Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 237. Tak Pantas Disebut Ayah

Share

237. Tak Pantas Disebut Ayah

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2025-02-04 23:50:58
Prok prok prok!

Suara tepuk tangan itu membuat semua orang menoleh ke arah belakang.

Di sana, ada Dokter Radha dan Pak Raynald sedang berjalan di tengah-tengah jalur yang langsung menuju ke panggung utama.

Mereka terkejut melihat kehadiran dua orang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis.

Siapa yang tidak mengenal Raynald Brighton?

Seorang pengusaha berdarah asing yang mengembangkan perusahaannya di Indonesia dan sudah dikenal baik oleh publik.

Lalu Anuradha Kusumaningtyas, seorang dokter anak sekaligus putri tunggal dari keluarga Kusuma yang merupakan salah satu keluarga konglomerat.

Semua orang yang di sana tampak tercengang sekaligus terheran-heran tak terkecuali Dhafin dan keluarganya.

“Raynald Brighton?” gumam Dhafin dengan tatapan yang mengarah pada dua orang tersebut.

“Untuk apa mereka kemari?” tanya Pak Daniel pada dirinya sendiri. Ia tentu saja mengenal sosok yang tengah melangkah mendekat ke arahnya itu.

Meski belum pernah menjalin kerja sama, tetapi cit
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
Linda kalo kamu tau siapa putri kandung Radha kamu pasti bakal kejang", sebentar lagi Irawan sekeluarga punya rumah baru yaitu rumah tahanan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   238. Dialah Putri Kandungku

    Dokter Radha menyunggingkan senyum manis, mengerti maksud terselubung dari pertanyaan itu.Pasti mantan sahabatnya itu berharap ia belum menemukan keberadaan putri kandungnya.“Tentu saja, aku udah bertemu dengannya. Karena itulah aku berada di sini. Ya kan, Mas?” jawabanya lugas lalu menoleh ke arah sang suami. Pak Raynald mengangguk sebagai balasan. “Baiklah, kalau begitu sekalian saya umumkan di sini.”Tatapannya menyorot pada Lora yang menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Ia tersenyum lembut dan mengangguk untuk memberikan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Dia merupakan wanita kuat yang selama ini hidup sendirian tanpa sanak saudara. Sebelum bertemu dengan kami, dia hanya mempunyai anak-anaknya yang dianggap sebagai keluarga kandung.”“Dan yang tak kalah pe pentingnya, dia hadir di sini karena diundang langsung oleh pemilik acara.”Pria berwajah bule itu menjeda ucapannya sejenak. Beberapa dari mereka tampak berbisik-bisik mempertanyakan siapakah yang menjadi put

    Last Updated : 2025-02-05
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   239. Telah Berakhir

    “The last plan, now!”Tak berselang lama, suasana berubah menjadi gaduh. Ada sejumlah orang berpakaian hitam yang masuk di ballroom hotel ini dan langsung menuju panggung utama. Beberapa tamu undangan pun ada yang ikut ke depan. “Mereka itu dari pihak kepolisian yang sudah kita ajak kerja sama untuk menangkap keluarga Pak Irawan.”“Beberapa dari mereka juga menyamar sebagai tamu undangan yang merupakan bagian dari rencananya Dhafin,” jelas Pak Raynald melihat Lora yang menatapnya heran. “Ayah tahu tentang rencananya Mas Dhafin?” tanya Lora terkejut sekaligus tak menyangka. “Of course, Sweetheart. Hotel ini milik keluarga ibumu. Tentunya kami memiliki akses untuk itu bahkan pihak Dhafin yang meminta izin ke kita,” jawab Pak Raynald.“Kenapa Ayah nggak memberitahuku atau Kak Sham?” tanya Lora setengah protes. Pak Raynald terkekeh kecil seraya mencubit hidung mancung putrinya. “Biar menjadi surprise, Sayang. Sebenarnya ayah juga baru tahu dua hari sebelum acara.”Lora manggut-manggut

    Last Updated : 2025-02-06
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   240. Ini Abang

