Share

Bab 85.

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 20:47:31

Kai dan Sera duduk di bangku taman dengan es krim di tangan. Angin sepoi-sepoi menemani mereka, sementara Sera tampak menikmati setiap suapan dari wadah es krimnya yang berisi tiga scoop es krim rasa mangga, kelapa, dan cokelat. Wanita hamil itu sejak pagi sudah bersiap-siap untuk momen kecil ini, keinginan makannya benar-benar tak bisa ditunda.

Kai tersenyum melihat wajah Sera yang berseri-seri sambil menjilat es krimnya. “Kamu suka?” tanyanya lembut, sambil memandang Sera penuh perhatian.

Sera mengangguk antusias. “Suka banget, Mas. Ini bener-bener bikin aku keinget waktu SMA.”

“Kenapa memangnya?” tanya Kai penasaran.

Sera tersenyum kecil sambil memainkan sendok plastiknya. “Dulu aku sering banget makan es krim kayak gini. Aku sama temen-temenku suka keluyuran, mampir ke kedai es krim, terus ngobrol sampai lupa waktu.”

Kai tertawa kecil. “Kedengarannya seru. Siapatemenmu?”

Sera mendadak meringis. Ada sesuatu di wajahnya yang sulit diterjemahkan, seolah-olah kenangan itu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 86.

    Sera melangkah tergesa-gesa di lorong rumah sakit, sepatu flat-nya beradu lembut dengan lantai keramik dingin. Bau antiseptik yang tajam menyeruak, membanjiri indranya dan mengingatkan bahwa ia sedang berada di tempat yang selalu ia hindari. Setiap langkahnya terasa berat, seolah membawa beban yang tak terlihat di pundaknya.Ketika ia mendorong pintu kamar rawat inap itu, pandangannya langsung tertuju pada Mamanya. Wanita itu duduk sendirian di sofa kecil di sudut ruangan, tubuhnya membungkuk sedikit ke depan, kedua tangan saling menggenggam di pangkuannya. Wajahnya terlihat lelah, dengan lingkaran gelap di bawah matanya, tapi tidak ada air mata yang mengalir. Tidak ada tangisan histeris yang Sera bayangkan sebelumnya.“Mama...” Sera memanggil pelan, suaranya bergetar, seperti anak kecil yang memohon perlindungan.Fara tersentak kecil, menoleh ke arah putrinya. Tatapannya melembut saat melihat Sera, tapi senyum yang biasanya hangat kini terasa hambar, hampir kosong.Sera berjalan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 87.

    Sera melangkah pelan ke sisi ranjang ayahnya. Matanya menyapu wajah Dani yang pucat, nyaris tanpa ekspresi. Hanya suara mesin monitor yang terus berdetak pelan menandakan bahwa hidupnya masih bertahan. Dengan gemetar, ia duduk di kursi di samping ranjang dan menggenggam tangan ayahnya yang dingin dan lemah."Papa..." bisik Sera, suaranya hampir tak terdengar. Ia menarik napas dalam, mencoba menahan getar di dadanya. "Sera di sini, Pa. Papa nggak perlu khawatir lagi. AMas Kai bisa di andalkan. Terakhir kali Papa dan Mas Kai bersama memang gak mengenakkan. Tapi, Pa. Aku yakin sekarang.. Mas Kai bisa jaga aku."Air matanya jatuh, tapi ia tetap berusaha tersenyum. Dengan lembut, ia memindahkan tangan Dani yang lemas ke atas perutnya yang mulai membulat. Seolah mendengar panggilan itu, bayi yang ada di dalamnya bergerak, memberi tendangan kecil yang mengejutkan Sera."Papa... ini cucu Papa," lanjutnya, suaranya bergetar. "Papa kerasa, gak? Dia nyapa Papa. Dia kayaknya mau bilang Eyang, i

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 88.

