Share

Bab 30.

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-10-26 19:59:43

Pagi itu, Sera terbangun lebih dulu, mendapati wajah sang suami, Kai, begitu dekat di hadapannya.

Lengan hangat Kai melingkar di tubuhnya, membuatnya merasa terlindungi dan nyaman dalam kehangatan yang hanya mereka berdua miliki.

Senyum Sera merekah perlahan, sementara pikirannya terbang melayang, ‘Aku nggak tahu apa yang bikin kamu berubah secepat ini, tapi semoga setiap hari bisa terus seperti ini, Mas.’

Tanpa ia sadari, Kai sebenarnya sudah bangun lebih dulu.

Ia membiarkan Sera memandanginya lekat-lekat, seolah mengizinkan wanita yang menjadi ibu dari anaknya itu menikmati tiap detil wajahnya. Meski tangannya mulai kebas, Kai tak ingin bergerak.

Lama-lama, tanpa disadari, ia terlelap lagi di tengah kehangatan tersebut.

Ketika Kai benar-benar bangun, Sera sudah berdiri di depan cermin, mengenakan pakaian rapi. Tangan Sera sibuk menggosok tanda kemerahan di lehernya, berusaha menyamarkannya.

"Padahal hari ini lagi panas, masa harus pakai turtle neck?" gerutunya pelan. "Memangnya
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Handayani
lanjutt kakk..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 31.

    Diani berjalan dengan langkah pelan, menggandeng tangan menantunya, Sera. Mereka melewati lorong-lorong rumah sakit, menuju kamar di mana Fara dan Dani dirawat.Saat Diani melangkah masuk, matanya bergantian menatap Fara dan Dani, yang terbaring di brankar berbeda namun masih dalam satu ruangan, berjarak.‘Aku rindu kamu, Pa.’ Begitulah isi hati Diani saat ini. Seandainya suaminya masih bisa selamat, mungkin seperti ini lah bentuk kamar tempat mereka dirawat.“Masuk, Bu. Ruangan ini yang pesan Mas Kai sebelum kembali ke New York. Kemarin aku baru tahu kalau Ibu juga menempatkan perawat khusus buat Mama dan Papa. Terima kasih, Bu,” kata Sera sambil menggenggam tangan Diani.Diani hanya mengangguk saja. Rasanya ia tak pantas mendapatkan rasa terima kasih, ia cukup malu untuk berhadapan dengan orang tua Sera karena menyebabkan banyak kekacauan.“Ma, ini ada Ibu Diani. Ibunya Mas Kai,” ucap Sera sambil menepuk pundak Mamanya lembut.Wanita yang terlihat sangat kurus itu menoleh ke arah Di

    Last Updated : 2024-10-27
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 32.

    “Ra, anggaplah ini takdir. Memang harus seperti ini jalannya. Jangan buat diri kamu mengasihani diri sendiri, Nak.” Diani mengusap punggung tangan anak menantunya yang ia genggam sejak tadi.Diani menatap lekat wajah menantunya, “Kamu pasti pernah dengar, bahwa Tuhan memberi ujian sesuai dengan kapasitasmu. Ibu yakin kamu bisa. Makanya kamu ada di sini.”“Sera rasanya sudah hampir menyerah, Bu. Sera kadang-kadang bertanya, apa Tuhan gak salah menempatkan Sera dalam keadaan begini.” Ungkapan putus asa itu terasa menyayat hati Diani.Wanita paruh baya itu pikir kehidupan Kai dan Sera membaik, ternyata tidak. Soal Kai, mungkin Diani biasa memberitahunya, tapi soal perasaan Sera, Diani tidak bisa ikut campur lebih jauh.terlebih lagi, perasaan wanita dengan hormon kehamilannya sangat susah untuk di tebak. Perubahan suasana hati yang tak jelas, membuat Diani sendiri berhati-hati dalam mengatur kata-katanya.“Ra, ada Ibu. Jangan lupa juga, ada suamimu. Kami akan selalu ada buat kamu, Ra. Ka

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 33.

