalaikumsalam, Kak Sham.”Grissham berjalan menghampiri Lora yang duduk di kursi kerja dan berdiri di seberangnya. Ia menumpukan tangannya di atas meja dengan sedikit mencondongkan tubuh. “Tampaknya kau sangat sibuk. Apa kau sedang banyak pekerjaan, hm?” tanyanya.“Cuma ngecek laporan keuangan bulanan aja sih. Ini udah selesai kok.” Lora mengeluarkan semua tab dalam laptopnya lantas menekan tombol ‘Shutdown’ untuk menonaktifkan.Grissham tersenyum lebar dan menegakkan tubuhnya. “Baguslah, aku ingin mengajakmu makan siang bersama.”Lora menutup laptopnya setelah memastikan benar-benar mati. Ia beranjak dari duduknya lalu mendekati Grissham. “Boleh, mau makan dimana?”“Di sini saja agar tidak jauh-jauh. Untuk apa makan di luar kalau kita sendiri mempunyai restoran?” Grissham menggandeng tangan Lora, mengajak keluar

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   264. Ajarkan Aku Mencintaimu

    “Apa kau bahagia hari ini, Lora?” tanya Grissham menatap Lora yang tengah memandang ke arah langit malam.Keduanya sekarang ini duduk di salah satu kursi panjang taman samping mansion yang luas. Masih dengan memakai baju batik couple serta riasan yang belum di hapus.“Iya, aku bahagia, sangat.” Lora menatap Grissham sejenak disertai senyum manis lalu kembali menatap ke atas. “Jujur, ini pertama kalinya aku berada di momen ini. Dan aku merasa… berharga.”Grissham mengerutkan keningnya. “Pertama kali? Memangnya saat bersama Dhafin dulu kau tidak….” Ia langsung menghentikan perkataannya melihat Lora yang langsung melunturkan senyum. “Ah, iya, aku lupa.”Lora kembali menatap Grissham dengan wajah sedikit murung. “Kakak kan tau sendiri gimana pernikahanku sama Mas Dhafin. Mana ada acara lamaran kayak gini?”Grissham menjadi tidak enak. “Maaf, Lora, aku benar-benar lupa tentang itu.”Lora kembali mengulas senyuman. “Nggak papa. Makasih, ya, Kak, udah datang kemari dan menunjukkan keseriusa

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   263. Calon Istri

    Lora tidak langsung menjawab, melainkan berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang menggila. Ia tak menduga Grissham bisa seromantis ini bahkan tanpa membawa teks.Dalam hati, wanita itu merasa terharu sekaligus dicintai sebegitu dalamnya. Sebelum menjawab, Lora mengalihkan tatapan ke arah orang tuanya. Mereka mengangguk kompak seakan memberi isyarat agar dirinya segera menjawab. Ia kembali menatap Grissham sambil menarik napasnya.“Bismillahirrahmanirrahim…. Dengan restu Ayah sama Ibun dan seluruh keluarga besar, aku bersedia menikah denganmu, Kak Sham,” ujarnya disertai senyuman.Seruan syukur terucap bebarengan hingga terdengar memenuhi ruangan. Lora menghembuskan lega, berhasil menyelesaikan bagiannya dengan lancar tanpa terbata-bata. Selanjutnya, ada pertukaran cincin. MC pun memanggil seseorang yang bertugas membawakan cincin itu. Tak lama, datanglah seorang gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahun yang merupakan anak dari sepupu pertama Lora. Di tangannya membawa kotak

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   262. Melamarmu

    Ruang tamu di mansion utama keluarga Kusuma yang sangat luas itu tampak indah dengan beberapa ornamen bunga sebagai hiasannya. Di bagian depan yang menjadi panggung utama terdapat dua kursi dan dekorasi sederhana bertuliskan ‘G & L’ pada dindingnya. Ya, hari ini atau lebih tepatnya malam ini acara pertunangan Lora dengan Grissham akhirnya digelar. Acaranya berlangsung secara intimate yang hanya dihadiri oleh sanak saudara dan orang terdekat saja. Beberapa tamu sudah mulai berdatangan karena memang acaranya dilaksanakan pukul tujuh dengan tujuan agar tidak kemalaman. Sementara itu, sang pemeran utama masih berada di kamar sedang bersiap. Ia membiarkan MUA menyiapkan penampilannya di hari istimewa ini, mulai dari make-up hingga tatanan kerudung. “Sudah selesai.” “Cantik banget, Mbak Lora.” Lora tersenyum menanggapi ucapan mereka dan mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu bersiap-siap. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Di sana dirinya tampak sangat cantik dengan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   261. Pilihan Akhir Lora

    Lora berdiri dengan perasaan resah. Kedua bola matanya bergerak liar untuk menghindari tatapan Dhafin yang terasa menusuk itu. Ia bingung, tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Otaknya tiba-tiba terasa kosong. Kedatangan Dhafin kemari saja sudah membuatnya kaget bukan main. Lora tak pernah menduga hal yang ditutup-tutupi dari Dhafin akhirnya terungkap sekarang. Ya, meskipun pria itu akan tahu nantinya, tetapi bukan berarti secepat ini juga. “Lora,” panggil Dhafin terdengar sangat dingin bercampur geram. Ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Namun, ia ingin mendengar langsung penjelasan dari mulut Lora sendiri. “Ee… itu… a-aku… aku….” Lora berkata dengan gagap hingga tanpa sadar mengeratkan pegangan tangannya pada lengan sang ayah seolah meminta bantuan. Pak Raynald yang menyadari itu dan mulai bisa membaca situasi menoleh pada putrinya. “Apa kau belum belum memberitahu Dhafin tentang ini, Princess?” “Ayah…” Lora menatap ayahnya melas dan menggeleng samar. Tangannya semakin

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   260. Perjuangkan Cintamu, Dhafin!

