Di Zalen, empat hari yang lalu....
Jillian baru saja tiba di sana dan langsung di sambut ‘hangat’ oleh Kepala Suku Agung Soar. Ia akui, The Horn legenda itu pasti terpancing pada kemunculan Eryn. Sedangkan naga itu sungguh menyesatkan, andai tak ada Kanta pastinya kesalahpahaman itu akan sulit diselesaikan.
“Baiklah, aku senang bisa menerima tawaran itu. Aku mohon bantuanmu untuk pulang ke Manaearth,” ucap Jillian karena tak ingin Eryn menyesatkannya lagi.
“Tentu, Tuan Jillian,” jawab Kanta dengan senyum ramahnya.
Kanta mulai meminta sebuah rusa untuk ditunggangi oleh Jillian, mereka menyebutnya ‘eura’ yaitu rusa nan indah yang berperan seperti kuda. Eura memiliki sebuah tanduk yang tumbuh di kepalanya dan menjalar seperti akar serabut tapi kuat. Beberapa bentuk tanduknya bahkan mirip dengan batang pohon bonsai.
Eura memiliki postur tubuh yang sangat mirip dengan kuda-kuda Anora. Mereka tegap dan lebi
Pemandangan di Zalen sungguh indah, meski Lohika dan Zalen sama-sama memiliki langit yang indah dan belantara hutan yang luas.Zalen memiliki hutan yang memancarkan kehidupan, beragam tanaman tubuh subur di sana, berbagai hewan sesekali terlihat berlarian, atau terlihat pula burung-burung yang beterbangan. Sedangkan Lohika, keindahan mereka berasal dari hutan homogen yang tak terjamah.Kala itu matahari di langit mulai turun dalam peredarannya. Lohika, Zalen, dan Manaearth memilik warna matahari yang sama. Langit mereka tampah menjadi oren keemasan, sama dengan pemandangan sore hari di bumi. Saat itu pula Ervy mulai terbang rendah untuk mencari tempat beristirahat.Sesuai saran Kanta, bukan karena bahaya malam yang mengincar mereka, tapi Kanta tak bisa menunjukkan jalan di malam hari.Ketika hari telah gelap dan api unggun telah siap, Kanta mengeluarkan sekantong biji-bijian dari kantong besarnya, dan ia mengulurkan itu ke Jillian.“Terima ka
Kanta mengatakan lebih dari separuh perjalanan mereka telah di tempuh. Segera mereka akan sampai sebelum sore hari. Jillian sungguh bersyukur tak ada masalah yang menghalanginya kini.Ia mulai melihat gunung besar sebagai tempat tinggal Suku Viljely dan para perapal mantra. Menurut Kanta suku ikut tinggal di kaki gunung, mereka memiliki perkebunan yang subur dan mereka akan menyambut dengan ramah. Suju Viljely bisa dibilang taat dengan dogma yang menyangkut Kepala Suku Agung Soar.Eryn mulai melakukan manuver terbangnya untuk mendarat. Dari langit, Jillian melihat para The Horn sedang beraktivitas di kebun mereka. Segera pun terjadi sedikit kepanikan ketika para The Horn melihat kedatangan Eryn.Jillian jadi sedikit terbesit, “Mungkinkah Eryn juga akan membawa kepanikan di bumi? Mungkin.”Ketika Eryn mendarat Kanta-lah yang pertama melompat turun. Jillian yang melihat para balkanji itu mencoba turun, segera ia mencegahnya, “Kalian
Udara panas terasa menyengat Jillian. Suasana dinginnya malam dan remang-remang cahaya obor berubah menjadi cuaca cerah. Di ujung pandangannya ia melihat beberapa bangunan gedung. Saat itu juga ia merasa lega bahwa setelah tahu ia berhasil kembali ke bumi.“Ajagar....!” seorang berteriak.Jillian yang terbang di punggung Eryn, melihat kerumunan orang-orang yang lari tunggang langgang. Sekilas ia melihat para laki-laki itu berkulit cokelat tapi seperti William yang berkulit hitam. Wajah-wajah mereka tampak terlihat khas, ‘India.’‘Aku tiba di India!’ pikir Jillian yang mengkonfirmasi keberadaannya.“Aku pulang!” teriak Jillian meluapkan kebahagiaannya.Gate itu muncul di sebuah taman di tengah kota, bahkan di samping Jillian terdapat sebuah bangunan gedung bertingkat. Jika dibandingkan dengan negara lainnya, pemerintah India cenderung memiliki respons yang lambat terhadap kemunculan gate. Juga antusia