    Dhafin tertawa pelan membuat Zelda dan beberapa orang diantara mereka melongo sejenak. Pasalnya pria yang jarang sekali tersenyum itu kini tertawa. Dan itu karena Lora! “Nggak, Lora, kamu salah paham. Mana mungkin aku nggak peduli sama putraku sendiri?”“Aku menyusun semua rencana ini tanpa melibatkan siapapun termasuk orang tuaku. Aku bertindak sendirian dengan dibantu oleh orang suruhanku.”“Sebelum kamu menyerahkan bukti itu, aku udah menemukan bukti dalam bentuk CCTV yang sangat akurat. Makanya waktu itu aku bilang percaya dengan bukti yang kamu berikan,” lontarnya. Ia menjeda sejenak untuk mengambil napas. “Bagaimana? Apa masih ada hal yang mengganjal di hatimu? Bilang aja, jangan dipendam. Aku siap menjelaskan semuanya.”Lora menggeleng pelan, semua penjelasan Dhafin sudah sangat jelas. “Semua udah clear.”Dhafin tersenyum sebagai balasan lalu mengalihkan pandangannya pada orang tua Lora. Ia pun maju untuk mencium tangan mereka dengan sopan. "Om, Tante… saya sama sekali tidak

    Last Updated : 2025-02-08
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   241. Kenakalan Balita

    “Abang Al?”Lora mengusap lembut kepala putranya dan mengangguk. “Iya, Nak, Abang.”Tanpa diduga, Zora beranjak berdiri dari pangkuan sang ibu dan langsung mencium nisan kakaknya sambil menepuk-nepuk pelan. “Abang Al, ini Oya. Oya cayang Abang.”Azhar pun mengikuti apa yang dilakukan oleh kembarannya membuat semua orang terharu terutama Lora yang kembali dibuat menangis oleh tingkah mereka.Satu-persatu dari mereka pun mengobrol dengan almarhum Altair seolah-olah sosoknya hadir di sini.Hingga tanpa terasa waktu sudah beranjak sore dan mereka pun memutuskan mengakhiri acara ziarah ini. Namun, Lora masih ingin tetap di sini sejenak dan meminta mereka untuk kembali ke mobil lebih dulu.“Beri aku waktu sebentar aja untuk quality time bersama putraku. Habis itu aku akan menyusul ke mobil,” pintanya. “Baiklah, Sayang. Hati-hati, ya, dan jangan berbuat macam-macam,” balas Dokter Radha sekaligus memperingatkan, khawatir Lora akan melakukan hal tidak terduga.Lora hanya mengangguk sebagai t

    Last Updated : 2025-02-09
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   242. Azhar Minta Maaf, Tante

    Lora memarkirkan mobilnya di garasi kediaman keluarga Brighton berjejeran dengan mobil lain yang dijadikan koleksi. Hari ia pulang sedikit telat karena harus membantu mengatasi masalah ringan di restoran.Dirinya pulang kemari sendirian tanpa didampingi Mira yang memilih pulang ke rumahnya.Wanita yang mengenakan setelan tunik dilengkapi celana kulot longgar itu berjalan memasuki rumah.Raut wajah yang semula sumringah itu seketika berubah ketika mendengar bentakan seseorang bersumber dari arah ruang tengah.“Kubilang berhenti, ya, berhenti! Jangan mendekat!”Lora dengan langkah cepat sekaligus khawatir menghampiri sumber suara. Pikirannya langsung tertuju pada anak-anak. Beberapa meter dari arahnya, ia melihat Amina yang berlutut di dekat si kembar yang tampak ketakutan.Belum cukup sampai sana, ia dibuat jantungan ketika melihat Florence yang mendorong tubuh kecil Zora hingga menghantam lantai.“Florence!” teriaknya penuh amarah.Lora segera berlari kencang mendekati Zora yang sud

    Last Updated : 2025-02-10
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   243. Masih Belum Bisa Menerima

    Florence tersenyum miring. “Pantesan jadi anak manja gitu.” Lora mengepalkan tangannya geram dengan tatapan berubah tajam. “Jangan seenaknya menjudge kalau kamu sendiri juga seperti itu.”“Ngaca! Kamu pun dimanja sama Ayah dan Ibun dengan segala kemewahan dan kasih sayang yang seharusnya menjadi milikku. Bahkan kamu sepertinya enggan melepaskan semua itu!” lontarnya sengit tanpa sadar. “Apa kamu bilang?!” Sekarang gantian Florence yang geram mendengar perkataan Lora. Diingatkan kembali tentang statusnya membuat ia tidak terima dan marah. “Kenapa? Nggak terima kan aku bilang gitu? Sama! Itulah yang kurasakan tadi.” Lora menarik dalam-dalam guna mengontrol emosinya yang hampir meledak. “Aku tau kamu belum bisa menerima kehadiranku di keluarga ini. Kalau memang kamu membenciku, jangan lampiaskan pada anak-anak yang nggak tau apa-apa. Ini masalah kita berdua, jadi urusannya denganku,” katanya.Florence mendengus kasar. “Itu kamu sadar. Asal kamu tau aja, kehadiranmu dan anak-anak di r

