Share

Bab 25.

Penulis: Ahgisa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-23 19:27:41

Kai mendampingi Diani hingga menuju kamarnya. Saat menginjakkan kaki di ruangan yang penuh dengan kenangan itu, Diani masih merasa sesak. Bulir-bulir kecil merembes di ekor matanya.

Kai memapah Ibunya duduk di tepian ranjang.

Dingin sprei yang melindungi kasur, disentuh oleh suhu hangat tubuh Diani. Sejenak, dia membayangkan dirinya yang akan tidur seorang diri mulai malam ini.

Mata Diani kemudian menatap foto pernikahannya dengan Samudera beberapa tahun lalu. Ada rasa sesak yang menghimpit, membuatnya mengenang masa lalu.

“Kamu tahu Kai, Ibu dulu juga terpaksa menikah sama Papamu. Sekarang melihat Papamu pergi, ibu baru menyadari, sudah selama ini Ibu menemani Papa. Ibu kira, ibu gak akan sanggup menemani Papamu yang cintanya gak habis di orang yang lama.”

Kai yang semula sedang merapikan kursi roda milik Diani, kemudian melambatkan gerakannya.

"Ibu tahu semuanya udah takdir, Kai. Tapi, kalau boleh Ibu minta tambahan waktu lagi, Ibu mau lebih berbakti sama Papa, mau lebih sayangin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 26.

    Setelah nasihat panjang yang Kai dapatkan dari banyak orang, interaksi keduanya tetap tak berubah, masih saja hening tanpa ada perbincangan berarti yang diharapkan Diani. Namun itu hanya dari sisi Kai, pria itu tak menyadari bahwa Sera telah berubah.Wanita itu bangun saat hari masih gelap, menikmati wajah tenang Kai yang masih terlelap. “Kalau aja Mas bisa nunjukin ekspresi ramah kayak gini kalau nanti bangun, aku pasti seneng banget. Rasanya pengen peluk Mas lama-lama.”Puas memandangi suaminya, Sera lantas berjalan menuju dapur, langkah kakinya perlahan menginjak lantai granit yang berkilau dan dingin. Sera tahu, Kai sangat menyukai kopi yang baru saja diproses. Wanita itu pun cekatan menggunakan mesin kopi yang baru saja ia pelajari saat tahu suaminya akan kembali ke Indonesia.Setelah menikah, wanita itu banyak belajar hal kecil mengenai Kai dan kebiasaannya dalam memulai hari, hingga saat dia selesai dengan aktivitas padatnya. Semua sudah terekam di kepala Sera.Meski terkesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 27.

    Suara jari yang beradu dengan papan ketik berhasil membangunkan Sera. Dia terusik sedikit tapi perasaan tak nyaman itu kontan membuatnya mendesis. Saat membuka mata secara perlahan, Sera melihat bayang-bayang duduk di pojok kamar. Punggung lebar yang tampak gagah, dengan bahu yang lapang untuk tempat bersandar yang nyaman."Aaa!" Sera terlonjak, dia menyadari adanya sosok manusia di kamar itu. Harusnya dia sendiri kan?"Ya ampun, Ra! Bikin kaget aja."Sera beringsut, sedikit bingung saat Kai sudah muncul di dekatnya. Padahal, dia tak mendengar adanya kebisingan sebelum Kai asik dengan laptopnya. "Mas? Ya ampun, Mas kapan pulang?" Ucap sera sambil mengucek matanya.Kai dengan sigap membantu Sera bangun dan menaruh bantal pada punggung Sera agar wanita itu nyaman jika ingin bersandar.“Sudah dari tadi. kamu kenapa bangun? Tidur lagi saja kalau kamu ngantuk,” ucap Kai yang kemudian segera mengalihkan pandangannya pada layar laptop di tangannya.Baju tipis Sera dengan perut menyembul te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 28.

    Semua orang yang mengira Kai mengabaikan saran mereka, namun seandainya mereka tahu apa yang dilakukan Kai hari ini, Mereka pasti akan merasa senang.Pria itu berhasil menurunkan egonya, walau mimik wajah yang datar dan intonasi bicara yang rendah masihlah menjadi khas Kai, tetapi pria itu telah mencoba. "Susunya udah diminum?" tanya Kai yang baru saja selesai mandi sepulang kantor.Pria itu secara mandiri membaca artikel dan penelitian tentang ibu hamil. Tanpa perlu disuruh.Setelah membacanya Kai punya kebiasaan baru, dia selalu masuk ke dalam kamar mandi setelah beraktivitas dari luar. Menurut penelitian, Ibu hamil lebih rentan terkena penyakit karena hormon dan sistem kekebalan tubuh yang berubah.Itu kenapa, pria itu kini selalu bersih dan wangi selepas kerja."Belum, belum sempet bikin." Sera menjawab, dia mengusap perutnya yang cukup menyembul sambil terus membaca buku yang berada di tangannya. Kai lantas beranjak menuju dapur. Susu khusus Ibu hamil yang dibelikan oleh Kai ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 29.