    Sera tak menyangka bahwa ia harus mengikuti rapat keluarga itu. Sepupu dan Kakak Kai semua hadir dalam rapat itu. Termasuk Kakak Ipar Diani, Berlian– juga turut hadir di sana.Tentu saja semuanya tidak menyangka bahwa Sera akan bergabung. Mereka kira, Sera tidak akan pernah tertarik dengan dunia bisnis. Padahal memang betul.Sera yang mengikuti permintaan ibu mertuanya memang tak pernah tahu bahwa akan di bawa ke gedung keluarga dan ikut rapat di sana.Apakah Sera terlihat muak dan bosan? Tidak. Dia justru merasa kagum dengan kepintaran semua orang diruangan itu, ia merasa bodoh saat ini.Jika Lana adalah mantan dari suaminya, ia tak meragukan itu sekarang. Wanita cantik dan cerdas itu, memang terlihat cocok dengan keluarga Adnan. Dibandingkan dengannya yang melakukan kebodohan setelah dinyatakan lulus sidang skripsi, keluarga itu sepertinya tidak melakukan kebodohan seperti yang ia lakukan.“Ra, ngelamun aja,” ucap Diani dengan senyum merekah. “Ibu masih mau ke kantor Abang Banyu, ka

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 34.

    Sera tak pernah menduga bahwa ibu mertuanya akan meninggalkannya begitu saja. Kini, ia terpaksa harus menunggu untuk pulang bersama Kai.Detik-detik berlalu hingga jarum jam mencapai angka lima sore. Kai pun mulai mengemasi barang-barangnya ke dalam tas dengan tenang.“Ayo, Ra.” Suara bariton kai terdengar di telinga Sera.Sera hanya mengangguk, wajahnya tampak lelah meski seharian berbaring, bahkan sempat tertidur sungguhan saat terlalu asyik berpura-pura.“Lain kali, kamu bisa menolak Ibu, kalau memang kamu merasa tak nyaman,” ujar Kai tanpa menoleh. “Tanyakan saja ke mana beliau ingin pergi. Kalau kamu lelah atau kurang cocok, tidak masalah bilang langsung.”Sera tak menjawab, hanya menatap punggung Kai yang tetap terlihat tenang, meski sikapnya begitu berbeda dari hari ke hari mereka bersama.Sera terdiam hingga keduanya memasuki mobil.Wanita itu memilih memandang keluar jendela saat mobil melaju perlahan meninggalkan kantor Kai. Bayangan para karyawan yang tadi ia lihat sekilas

    Last Updated : 2024-10-30
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 35.

    Mimpi? Hal yang ingin dilakukan? Tujuan hidup? Sera bertanya lagi dalam dirinya.Sekilas saat ia melihat orang berlalu-lalang dengan baju kantoran yang modis, Sera ingin melakukannya. Tapi saat ia diingatkan dengan keluarganya, Sera menyadari, bahwa ia sepertinya tidak jago dalam banyak hal.Nilainya yang selalu pas-pasan. Pengambilan keputusannya yang ceroboh, dan kehidupannya yang tidak beruntung membuat Sera merasa tidak memiliki kapasitas dalam bekerja.Tujuan? Saat di pikirkan lagi, tujuannya mungkin menikah, memiliki anak, dan menjaga keluarga itu. Tapi apa benar cukup sampai di sana?Matanya terus saja mengerjap menatap langit-langit kamarnya.Wanita itu tidak tidur, meskipun suami yang berada di sampingnya sudah tertidur dengan tenang.Sera pun memiringkan tubuhnya dan menghadap Kai yang kini tidur dengan memunggunginya. Wanita itu kemudian menempelkan dahinya ke punggung suaminya seolah bersandar.“Aku masih belum nemu tujuan hidupku, Mas. Mimpiku dulu maunya nikah, tanya aja

    Last Updated : 2024-10-30
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 36.

    “Lo hamil, Ra? Sumpah, gue kaget! Jadi bener kata temen-temen, Lo udah nikah?”Seperti sapaan hangat, perkataan itu kontan disampaikan oleh seorang teman masa SMA Sera.Sera tersenyum saja, dia hanya mengangguk. “Iya, kebetulan emang gak sempet undang banyak orang. Maaf ya Niken, Raras,” ucap Sera pada kedua temannya yang terlihat memakai setelan kerja dengan tanda pengenal perusahaan mereka.“Oh, suami Lo siapa? Lukas?” tanya Raras dengan penasaran. Niken menepuk ringan pundak Raras, seolah memberi kode untuk tidak menanyakan hal itu.“Bukan. Kalian sekarang kerja dimana?” tanya Sera yang asing dengan nama perusahaan yang tertera di tanda pengenal kedua temannya. Selain itu, Sera tentu saja tidak ingin jadi sasaran keusilan temannya yang seolah ingin mengorek kehidupan pribadinya.“Perusahaan swasta asing. Daerah sekitar sini. Kamu, Ra? Kamu kerja dimana?”Sera tersenyum lebar sambil menggeleng. “Ya beginilah, cuma Ibu rumah tangga.”Niken dan Raras pun memandangi Sera dari ujung kep

    Last Updated : 2024-10-31
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 37.