    Last Updated : 2025-02-11
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   244. Hanya Orang Baru

    Dokter Radha menggeleng tidak setuju. “Nggak boleh! Ibun nggak izinkan kamu pulang malam ini. Perhatikan kondisi Zora. Nggak baik pulang malam-malam apalagi perjalanannya jauh.”“Ibun udah bilang kan tadi? Zora memang baik-baik aja sekarang, tapi masih perlu dipantau. Di sini aja dulu sampai Zora sembuh,” cegahnya. Lora terdiam dan merenung. Perkataan ibunya memang benar. Keadaan Zora tidak memungkinkan untuk diajak pulang, takutnya akan kambuh lagi.Banyak orang yang bilang bahwa sakit bila sudah kambuhan lagi pasti akan lebih parah dari sebelumnya. Ia tidak boleh egois dengan mengorbankan kesehatan putrinya. "Jangan mengambil keputusan dalam keadaan emosi, Lora." Dokter Radha berpindah tempat di samping Lora yang sebelumnya menjadi tempat duduk Amina. Ia sangat mengerti, Lora sekarang ini tengah kecewa kepadanya karena terkesan membela Florence. "Ibun nggak bermaksud membela Florence karena wataknya memang seperti itu.”“Dan lagi, kami semua menerima kehadiranmu. Mungkin Florence

    Last Updated : 2025-02-12
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   245. Tamu Tak Terduga

    Pak Raynald mengusap kepala putrinya lembut. Dari awal, ia sudah bisa memprediksi bahwa dua putrinya ini akan sulit untuk saling menerima. Ini masih menjadi PR-nya yang belum mampu menyatukan keduanya. "Ayah tidak membela siapapun di sini.”“Ayah juga tidak membenarkan tindakan Florence yang sudah mendorong Zora sampai penyakitnya kambuh.”“Tetapi cobalah kau melihat sisi baiknya. Florence melakukan semua itu agar si kembar tidak terluka karena terkena pecahan kaca. Hanya saja cara menegurnya yang salah," jelasnya. Lora mendengus keras dan mengalihkan tatapannya ke depan. Penjelasan sang ayah sama seperti yang dikatakan ibunya tadi. “Nggak ada sisi positifnya, Yah. Zora tetap terluka karena kambuh.”“Setidaknya Azhar tidak ikut terluka, bukan?" Pak Raynald memegang bahu Lora dan menghadapkan ke arahnya. “Lora, dengarkan Ayah. Florence memang seperti itu wataknya.”“Dia sangat jarang berinteraksi dengan anak-anak sehingga tidak tahu bagaimana menegur secara baik-baik. Dia tadi memili

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   266. Perlakuan Manis

    Lora bergidik ngeri padahal Grissham mengatakannya dengan suara tenang seperti biasa. Namun, entah kenapa ia merasa merinding ketika mendengarnya.Seperti ada ancaman tersirat di dalamnya. Ia menggelengkan kepala dan memilih segera menghabiskan makanannya yang tersisa sedikit.Grissham tersenyum kecil melihat respon calon istrinya ini. Ia meletakkan sendok dan garpu ke dalam piringnya yang sudah kosong lantas mendorong ke tengah meja.Dengan tangan yang terlipat di atas meja, Grissham menatap Lora lekat-lekat. Ia memperhatikan setiap gerakan kecil wanita itu yang selalu menarik di matanya.Lora yang merasa ditatap pun menjadi salah tingkah dibuatnya meski sudah sering. Kepala tertunduk menghindari bertemu pandang dengan Grissham. “A-apaan sih, Kak? Kenapa menatapku seperti itu?”Grissham tidak menjawab melainkan mengulurkan tangannya lalu mengusap sudut bibir Lora yang terdapat sisa makanan. “Bibirmu sedikit belepotan. Rupanya kau tidak pernah berubah, ya.”Sontak, tubuh Lora menegan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   265. Lunch Bersama

    “Assalamu'alaikum, Lora, calon istriku.”Lora yang semula fokus pada laptop mengangkat kepalanya lalu menyunggingkan senyum begitu melihat seseorang yang baru saja masuk. “Waalaikumsalam, Kak Sham.”Grissham berjalan menghampiri Lora yang duduk di kursi kerja dan berdiri di seberangnya. Ia menumpukan tangannya di atas meja dengan sedikit mencondongkan tubuh. “Tampaknya kau sangat sibuk. Apa kau sedang banyak pekerjaan, hm?” tanyanya.“Cuma ngecek laporan keuangan bulanan aja sih. Ini udah selesai kok.” Lora mengeluarkan semua tab dalam laptopnya lantas menekan tombol ‘Shutdown’ untuk menonaktifkan.Grissham tersenyum lebar dan menegakkan tubuhnya. “Baguslah, aku ingin mengajakmu makan siang bersama.”Lora menutup laptopnya setelah memastikan benar-benar mati. Ia beranjak dari duduknya lalu mendekati Grissham. “Boleh, mau makan dimana?”“Di sini saja agar tidak jauh-jauh. Untuk apa makan di luar kalau kita sendiri mempunyai restoran?” Grissham menggandeng tangan Lora, mengajak keluar