    Kai keluar dari kamar Ibunya dengan hati yang berat, usai mendapat ceramah panjang.Kata-kata sang Ibu masih terngiang-ngiang di kepalanya, "Ibu malu, Kai. Sangat malu. Semua kekacauan ini nggak pernah ibu bayangkan. Kehilangan Papa aja udah bikin hidup ibu kacau. Gimana sekarang Ibu harus menghadapi orang tua, Sera, Kai?" Ucapan itu menancap dalam di pikirannya, menyisakan rasa bersalah yang tak kunjung reda.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kekacauan di dadanya. Tanpa berpikir panjang, Kai berjalan menuju taman belakang. Kamar yang biasa menjadi tempatnya menyendiri kini harus ia bagi dengan Sera, wanita yang kini berstatus istrinya. Baru sebentar dia duduk, suasana rumah sudah terasa ramai. Si kembar, anak-anak Lila, bersama Noah, anak ketiganya, berlarian menuju kamar Ibunya. Tawa mereka menggema, seolah dunia di luar sana tidak pernah ada masalah. Kai memperhatikan mereka dengan tatapan kosong, merasa terasing di tengah kebahagiaan yang tampak dari kejauhan.Ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 30.

    Pagi itu, Sera terbangun lebih dulu, mendapati wajah sang suami, Kai, begitu dekat di hadapannya. Lengan hangat Kai melingkar di tubuhnya, membuatnya merasa terlindungi dan nyaman dalam kehangatan yang hanya mereka berdua miliki.Senyum Sera merekah perlahan, sementara pikirannya terbang melayang, ‘Aku nggak tahu apa yang bikin kamu berubah secepat ini, tapi semoga setiap hari bisa terus seperti ini, Mas.’ Tanpa ia sadari, Kai sebenarnya sudah bangun lebih dulu. Ia membiarkan Sera memandanginya lekat-lekat, seolah mengizinkan wanita yang menjadi ibu dari anaknya itu menikmati tiap detil wajahnya. Meski tangannya mulai kebas, Kai tak ingin bergerak.Lama-lama, tanpa disadari, ia terlelap lagi di tengah kehangatan tersebut.Ketika Kai benar-benar bangun, Sera sudah berdiri di depan cermin, mengenakan pakaian rapi. Tangan Sera sibuk menggosok tanda kemerahan di lehernya, berusaha menyamarkannya. "Padahal hari ini lagi panas, masa harus pakai turtle neck?" gerutunya pelan. "Memangnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 31.

    Diani berjalan dengan langkah pelan, menggandeng tangan menantunya, Sera. Mereka melewati lorong-lorong rumah sakit, menuju kamar di mana Fara dan Dani dirawat.Saat Diani melangkah masuk, matanya bergantian menatap Fara dan Dani, yang terbaring di brankar berbeda namun masih dalam satu ruangan, berjarak.‘Aku rindu kamu, Pa.’ Begitulah isi hati Diani saat ini. Seandainya suaminya masih bisa selamat, mungkin seperti ini lah bentuk kamar tempat mereka dirawat.“Masuk, Bu. Ruangan ini yang pesan Mas Kai sebelum kembali ke New York. Kemarin aku baru tahu kalau Ibu juga menempatkan perawat khusus buat Mama dan Papa. Terima kasih, Bu,” kata Sera sambil menggenggam tangan Diani.Diani hanya mengangguk saja. Rasanya ia tak pantas mendapatkan rasa terima kasih, ia cukup malu untuk berhadapan dengan orang tua Sera karena menyebabkan banyak kekacauan.“Ma, ini ada Ibu Diani. Ibunya Mas Kai,” ucap Sera sambil menepuk pundak Mamanya lembut.Wanita yang terlihat sangat kurus itu menoleh ke arah Di

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 32.