    Para pelayat mulai berdatangan, memenuhi ruang duka dengan suasana yang tenang namun sarat kesedihan. Aroma bunga melati dan krisan memenuhi udara, bercampur dengan keheningan yang terasa berat. Beberapa pelayat berbisik, sementara yang lain hanya menunduk dalam doa, memberi penghormatan terakhir kepada Dani. Fara duduk di kursi dekat jasad suaminya yang terbaring tenang di dalam peti. Wajahnya tak menyiratkan kesedihan yang berlebihan, namun ada duka mendalam yang terpancar dari caranya mengusap lembut pipi Dani dan membelai alis tebal pria itu. Gestur kecil penuh kenangan yang hanya dimengerti oleh hati seorang istri. Sesekali, air matanya jatuh, namun Fara tak pernah meratap. Ia hanya menghela napas panjang, berusaha menerima kenyataan bahwa pria yang telah menemaninya lebih dari separuh hidup kini telah pergi. “Istirahatlah, Dan,” bisiknya lirih, lebih kepada dirinya sendiri. Di sisi lain ruangan, Sera duduk bersandar di bahu Kai. Sesekali, ia menutup wajah dengan tangannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 89.

    Setelah pemakaman selesai, suasana perlahan mulai lengang. Para pelayat telah kembali ke kehidupan masing-masing, menyisakan keheningan yang terasa begitu mencekam.Hanya Kai dan Fara yang masih berdiri di dekat makam Dani, memandangi tanah basah yang kini menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.Udara sore terasa berat, seolah-olah ikut meresapi kesedihan yang menggantung di antara mereka. Kai menarik napas panjang, mencoba mencari kekuatan untuk memecah kesunyian. Ia menoleh ke arah Fara, yang sejak tadi hanya diam menatap batu nisan suaminya.“Ma…” Kai memanggil lembut, suaranya rendah tapi penuh perhatian. “Sudah sore. Yuk, kita pulang.”Fara tidak langsung menjawab. Tatapannya tetap tertuju pada makam, seakan enggan meninggalkan tempat itu. Namun setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan. “Mari kita pulang.”Kai melangkah pelan di sampingnya, berjalan menyusuri jalur pemakaman yang sunyi. Sesekali ia melirik Fara, mencoba membaca apa yang tengah dirasakan wanita itu. Meski

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 90.

    Kai tengah menyesap kopinya saat ia mengingat kejadian siang tadi di rumah Sera.Rumah keluarga Sera penuh sesak siang itu. Suara percakapan dan langkah-langkah kecil para tamu bergema di setiap sudut. Kehadiran keluarga besar Haryadi membuat suasana semakin ramai, menambah kesan megah pada rumah yang sudah besar itu.Di antara keramaian itu, Lukas berdiri agak di sudut, sedikit menjauh dari hiruk-pikuk. Matanya memindai sekeliling, mencari wajah-wajah yang familiar. Ia tidak menyapa siapa pun, bahkan Sera, seseorang yang pernah mengisi ruang penting di hidupnya.Begitu pandangannya menemukan Sera, ia melihat wanita itu tersedu di pelukan Kai. Lukas mendadak berhenti bergerak. Pemandangan itu, dulu, pasti akan menciptakan rasa tak nyaman yang menyayat hatinya. Tapi kali ini, tidak. Ada sesuatu yang lain yang menarik perhatiannya.Di dekat jendela besar ruang tamu, berdiri seorang wanita. Elli. Wajahnya menghadap keluar, tapi tubuhnya kaku, seolah sedang menanggung beban yang berat.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 91.

    Dua hari setelah pemakaman, Elli sedang duduk di ruang kerjanya ketika ponselnya berdering. Nama Om Herman muncul di layar, membuatnya menarik napas panjang sebelum mengangkat panggilan itu. Suara Herman terdengar tegas, langsung memberitahu bahwa akan ada audit internal di perusahaan yang Elli pimpin sekarang. Setelah itu, keluarga besar akan berkumpul untuk merapatkan siapa yang akan meneruskan kepemimpinan perusahaan. Elli mendengarkan dengan tenang, tanpa menunjukkan perlawanan sedikit pun. “Baik, Om. Saya akan mengikuti semua prosedurnya,” jawab Elli dengan nada dingin, sebelum menutup telepon.Entah sejak kapan, Fara sudah berdiri di ambang pintu ruangan yang dulu menjadi ruang kerja suaminya. Wanita itu menghampiri anak sulungnya. Ia menepuk pundak Elli perlahan, membuat putrinya menoleh. “Elli... Kamu sudah siap ‘kan, Nak? Kamu benar mau ngelepas semua ini? Beberapa minggu lalu kamu malah masih keras kepala untuk meneruskan semuanya,” tanya Fara, suaranya lembut namun sarat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 92.