    Lora lagi-lagi menggeleng tegas. “Nggak usah, Mas Dhafin. Udah jelas orang tuaku nggak setuju, jadi percuma aja. Jangan membuang waktu untuk keputusan yang udah final.” ‘Maaf, Mas. Aku cuma nggak ingin kamu tau kalau aku udah dijodohkan sama Kak Sham. Kamu pasti akan lebih kecewa lagi,’ lanjutnya dalam hati seraya menatap Dhafin dengan perasaan bersalah. “Tapi, Lora–” Drrtt! Ucapan Dhafin terpotong oleh suara dering ponsel milik Lora. Wanita itu segera mengangkat telepon dan berbincang sejenak dengan sang penelepon yang ternyata dari Amina. Setelah mengakhiri telepon, Lora kembali memusatkan perhatiannya pada Dhafin. “Mas Dhafin, aku udah mantap dengan keputusanku. Aku minta maaf atas jawabanku yang mengecewakan.” “Aku pamit pulang duluan, ya, Mas. Si kembar udah mencariku.” Ia lantas beranjak dari duduknya sambil sedikit menunduk. “Sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu, assalamu'alaikum,” pamitnya lantas berlalu meninggalkan Dhafin sendirian. “Wa’alaikumsalam.” Dhafin me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   259. Keputusan Bulat

    “Apa?” Dhafin sedikit melebarkan mata tajamnya. Netra berwarna coklat itu memperlihatkan keterkejutan yang tak mampu disembunyikan.Ia berharap salah mendengar. Namun, suara Lora yang pelan seakan-akan berdengung di telinganya membuat napasnya tercekat.“Iya, Mas, orang tuaku nggak setuju kalau kita rujuk.” Lora mengulang perkataannya. Ia menatap tepat di kedua bola mata Dhafin seolah menegaskan bahwa ucapannya tidak main-main.Dhafin tertegun dengan jantung yang mempompa liar. Hatinya mencelos serasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Jadi, Lora menolak rujuk karena orang tuanya tidak setuju.“Kenapa nggak setuju? Padahal semuanya baik-baik aja. Bukankah mereka udah memaafkanku?” tanyanya yang terdengar seperti protes.Lora mengangguk sembari melipat tangannya di atas meja. “Mereka memang memaafkanmu, tapi bukan berarti bisa kembali. Orang tuaku punya kekhawatiran yang besar padaku yang akan terluka lagi kalau kita rujuk.”Dhafin merasakan dadanya bergemuruh hebat mendengar pengaku

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   258. Satu Jawaban

    [Assalamu'alaikum, Mas. Apa hari ini kamu ada waktu untuk bertemu?][Aku ingin membahas kelanjutan permintaan rujuk waktu itu sekaligus memberikan jawaban. Rasanya nggak enak kalau lewat telepon][Waalaikumsalam, Lora. Sepulang kantor nanti sore aku free. Ingin bertemu dimana?][Di kafe dekat kantormu aja. Bisa kan?][Bisa-bisa, sampai bertemu nanti]Itu merupakan sepengal pesan yang dikirimkan oleh Lora siang tadi. Dhafin jadi kembali teringat dengan permintaan mantan istrinya yang ingin minta petunjuk lewat sholat Istikharah selama seminggu.Tanpa terasa tibalah hari ini saatnya Dhafin mendengar jawaban itu. Sungguh, ia sangat antusias dan tidak sabar ingin segera bertemu Lora. Ia berharap jawaban yang diberikan oleh Lora sama seperti yang dirinya punya usai melaksanakan sholat Istikharah juga.Kini, pria berparas tampan itu duduk sendiriam di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Tubuhnya bersandar pada kursi sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Ia menunggu kehadiran

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   257. Memaafkan, Tidak untuk Kembali

    “Ayah, Ibun, ada hal penting yang ingin kubicarakan.”Setelah makan malam usai, mereka berkumpul di ruang tengah hanya untuk sekedar bersantai melepas penat. Terkecuali Florence yang katanya harus menyiapkan presentasi penting.Lora pun memanfaatkan kesempatan ini untuk berbicara kepada orang tuanya tentang permintaan rujuk Dhafin. Mumpung mereka sedang tidak sibuk.“Tentang apa?” tanya Pak Raynald menanggapi perkataan putrinya.Lora menatap kedua orang tuanya bergantian lalu menarik napas dalam-dalam. “Jadi gini, Ayah, Ibun. Beberapa hari sebelum aku menginap di sini, Mas Dhafin bersama orang tuanya datang ke rumah.” “Mereka ke rumahmu? Tumben banget. Kalau Dhafin nggak heran, ya. Lah, ini orang tuanya. Untuk apa mereka ke sana?” tanya Bu Radha dengan nada sedikit terkejut.“Mereka datang untuk meminta maaf kepadaku atas semua kesalahan yang mereka lakukan selama ini. Mereka juga ingin memperbaiki segalanya,” jelas Lora.“Lalu apa kau memaafkan mereka?” Gantian Pak Raynald yang bert

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status