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   264. Ajarkan Aku Mencintaimu

    “Apa kau bahagia hari ini, Lora?” tanya Grissham menatap Lora yang tengah memandang ke arah langit malam.Keduanya sekarang ini duduk di salah satu kursi panjang taman samping mansion yang luas. Masih dengan memakai baju batik couple serta riasan yang belum di hapus.“Iya, aku bahagia, sangat.” Lora menatap Grissham sejenak disertai senyum manis lalu kembali menatap ke atas. “Jujur, ini pertama kalinya aku berada di momen ini. Dan aku merasa… berharga.”Grissham mengerutkan keningnya. “Pertama kali? Memangnya saat bersama Dhafin dulu kau tidak….” Ia langsung menghentikan perkataannya melihat Lora yang langsung melunturkan senyum. “Ah, iya, aku lupa.”Lora kembali menatap Grissham dengan wajah sedikit murung. “Kakak kan tau sendiri gimana pernikahanku sama Mas Dhafin. Mana ada acara lamaran kayak gini?”Grissham menjadi tidak enak. “Maaf, Lora, aku benar-benar lupa tentang itu.”Lora kembali mengulas senyuman. “Nggak papa. Makasih, ya, Kak, udah datang kemari dan menunjukkan keseriusa

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   263. Calon Istri

    Lora tidak langsung menjawab, melainkan berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang menggila. Ia tak menduga Grissham bisa seromantis ini bahkan tanpa membawa teks.Dalam hati, wanita itu merasa terharu sekaligus dicintai sebegitu dalamnya. Sebelum menjawab, Lora mengalihkan tatapan ke arah orang tuanya. Mereka mengangguk kompak seakan memberi isyarat agar dirinya segera menjawab. Ia kembali menatap Grissham sambil menarik napasnya.“Bismillahirrahmanirrahim…. Dengan restu Ayah sama Ibun dan seluruh keluarga besar, aku bersedia menikah denganmu, Kak Sham,” ujarnya disertai senyuman.Seruan syukur terucap bebarengan hingga terdengar memenuhi ruangan. Lora menghembuskan lega, berhasil menyelesaikan bagiannya dengan lancar tanpa terbata-bata. Selanjutnya, ada pertukaran cincin. MC pun memanggil seseorang yang bertugas membawakan cincin itu. Tak lama, datanglah seorang gadis kecil berusia sekitar sepuluh tahun yang merupakan anak dari sepupu pertama Lora. Di tangannya membawa kotak

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   262. Melamarmu

    Ruang tamu di mansion utama keluarga Kusuma yang sangat luas itu tampak indah dengan beberapa ornamen bunga sebagai hiasannya. Di bagian depan yang menjadi panggung utama terdapat dua kursi dan dekorasi sederhana bertuliskan ‘G & L’ pada dindingnya. Ya, hari ini atau lebih tepatnya malam ini acara pertunangan Lora dengan Grissham akhirnya digelar. Acaranya berlangsung secara intimate yang hanya dihadiri oleh sanak saudara dan orang terdekat saja. Beberapa tamu sudah mulai berdatangan karena memang acaranya dilaksanakan pukul tujuh dengan tujuan agar tidak kemalaman. Sementara itu, sang pemeran utama masih berada di kamar sedang bersiap. Ia membiarkan MUA menyiapkan penampilannya di hari istimewa ini, mulai dari make-up hingga tatanan kerudung. “Sudah selesai.” “Cantik banget, Mbak Lora.” Lora tersenyum menanggapi ucapan mereka dan mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu bersiap-siap. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Di sana dirinya tampak sangat cantik dengan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   261. Pilihan Akhir Lora