    Saat Elli membuka mata, dari posisinya Lukas tampak gagah dengan postur tubuh yang kekar dan berotot bahkan kini dia dihiasi dengan kilauan yang memancar akibat keringat yang bercucuran. Elli dan Lukas sama-sama mengejar tujuan yang sama. Sebuah pelepasan yang melegakan dan sangat dinanti. Lukas berusaha untuk memuaskan Elli yang terus meminta lebih. Bosan dengan posisi yang pada umumnya, Elli berbisik di telinga Lukas saat pria itu meruntuhkan tubuhnya. “Sekarang giliranku,” pintanya dengan suara yang sangat menggoda. Wanita itu menaiki Lukas dengan penuh percaya diri. Membiarkan milik Lukas tertancap sempurna dan menusuk titik sensitifnya berkali-kali, membuatnya semakin tak karuan di atas sana. Lukas sangat menikmati cara Elli memberikan kenikmatan. Sehingga Lukas membantu wanitanya untuk naik turun dengan lebih lembut, menuntun pergerakannya agar lebih teratur dan memberikan sensasi luar biasa. Baik Elli dan Lukas merasakan kenikmatan dan menyebut nama satu sama lain dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 93.

    Elli terdiam sejenak, memandang Sera dengan ekspresi dingin. "Lo... lo kenal Lukas?" tanyanya singkat, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Sera belum sempat menjawab ketika Kai muncul dari balik punggung istrinya, sudah rapi dengan jas kantor. Pria itu menatap Elli sambil memasang wajah dingin."Tentu aja kenal, Elli. Lukas itu keponakan gue. Dan buat info tambahan, dia juga mantan gebetannya Sera," kata Kai santai, tapi kalimatnya cukup untuk membuat Elli terdiam dengan mata melebar.Elli menatap Sera sejenak, mencoba mencerna informasi itu. Biasanya, mendengar hal seperti ini akan membuat amarahnya tersulut. Tapi kali ini, entah kenapa, dia hanya menghela napas panjang dan memilih untuk tidak menanggapi. "Gue ke kamar," gumam Elli sambil melangkah menaiki tangga.Namun, saat dia berpapasan dengan Kai di tangga, langkahnya terhenti. Pria itu, meski tidak menunjukkan nada marah, menatapnya dengan penuh arti. "Elli, gue cuma mau ngingetin satu hal. Lo nggak bisa sembarangan, apalagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   183 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, tangan memegang ponsel sambil menunggu mobil jemputannya datang. Sore itu, gedung sudah mulai lengang, sebagian besar karyawan sudah meninggalkan kantor. Ia sengaja ingin pulang sendiri hari ini, ingin menikmati waktu tanpa terlalu banyak interaksi. Namun, suasana hening itu terpecah oleh suara yang akrab. “Ann,” panggil seseorang dari belakang. Anna menoleh dan melihat Eric berdiri tak jauh darinya. Pria itu tampak rapi seperti biasa, dengan dasi yang sedikit longgar dan jaket di lengannya. Ada senyum tipis di wajahnya, meskipun matanya tampak lelah. “Kamu belum pulang?” tanya Eric sambil mendekat. Anna mengangguk kecil. “Iya, lagi nunggu mobil. Bapak nggak lembur?” Eric menyelipkan tangan ke dalam saku celananya, menatap Anna dengan tenang. “Saya pulang lebih awal hari ini. Mau makan di luar, tapi rasanya nggak enak makan sendiri. Mau menemani saya?” Anna terkejut dengan tawaran itu. “Makan? Kenapa nggak ajak Kak Khalif aja? Dia kayakn

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   182 - S3

    Pagi itu, Anna turun dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah, menandakan ia baru saja selesai mandi terburu-buru. Ketika memasuki ruang tamu, langkahnya terhenti saat melihat Khalif sedang berbincang akrab dengan Eric. Eric duduk santai di sofa dengan segelas kopi di tangannya. Khalif, yang duduk di sebelahnya, terlihat santai namun mata jenakanya langsung menangkap kehadiran Anna. “Selamat pagi, Ann,” sapa Khalif dengan senyum lebar. “Lo mau berangkat? Udah jam berapa nih? Kalau nggak berangkat sekarang, nanti telat loh.” Anna mengerutkan kening, bingung. “Iya, tapi masih nunggu Abel, Kak.” Khalif berdiri, menepuk bahu Eric dengan nada penuh kelakar. “Berangkat sama Eric aja, Ann. Kalian kan satu kantor. Jadi kalian bisa barengan.” Eric memandang ragu Khalif, “Gue kira Anna setiap pagi berangkat dengan Om Kai?” Khalif tertawa kecil, “Gue kira juga gitu awalnya, tapi nggak ada yang tahu Anna itu anak Om Kai. Selama ini dia terus-terusan berangkat bareng sama