    Sementara itu Kai menghela nafas panjang, ada rasa kesal yang menyelinap masuk di rongga dadanya karena Sera yang tiba-tiba saja mengunci dirinya di dalam toilet pusat perbelanjaan.Diani yang menghubunginya saat sedang meeting, tentu membuat Kai gundah gulana dan rapat penting itu tak bisa dilanjutkan. Selang beberapa belas menit, Kai datang menemui Ibunya lebih dulu. Mimik wajahnya sudah masak, tapi Diani menjelaskan jika dia mendengar suara Sera yang gemetar lalu diiringi sisa tangisan. “Astaga, Ra. Kamu kenapa lagi ….” Kai berjalan cepet, berlari memecah kerumunan pusat perbelanjaan. Meskipun tanda toilet merupakan khusus wanita, Kai tetap menerobos masuk. Mengabaikan banyaknya pasang mata aneh. Wajar saja, Kai ini masuk ke dalam toilet wanita. Kai mengetuk salah satu pintu yang bagian bawahnya menggantung. Sepatu flat shoes berwarna merah muda milik istrinya, dia melihat itu disana. Tok, tok, tokKai sengaja tak bersuara, tapi Sera juga malah ikut bergeming. Sampai ketukan

    Last Updated : 2024-10-31
  • Mari Bercerai, Paman Kai!   Bab 38.

    Sera bangun pagi dan segera mandi. Saat ia memilih bajunya untuk hari ini, ia tak lupa untuk menyiapkan juga baju Kai.Wanita itu tidak bertanya lagi tentang apa kesibukan Kai hari ini, dia langsung saja mengambil setelan jas beserta dengan dasinya.Setelahnya, Sera segera turun untuk membuatkan sarapan Kai. Wanita itu mulai terbiasa dengan rutinitas selama beberapa minggu yang ia jalani.Saat tangannya mengoleskan selai stroberi di roti yang akan ia makan, Kai turun dalam keadaan masih berantakan. Sera pun segera mengelap tangannya di atas celemek yang ia pakai.“Mas, kamu belum mandi? Gak ke kantor?” tanyanya, sedikit heran.Kai menguap lebar, lalu berjalan mendekatinya. “Hari ini aku masuk kantor agak siang.” kai memandangi istrinya yang sedang sibuk mengaduk kopi. “Aku kira kamu mau istirahat lebih lama, kok malah sudah sibuk pagi-pagi begini.”Sera terdiam sejenak, kemudian tersenyum tipis. “Ini kan tugasku, Mas. Aku senang melakukannya.”Kai menatapnya sambil menghela napas keci

    Last Updated : 2024-11-01

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   190 - S3 - END

    Langit biru cerah diiringi sinar matahari yang hangat menyinari taman besar tempat pernikahan Anna dan Eric berlangsung. Di tengah suasana yang dipenuhi tawa dan kebahagiaan, keluarga dan sahabat berkumpul untuk merayakan awal baru bagi dua hati yang akhirnya bersatu. Anna tampak anggun dalam gaun putih yang sederhana namun memikat, rambutnya ditata rapi dengan aksen bunga kecil. Eric, dengan setelan jas hitamnya, berdiri di samping Anna dengan senyum yang tidak pernah lepas sejak prosesi dimulai. Sera, dengan Kai di sampingnya, memandangi putri sulung mereka dengan mata berkaca-kaca. Dua anak laki-laki mereka, Raiden dan Leon, tampak gagah dalam setelan formal mereka. Leon bahkan sempat bercanda dengan Anna sebelum prosesi dimulai, mengingatkan kakaknya untuk tetap ceria di hari bahagianya. “Raiden, Leon, kalian akan menjaga Mama dan Papa ‘kan kalau Kak Anna sudah menikah,” ujar Sera dengan suara lembut. “Tenang aja, Ma,” jawab Leon sambil tersenyum lebar, sementara Raiden