    “Ra, anggaplah ini takdir. Memang harus seperti ini jalannya. Jangan buat diri kamu mengasihani diri sendiri, Nak.” Diani mengusap punggung tangan anak menantunya yang ia genggam sejak tadi.Diani menatap lekat wajah menantunya, “Kamu pasti pernah dengar, bahwa Tuhan memberi ujian sesuai dengan kapasitasmu. Ibu yakin kamu bisa. Makanya kamu ada di sini.”“Sera rasanya sudah hampir menyerah, Bu. Sera kadang-kadang bertanya, apa Tuhan gak salah menempatkan Sera dalam keadaan begini.” Ungkapan putus asa itu terasa menyayat hati Diani.Wanita paruh baya itu pikir kehidupan Kai dan Sera membaik, ternyata tidak. Soal Kai, mungkin Diani biasa memberitahunya, tapi soal perasaan Sera, Diani tidak bisa ikut campur lebih jauh.terlebih lagi, perasaan wanita dengan hormon kehamilannya sangat susah untuk di tebak. Perubahan suasana hati yang tak jelas, membuat Diani sendiri berhati-hati dalam mengatur kata-katanya.“Ra, ada Ibu. Jangan lupa juga, ada suamimu. Kami akan selalu ada buat kamu, Ra. Ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 33.

    Sera tak menyangka bahwa ia harus mengikuti rapat keluarga itu. Sepupu dan Kakak Kai semua hadir dalam rapat itu. Termasuk Kakak Ipar Diani, Berlian– juga turut hadir di sana.Tentu saja semuanya tidak menyangka bahwa Sera akan bergabung. Mereka kira, Sera tidak akan pernah tertarik dengan dunia bisnis. Padahal memang betul.Sera yang mengikuti permintaan ibu mertuanya memang tak pernah tahu bahwa akan di bawa ke gedung keluarga dan ikut rapat di sana.Apakah Sera terlihat muak dan bosan? Tidak. Dia justru merasa kagum dengan kepintaran semua orang diruangan itu, ia merasa bodoh saat ini.Jika Lana adalah mantan dari suaminya, ia tak meragukan itu sekarang. Wanita cantik dan cerdas itu, memang terlihat cocok dengan keluarga Adnan. Dibandingkan dengannya yang melakukan kebodohan setelah dinyatakan lulus sidang skripsi, keluarga itu sepertinya tidak melakukan kebodohan seperti yang ia lakukan.“Ra, ngelamun aja,” ucap Diani dengan senyum merekah. “Ibu masih mau ke kantor Abang Banyu, ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   151 - S2

    Abel duduk di bangku taman sekolah, jauh dari keramaian anak-anak yang sibuk bermain. Matanya tertuju pada Anna yang sedang asyik berlari-lari bersama seorang anak laki-laki. Tawanya begitu lepas, membuat Abel sejenak terpaku. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar foto kecil yang sudah mulai lusuh di tepinya. Dengan hati-hati, ia memandang gambar itu. Seolah terpanggil oleh ingatan masa lalu, pikirannya melayang pada sebuah momen beberapa tahun silam. FlashbackAbel kecil menangis tersedu-sedu di kamar tidurnya. Matanya sembab, wajahnya memerah. Lukas berdiri di samping tempat tidur, kebingungan harus melakukan apa. “Aku mau lihat Ibu,” rengek Abel sambil memeluk bantalnya erat. Lukas menghela napas panjang. Ia tahu tangis Abel ini berbeda dari biasanya, lebih menyayat hati. “Abel, Ibu nggak ada di sini...” katanya dengan lembut, meski ada kekesalan di dalam suaranya. “Aku mau lihat!” tuntut Abel dengan suara parau. Lukas akhirnya mengalah. Ia pergi ke ruang kerjan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   150 - S2

    Lukas membuka pintu rumahnya dengan gerakan lambat, menunjukkan keletihan yang terpancar dari wajahnya. Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, namun rumah masih menyala terang. Di ruang tamu, Nana berdiri dengan senyum tipis menyambut majikannya yang baru pulang. Tanpa banyak bicara, Lukas melempar tas kerjanya ke sofa dan segera membuka dasi yang sedari tadi terasa menyesakkan lehernya. Sepatu kulit yang biasa ia rawat dengan baik kali ini dilepas begitu saja di dekat pintu. "Abel gimana?" tanyanya singkat, nada suaranya datar tetapi jelas memancarkan kekhawatiran yang selalu tersembunyi di balik sikapnya. "Apa yang dia lakukan di sekolah hari ini?" Nana mulai memunguti barang-barang Lukas yang berserakan dengan rapi. "Semua baik, Mas. Abel menyelesaikan tugas sekolahnya dengan baik, dan dia juga menggambar lagi hari ini." Sambil berbicara, Nana mengeluarkan buku gambar dari meja dapur dan membukanya di hadapan Lukas. "Ini beberapa yang dia buat. Oh, dan katanya ad