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   181 - S3

    Di ruang kerja Kai yang hangat dan beraroma kayu, Khalif duduk berhadapan dengan pamannya. Secangkir kopi hangat berada di hadapannya, tetapi tidak banyak disentuh.Matanya memandang keluar jendela besar yang memberikan pemandangan kebun belakang rumah Kai. Ada keraguan di wajahnya, tetapi ia tahu pembicaraan ini perlu dilakukan. Kai, yang tengah memeriksa laporan di laptopnya, mendongak dan menatap Khalif dengan tatapan penuh perhatian. “Apa yang ingin kamu bicarakan, Khal? Dari tadi kamu kelihatan gelisah.” Khalif menghela napas panjang sebelum menatap Kai dengan serius. “Om, menurut Om Eric gimana?”Kai berhenti dari aktifitasnya dan sekarang menatap Khalif dalam. “Gimana dalam konteks apa, Khal?”“Pernyataan suka Eric ke Anna kemarin, gak main-main, Om. Sebagai temen, aku pengen tahu tanggapan Om tentang Eric.” Kai menyandarkan punggungnya pada kursi. “Sejujurnya, ada yang mengganggu pikiran Om, Khal. Keluarga Williams itu bukannya cukup terpandang di Inggris? Om masih sanga

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   180 - S3

    Anna terduduk di salah satu sudut teras rumahnya, memandangi bintang-bintang yang berkerlip di langit malam. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa aroma wangi dari taman kecil yang tertata rapi di sekitarnya. Ia menghirup udara malam dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang dipenuhi oleh berbagai ingatan yang kini mulai terhubung. Eric. Nama itu terngiang-ngiang di benaknya. Ia tidak menyangka pria tampan yang kini sering membuatnya merasa gugup adalah teman masa kecilnya. Memori itu memang kabur, tapi ada sesuatu yang membuat Eric terasa familiar. Cara Eric tersenyum, cara matanya menatapnya, semua itu perlahan-lahan membangunkan ingatan-ingatan lama yang sempat terkubur oleh waktu.“Ngapain sendiri di sini, Kak?” suara Leon tiba-tiba memecah keheningan. Anna menoleh dan melihat adiknya. Leon, yang kini duduk di sebelahnya, membawa serta minuman dingin di tangannya. Sejak Raiden memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Inggris, Leon jadi lebih sering mengikuti Anna. Jika

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   179 - S3

    “Anna, gimana rasanya akhirnya ketemu calon suami setelah sekian tahun berlalu?” tanyanya sambil menyeringai jahil. Semua orang di meja tertawa kecil, kecuali Anna yang langsung melotot malu ke arah Khalif. “Kak Khalif, siapa juga yang bilang kayak gitu?” protes Anna, mencoba terdengar tegas, meskipun wajahnya sudah memerah seperti tomat.Khalif hanya mengangkat bahunya santai. “Yah, waktu kamu kecil, kamu bilang mau nikah sama Eric. Gak mau balik ke Indonesia. Maunya di nikahi sama Khalif. Kalau dulu masih bayi, jadi gak boleh! Kalau sekarang kamu ‘kan udah dewasa, Eric juga udah sanggup menafkahi kamu. Umur kalian cocok,” lanjut Khalif dengan nada bercanda, membuat semua orang di meja makan terhibur.Sera dan Kai yang duduk di ujung meja ikut tertawa, meskipun mereka tidak berkata apa-apa. Mereka tampak menikmati momen itu, terutama melihat Khalif yang begitu riang menggoda adiknya. Leon, si bungsu, hanya menatap bingung sambil menggigit ayam di piringnya. “Calon suami? Kok aku n