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   189 - S3

    Restoran kecil di pinggir kota itu dipenuhi dengan suasana yang hangat dan tenang. Cahaya lilin di setiap meja memantulkan bayangan lembut pada dinding bata ekspos. Anna duduk di meja pojok, matanya memperhatikan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Eric, dengan kemeja putih sederhana, duduk di depannya. Ada ketegangan yang tak biasa di wajahnya, meskipun senyumnya tetap menghiasi bibir.“Bang Eric serius pilih tempat ini?” tanya Anna sambil tersenyum. “Aku pikir kamu bakal pilih restoran mewah atau semacamnya.”Eric mengusap belakang lehernya, tampak gugup. “Saya hanya ingin suasananya nyaman. Lagipula, Saya ingin lebih fokus dengan kamu, bukan dengan tempatnya.”Anna tersenyum lebih lebar. Dia selalu menyukai sisi Eric yang apa adanya.“Jadi gimana hari ini? Suka di antar Papa?”“Antara suka dan gak suka.”“Kenapa?”“Suka karena akhirnya gak ada yang berani ngomongin dan gak suka karena aku masih ingin ngeliat betapa irinya orang dengan hidup orang lain. Kay

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   188 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, menunggu mobil jemputannya seperti biasa. Sore itu, ia mengenakan blazer pastel yang membalut tubuhnya dengan rapi, rambutnya tergerai lembut. Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar suara yang familiar. “Ann!” Ia menoleh dan melihat Eric melambaikan tangan dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu lobi. Tanpa ragu, Anna berjalan mendekat. “Masuk, saya antar,” ajak Eric sambil membuka pintu penumpang untuknya. Anna, yang belakangan merasa semakin nyaman dengan Eric, kali ini tidak menolak. Ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil, merasa hangat dengan perhatian pria itu. Namun, tanpa mereka sadari, beberapa orang yang berdiri di dekat pintu mulai berbisik-bisik. “Anak itu beneran murahan ya, tiap hari sama cowok beda-beda,” gumam salah satu dari mereka. Kai, yang kebetulan sedang menunggu Sera di lobi kantor, mendengar celaan itu. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah sekelompok orang tersebut. “Pantas saja dia dekat s

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   187 - S3

    Malam itu, kediaman keluarga Adnan tampak hidup dengan cahaya lampu-lampu kristal yang memantul indah di dinding-dinding mewah. Mischa berdiri di depan pintu masuk dengan gaun panjang yang membungkus tubuhnya. Udara malam di Jakarta memang tidak sedingin Inggris, namun rasa dingin di hatinya masih terasa menyesakkan.Eric berdiri di sampingnya, menatap adiknya dengan pandangan lembut. “Kita masuk, Mischa. Kamu nggak perlu takut,” ucap Eric sambil menyentuh bahunya ringan.Mischa menarik napas panjang. Ia mengangguk pelan, melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Interior megah di dalam mengingatkannya pada rumah masa kecil mereka di Inggris. Sebuah tempat yang pernah penuh tawa sebelum semuanya berubah menjadi kehancuran. Bayangan masa lalu melintas cepat di benaknya, membuat dadanya terasa sesak.Eric tampaknya menangkap kegelisahan itu. Ia menoleh ke adiknya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu baik-baik aja, Mish?” tanyanya pelan.Mischa menatap Eric dan memaksakan sen

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   186 - S3

    Malam itu, di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Mischa duduk sambil mencuri dengar percakapan Eric di telepon. Sebagai adik kandung Eric, Mischa selalu punya kebiasaan memperhatikan tingkah kakaknya, dan malam ini tak ada bedanya. Eric, dengan kopi di tangan, terlihat santai, tapi sorot matanya menunjukkan senyum lebar yang jarang terlihat.“Anna, saya cuma ingin memastikan kamu tahu,” kata Eric sambil tersenyum kecil. “Saya serius soal ini. Saya nggak main-main.”Mischa mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud kata-kata Eric. Telepon itu berlangsung beberapa menit lagi sebelum akhirnya Eric meletakkan ponselnya di meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Jadi,” kata Mischa akhirnya, memecah keheningan. “Apa ini Anna yang sama dengan Anna sepupu Khalif?”Eric menatap adiknya dengan ekspresi tak terduga. “Kamu nguping, ya?”Mischa mengangkat bahu santai. “Nggak perlu nguping. Kamu terlalu jelas kalau lagi ngobrol soal dia. Kamu benar-benar suka sama Anna? Annalie A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   185 - S3