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   149 - S2

    Sesampainya di rumah, Anna segera berlari dan mencari mamanya. Sementara itu, Raiden menempel erat pada Bu Dyah, babysitter yang setia menemani mereka. Bocah kecil itu menolak melepaskan pelukan dari wanita paruh baya yang sudah seperti nenek baginya. Begitu menemukan Sera sedang duduk bersantai di ruang keluarga, Anna langsung menceritakan pengalamannya dengan penuh semangat. "Mama! Abel itu nyebelin banget!" keluh Anna, mendudukkan diri di sebelah mamanya dengan wajah cemberut. Sera yang sedang menikmati secangkir teh, tersenyum tipis mendengar keluhan putrinya. "Kenapa nyebelin? Ada apa lagi sama Abel, Ann?" tanyanya lembut, sambil membelai rambut Anna. "Dia itu, Ma, nggak mau jawab kalau aku ajak ngobrol. Ditanya ini, cuma bilang 'iya'. Ditanya itu, cuma bilang 'nggak'. Tapi sama perempuan yang jemput dia, Abel itu senyum-senyum. Bahkan ngomong duluan, protes lagi!" Anna menjelaskan dengan nada kesal. Sera tertegun. “Perempuan? Siapa Ann? Mbaknya mungkin,” tanyanya, kini

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   148 - S2

    Di dalam ruang kelas yang mulai lengang, Anna duduk dengan tangan terlipat di atas meja, dagunya bertumpu pada lengannya. Raut wajahnya memancarkan kebosanan yang tak tersembunyikan. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu mengayun-ayunkan kakinya, menunggu jemputan yang baru saja berangkat dari sekolah adiknya. Suara dari pengeras suara tiba-tiba menggema, memecah keheningan. "Abel Adnan Candra, silakan menuju ruang tunggu." Anna mendongak, matanya berbinar seketika. Ia meraih tas sekolahnya dan berdiri, seolah sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Dari sudut pandangnya, ia melihat anak lelaki dengan wajah datar berjalan perlahan menuju ruang tunggu. Itu Abel, anak yang beberapa hari lalu berkenalan dengannya di acara penyambutan murid baru. Tanpa ragu, Anna berlari kecil menghampirinya. "Hai, Abel!" Anna menyapa ceria, senyum lebarnya merekah. Abel berhenti dan menoleh dengan ekspresi datar yang sama seperti sebelumnya. "Hai," jawabnya singkat, hampir tanpa nada. Anna memi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   147 - S2

    Malam itu, keheningan rumah Kai dan Sera hanya dipecahkan oleh suara lembut detak jam di dinding. Sera berbaring di pelukan Kai, tubuhnya bersandar nyaman di dada suaminya yang hangat. Kai sesekali mengecup puncak kepala Sera, memberikan rasa tenang di tengah kerisauan istrinya. Tangannya dengan lembut mengusap perut Sera yang kini tampak lebih besar dibanding kehamilan sebelumnya. "Kamu pasti masih mikirin Abel, ya?" Kai membuka percakapan, suaranya rendah dan lembut. Sera mengangguk pelan tanpa menoleh, matanya menerawang ke arah langit-langit. "Aku gak bisa berhenti mikirin dia, Mas. Wajahnya, caranya jalan, bahkan tatapan matanya... dia kayaknya tenang banget, Mas. Gak kayak anak-anak lain. Aku ngerasa dia kayak nyimpan sesuatu di dalam dirinya. Bukan sotoy nih ya, Mas. Tapi kalau Mas lihat Abel, Mas pasti tau maksud aku." Kai menghela napas panjang. "Itu kayaknya wajar, Ra. Setauku dari cerita Kak Ruby atau Kak Elle, Lukas ngebesarin Abel sendirian. Katanya dia di rawat c