    Lora berdiri dengan perasaan resah. Kedua bola matanya bergerak liar untuk menghindari tatapan Dhafin yang terasa menusuk itu. Ia bingung, tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Otaknya tiba-tiba terasa kosong. Kedatangan Dhafin kemari saja sudah membuatnya kaget bukan main. Lora tak pernah menduga hal yang ditutup-tutupi dari Dhafin akhirnya terungkap sekarang. Ya, meskipun pria itu akan tahu nantinya, tetapi bukan berarti secepat ini juga. “Lora,” panggil Dhafin terdengar sangat dingin bercampur geram. Ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Namun, ia ingin mendengar langsung penjelasan dari mulut Lora sendiri. “Ee… itu… a-aku… aku….” Lora berkata dengan gagap hingga tanpa sadar mengeratkan pegangan tangannya pada lengan sang ayah seolah meminta bantuan. Pak Raynald yang menyadari itu dan mulai bisa membaca situasi menoleh pada putrinya. “Apa kau belum belum memberitahu Dhafin tentang ini, Princess?” “Ayah…” Lora menatap ayahnya melas dan menggeleng samar. Tangannya semakin

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   260. Perjuangkan Cintamu, Dhafin!

    Lora lagi-lagi menggeleng tegas. “Nggak usah, Mas Dhafin. Udah jelas orang tuaku nggak setuju, jadi percuma aja. Jangan membuang waktu untuk keputusan yang udah final.” ‘Maaf, Mas. Aku cuma nggak ingin kamu tau kalau aku udah dijodohkan sama Kak Sham. Kamu pasti akan lebih kecewa lagi,’ lanjutnya dalam hati seraya menatap Dhafin dengan perasaan bersalah. “Tapi, Lora–” Drrtt! Ucapan Dhafin terpotong oleh suara dering ponsel milik Lora. Wanita itu segera mengangkat telepon dan berbincang sejenak dengan sang penelepon yang ternyata dari Amina. Setelah mengakhiri telepon, Lora kembali memusatkan perhatiannya pada Dhafin. “Mas Dhafin, aku udah mantap dengan keputusanku. Aku minta maaf atas jawabanku yang mengecewakan.” “Aku pamit pulang duluan, ya, Mas. Si kembar udah mencariku.” Ia lantas beranjak dari duduknya sambil sedikit menunduk. “Sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu, assalamu'alaikum,” pamitnya lantas berlalu meninggalkan Dhafin sendirian. “Wa’alaikumsalam.” Dhafin me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   259. Keputusan Bulat

    “Apa?” Dhafin sedikit melebarkan mata tajamnya. Netra berwarna coklat itu memperlihatkan keterkejutan yang tak mampu disembunyikan.Ia berharap salah mendengar. Namun, suara Lora yang pelan seakan-akan berdengung di telinganya membuat napasnya tercekat.“Iya, Mas, orang tuaku nggak setuju kalau kita rujuk.” Lora mengulang perkataannya. Ia menatap tepat di kedua bola mata Dhafin seolah menegaskan bahwa ucapannya tidak main-main.Dhafin tertegun dengan jantung yang mempompa liar. Hatinya mencelos serasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Jadi, Lora menolak rujuk karena orang tuanya tidak setuju.“Kenapa nggak setuju? Padahal semuanya baik-baik aja. Bukankah mereka udah memaafkanku?” tanyanya yang terdengar seperti protes.Lora mengangguk sembari melipat tangannya di atas meja. “Mereka memang memaafkanmu, tapi bukan berarti bisa kembali. Orang tuaku punya kekhawatiran yang besar padaku yang akan terluka lagi kalau kita rujuk.”Dhafin merasakan dadanya bergemuruh hebat mendengar pengaku

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   258. Satu Jawaban

    [Assalamu'alaikum, Mas. Apa hari ini kamu ada waktu untuk bertemu?][Aku ingin membahas kelanjutan permintaan rujuk waktu itu sekaligus memberikan jawaban. Rasanya nggak enak kalau lewat telepon][Waalaikumsalam, Lora. Sepulang kantor nanti sore aku free. Ingin bertemu dimana?][Di kafe dekat kantormu aja. Bisa kan?][Bisa-bisa, sampai bertemu nanti]Itu merupakan sepengal pesan yang dikirimkan oleh Lora siang tadi. Dhafin jadi kembali teringat dengan permintaan mantan istrinya yang ingin minta petunjuk lewat sholat Istikharah selama seminggu.Tanpa terasa tibalah hari ini saatnya Dhafin mendengar jawaban itu. Sungguh, ia sangat antusias dan tidak sabar ingin segera bertemu Lora. Ia berharap jawaban yang diberikan oleh Lora sama seperti yang dirinya punya usai melaksanakan sholat Istikharah juga.Kini, pria berparas tampan itu duduk sendiriam di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Tubuhnya bersandar pada kursi sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Ia menunggu kehadiran

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status