    Pagi itu, Anna berjalan dengan langkah cepat menuju pantry kantor. Matanya sedikit mengantuk karena malam sebelumnya ia terjaga hingga larut, menyelesaikan laporan magangnya. Setelah menuangkan kopi ke dalam gelas, ia berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Ann!" suara ceria Erica membuyarkan lamunannya. Anna menoleh, melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar, membawa setumpuk dokumen di tangannya. “Pagi,” sapa Anna sambil menyeruput kopinya. “Lo sibuk banget kayaknya?” “Banget!” jawab Erica sambil menaruh dokumen-dokumen itu di meja dekat pantry. “Kepala Divisi lagi cuti, jadi semua tugasnya dilempar ke bawah. Gue pusing banget, Ann.” Anna menaikkan alisnya. “Kepala Divisi? Pak Eric?” “Iya, siapa lagi?” Erica menghela napas panjang sambil membuka kotak bekalnya. “Dia udah izin cuti seminggu, tapi nggak bilang mau ke mana. Katanya sih, urusan pribadi.”Anna terdiam, gelas kopinya berhenti di tengah jalan menuju bibirny

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   184 - S3

    Eric membuka pintu apartemennya dan disambut oleh suasana yang sunyi. Apartemen itu kecil, hanya terdiri dari satu kamar tidur, ruang tengah yang menyatu dengan dapur, dan balkon kecil yang menghadap ke hiruk-pikuk kota Jakarta. Meski ukurannya tak sebanding dengan rumah-rumah besar yang pernah ia tinggali di Inggris, Eric telah berusaha menyulap ruang sederhana ini menjadi tempat yang nyaman. Langkahnya membawa Eric ke dapur kecil di sudut ruangan. Ia membuka lemari pendingin, mengambil sebotol air dingin, lalu menuangnya ke dalam gelas. Pandangannya sesaat tertuju pada meja makan kecil di sudut dapur yang sering ia gunakan untuk membaca atau bekerja. Tapi malam ini, meja itu terasa kosong, seperti mencerminkan perasaannya yang sama. Eric berjalan ke ruang tengah, meletakkan gelas airnya di atas meja kopi. Ia merosot ke sofa, melemparkan dasinya ke sandaran kursi. "Hidup di sini memang berbeda," gumamnya, menatap langit-langit. Di Inggris, ia tinggal di rumah yang luas dengan

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   183 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, tangan memegang ponsel sambil menunggu mobil jemputannya datang. Sore itu, gedung sudah mulai lengang, sebagian besar karyawan sudah meninggalkan kantor. Ia sengaja ingin pulang sendiri hari ini, ingin menikmati waktu tanpa terlalu banyak interaksi. Namun, suasana hening itu terpecah oleh suara yang akrab. “Ann,” panggil seseorang dari belakang. Anna menoleh dan melihat Eric berdiri tak jauh darinya. Pria itu tampak rapi seperti biasa, dengan dasi yang sedikit longgar dan jaket di lengannya. Ada senyum tipis di wajahnya, meskipun matanya tampak lelah. “Kamu belum pulang?” tanya Eric sambil mendekat. Anna mengangguk kecil. “Iya, lagi nunggu mobil. Bapak nggak lembur?” Eric menyelipkan tangan ke dalam saku celananya, menatap Anna dengan tenang. “Saya pulang lebih awal hari ini. Mau makan di luar, tapi rasanya nggak enak makan sendiri. Mau menemani saya?” Anna terkejut dengan tawaran itu. “Makan? Kenapa nggak ajak Kak Khalif aja? Dia kayakn

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   182 - S3

    Pagi itu, Anna turun dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah, menandakan ia baru saja selesai mandi terburu-buru. Ketika memasuki ruang tamu, langkahnya terhenti saat melihat Khalif sedang berbincang akrab dengan Eric. Eric duduk santai di sofa dengan segelas kopi di tangannya. Khalif, yang duduk di sebelahnya, terlihat santai namun mata jenakanya langsung menangkap kehadiran Anna. “Selamat pagi, Ann,” sapa Khalif dengan senyum lebar. “Lo mau berangkat? Udah jam berapa nih? Kalau nggak berangkat sekarang, nanti telat loh.” Anna mengerutkan kening, bingung. “Iya, tapi masih nunggu Abel, Kak.” Khalif berdiri, menepuk bahu Eric dengan nada penuh kelakar. “Berangkat sama Eric aja, Ann. Kalian kan satu kantor. Jadi kalian bisa barengan.” Eric memandang ragu Khalif, “Gue kira Anna setiap pagi berangkat dengan Om Kai?” Khalif tertawa kecil, “Gue kira juga gitu awalnya, tapi nggak ada yang tahu Anna itu anak Om Kai. Selama ini dia terus-terusan berangkat bareng sama

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status