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   146 - S2

    Enam tahun berlalu begitu cepat, membawa banyak perubahan dalam kehidupan Sera dan keluarganya. Anna kini telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan ceria. Di usianya yang ketujuh, ia akan memasuki sekolah dasar. Hari itu adalah hari pertama Anna di sekolah barunya, dan pesta penyambutan murid baru terlihat begitu meriah. Sera, yang sedang mengandung anak ketiganya dengan usia kandungan enam bulan, menemani Anna seorang diri karena Kai sedang sibuk. Adik pertama Anna, seorang bocah laki-laki bernama Raiden yang kini berusia empat tahun, berada di taman kanak-kanak bersama dengan baby sitternya. Sera berusaha mengimbangi semangat Anna, meski jelas ia mulai kepayahan dengan perutnya yang semakin membesar. Anna berlari kecil ke arah panggung dekorasi yang penuh warna, meninggalkan Sera beberapa langkah di belakang. Saat Sera mencoba mempercepat langkahnya, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia hampir terjatuh ketika tiba-tiba sebuah tangan kokoh menopangnya dengan sigap. "A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   145 - S2

    Suasana bandara internasional London terasa sibuk seperti biasanya, tetapi perhatian Sera dan Kai hanya tertuju pada satu hal, Anna. Begitu melihat bayi kecil itu digendong Diani, mata Sera langsung berbinar, sementara Anna dengan ekspresi antusias mulai menggeliat, mengulurkan tangannya ke arah kedua orang tuanya. Kai dan Sera segera menghampiri Diani, menyambut Anna dengan pelukan hangat. Anna yang sudah lama tidak bertemu ayah dan ibunya tampak senang, bahkan mengoceh dengan suara kecil yang menggemaskan. “Aduh, anak cantik ini rindu sama Papa sama Mama, ya?” Kai menggoda sambil mencium pipi Anna. Diani tersenyum melihat kehangatan itu. “Nah, sekarang kalian sudah balik, Anna nggak bakal nangis lagi minta ketemu ayah ibunya.” Senyum Sera dan Kai pun mengembang, meskipun dalam hati mereka, ada rasa sakit yang juga untuk Elli. Bagaimana tidak, mereka pun tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan Anna dalam keadaan seperti kemarin. Rasanya pasti menyesakkan.Setelah b

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   144 - S2

    Saat Sera dan Kai tiba di rumah bersama Fara, suasana terasa berbeda. Pintu rumah tidak terkunci, dan udara di dalam ruangan terasa berat, seolah ada sesuatu yang salah. Mereka mempercepat langkah kaki karena hati mereka mulai dipenuhi rasa cemas. “Ra, kayaknya ada yang nggak beres,” gumam Kai sambil melangkah ke ruang tamu. Begitu masuk, mereka terkejut melihat pemandangan yang ada di depan mata. Elli terduduk di lantai, wajahnya tertutup kedua tangannya, bahunya terguncang karena tangis yang tak henti. Raquel ada di sampingnya, mencoba menenangkannya, tetapi air mata Raquel sendiri juga mengalir deras. Sera mendekat dengan cepat, hatinya berdebar kencang. “Kak! Ada apa?! Kenapa?!” Namun, sebelum jawaban keluar dari bibir Raquel, Elli tiba-tiba ambruk ke lantai. Sera menjerit, langsung berlutut di samping adiknya. “Kak!” Sera mengguncang tubuh Elli yang sudah tidak sadarkan diri. Raquel segera mengambil alih, menggenggam tangan Elli dan memeriksa denyut nadinya. “Dia pi

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   143 - S2

    Elli duduk di sofa apartemen kecil mereka, memeluk Abel erat di pangkuannya. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lemah akibat kehamilan muda yang sedang ia jalani. Namun, matanya tetap waspada. Di sampingnya, Raquel berdiri dengan posisi tegang, matanya tak lepas dari pintu apartemen yang terkunci rapat. ‘Aku gak suka firasat ini, Ell,’ pikir Raquel. ‘Aku takut Lukas gak akan berhenti sampai dia ngedapetin apa yang dia mau. Maaf… kita harus relakan Abel. kamu lebih penting saat ini.’Elli mengusap kepala kecil Abel, mencoba menenangkan dirinya dan bayinya yang tak mengerti apa-apa. “Kak, Abel tidak akan ke mana-mana. Dia anakku. Aku gak akan nyerahin dia gitu saja.” Raquel hendak merespons ketika suara ketukan keras di pintu menggema, memecah keheningan ruangan. Ketukan itu berulang, semakin keras, seakan ingin merobohkan pintu. Raquel dan Elli saling berpandangan, jantung mereka berdebar kencang. “Buka pintunya!” Suara Lukas terdengar dari balik pintu, dingin dan penuh ancaman.

DMCA.com Protection Status