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   178 - S3

    Langit Jakarta mulai meredup saat Anna melangkah keluar dari lobi Miracle Group. Rasa lelah setelah seharian bekerja membuatnya ingin segera pulang dan beristirahat di rumah. Ia meraih ponsel untuk memesan taksi online, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara yang sangat familiar memanggil namanya. “Annalie!”Anna mendongak, dan senyumnya langsung merekah saat melihat sosok Khalif berdiri di dekatnya. Kakak sepupunya itu tampak santai dengan kemeja putih dan celana bahan hitam, tetapi seperti biasa, kehadirannya memancarkan aura yang menarik perhatian.Bagaimana tidak, rambut kemerahan dan warna mata hijaunya sangat memukau. Belum lagi badan tingginya dan rambut yang tata rapi itu.“Kak Khalif!” serunya, langsung berlari kecil ke arahnya. Tanpa ragu, ia memeluk Khalif erat.Khalif tertawa kecil sambil membalas pelukan itu. “Santai dong, Na. Kangen banget ya?”Anna tertawa, matanya berbinar. “Aku selalu kangen sama Kak Khalif! Ngapain di sini? Nggak bilang-bilang dulu.”“Ya

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   177 - S2

    Koridor di lantai delapan Miracle Group tampak sibuk pagi itu. Karyawan berseliweran dengan dokumen di tangan, langkah kaki mereka terdengar cepat di atas lantai keramik yang mengilap. Di sudut pantry, Anna sedang menggenggam secangkir kopi sambil bercakap-cakap dengan Abel, sepupunya. “Lu tau nggak, Bel? Gue hampir aja dimarahin Bu Melani gara-gara laporan yang lu suruh revisi,” keluh Anna, matanya memicing ke arah Abel yang hanya tersenyum tipis. “Lu aja yang pelupa, Ann. Gue udah bilang hari Jumat kemarin, tapi lu malah sibuk nonton drama Korea di meja lu,” balas Abel santai sambil mengangkat bahu. Anna mendesah, mengangkat cangkir kopinya. “Oke, salah gue. Tapi serius, kalau Bu Melani ngomel lagi, gue bisa stres!” Abel tertawa kecil, namun sebelum sempat menjawab, suara langkah tergesa-gesa terdengar dari ujung koridor. “Permisi,” suara tegas seorang pria membuat Anna dan Abel menoleh. Eric Williams melangkah cepat ke arah mereka, mengenakan setelan jas abu-abu gelap

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   176 - S2

    Sera duduk di sofa ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya. Ia menatap pintu depan dengan senyum tipis saat mendengar suara mobil suaminya yang baru saja masuk ke garasi. Tak lama, Kai masuk dengan raut lelah namun tetap tersenyum begitu melihat istrinya. “Capek, Mas?” tanya Sera lembut sambil mendekat untuk menyambutnya. Kai mengangguk sambil melepas jas kerjanya. “Lumayan. Ada beberapa perubahan di kantor yang bikin sedikit berantakan. Tadi ada pembahasan tentang direksi yang dipindahkan ke pusat.” Sera membantu Kai menyimpan tas kerjanya di meja kecil dekat sofa. “Direksi dipindahin? Siapa, Mas? Berarti Mas tambah repot dong?” Kai duduk di sofa sambil menghela napas panjang. “Iya, sementara jadi agak chaos. Yang di pindah Reno, Direktur Sumber Daya. Eh iya, Sayang, tadi aku ketemu Eric. Eric temen Khalif itu.”Sera menatapnya dengan heran. “Eric? Eric yang tinggal London itu” Kai mengangguk sambil menuang segelas air mineral dari botol di atas meja. “Iya. Ing

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   175 - S3

    "Annaaaa!" Suara Erica terdengar dari kejauhan, diikuti lambaian tangan yang membuat beberapa orang menoleh ke arahnya. Anna, yang berjalan beriringan dengan Abel, langsung menoleh. “Gila, Erica, lo nggak bisa teriak lebih keras lagi, ya?” keluh Anna, tapi tetap tersenyum melihat sahabatnya yang selalu ceria itu. Erica mendekat dengan langkah cepat, senyuman lebarnya seperti tidak pernah luntur. "Lo tahu nggak? Hari gue luar biasa banget!" serunya sambil menggandeng lengan Anna. Abel hanya menatap Erica dengan ekspresi datar. “Hari lo luar biasa setiap hari, Erica. Apa lagi sekarang?” Erica mengabaikan komentar Abel dan menatap Anna dengan mata berbinar. “Lo nggak bakal percaya, An! Divisi gue kedatangan kepala divisi baru, cowoknya ganteng banget! Kayak aktor yang keluar dari layar TV! Gue berasa ngelihat Jacob Elordi lagi ngomong didepan gue. Sumpah, ganteng banget, Ann!” Anna tertawa kecil, meski penasaran. “Bentar, bentar. Ganteng doang, apa ada isinya?” tanyanya sambil m

DMCA.com Protection Status