“Kau benar-benar Bos Jillian?” ulang William.Jillian merasa lega kala itu juga, “Ya, ini aku. Aku sudah pulang.”“Dari mana saja kamu, Bos? Semua orang merindukanmu, di mana kamu, Bos?”“Aku di India. Entah di kota mana. Di mana Arina? Aku tak bisa meneleponnya.”Rasa bahagia menyelimuti hati Jillian, selangkah lagi ia akan berjumpa dengan cintanya itu. Mungkin Arina akan menangis haru ketika Jillian pulang nanti, jadi Jillian membayangkan kata-kata romantis yang nanti ia harus ucapkan.‘Aku merindukanmu Arina,’ sambil membayangkan ia memeluknya.‘Jangan menangis karena yang kurindukan itu senyummu.’‘Ayah pulang, Mulan. Kamu sudah lebih besar sekarang,’ pikir Jillian pada putrinya.“Ini gawat!” perkataan William terdengar panik.William melanjutkan, “Arina dalam bahaya! Ada monster yang menyerang rumah Shido Katsuko! A
Jillian menarik nafas dalam-dalam, ia mengumpulkan segala konsentrasi mana di tubuhnya. Menciptakan gate layaknya menyobek sebuah tirai, di balik tirai itu adalah tempat yang dituju. Jillian mulai membayangkan arah Jepang yang di tuju, semakin mengerucut ke rumah besar yang ada di pinggir kota Tokyo.Di rumah itu, ia ingat halaman depannya yang tak begitu luas, gerbang besar dengan sepetak kecil pos penjagaan, dan bangunan yang besar untuk dua lantai. Ia mulai terbayang kolam ikan dan taman di tengah rumah itu, tempat Arina sesekali mengajak Mulan berjalan-jalan.Jillian mengingat segala detail lokasi itu, tapi setiap detail yang ada selalu saja ada Arina di bayangnya. Di dapur tempat Arina memasak, di kamarnya tempat Arina terlelap dalam tidur cantiknya, di sofa besar tempat Arina tertawa saat bermain dengan Mulan, dan sebuah ruang keluarga tempat ia mengingat Sacha, Mika, Anatasia, dan Issac. Ia mengingat jamuan makan malam dan sarapan terakhir kalinya di meja makan
Shido Katsuko tak mengira bahwa malam ini akan menjadi malam terakhirnya. Ia telah mengalami luka yang sangat fatal. Tak ada harapan lagi ia memenangkan pertarungan itu. Tangan kirinya menutup luka agar darah tak mengucur lebih banyak. Tangan kanannya memegang pedang katana-nya tapi untuk menyangga tubuh tuanya.Bahkan setelah Sekretaris Toyoka membawakan pedangnya, Shido Katsuko tak mampu menandingi makhluk itu juga. Bantuan dari para anak buah dan hunter-hunter dari guild-nya tak membuat makhluk itu terdesak sedikit pun. Sebaliknya, bantuan yang datang malah menjadi pembantaian.Meskipun hanya Shido Katsuko yang bisa sedikit menandingi makhluk itu, kini batasan kekuatannya telah habis, dan lagi pula ia hanya menandingnya dengan petarungan bertahan. Beberapa serangannya berhasil mendesak makhluk itu, tapi tak satu pun serangan Shido Katsuko melukainya.Di taman tengah rumahnya, Shido Katsuko akhirnya tertunduk menyerah. Ia tahu batasan dirinya, sudah tidak ada
Amarah dan kejengkelan Jillian naik sepenuhnya. Di tangan kanannya tercipta sihir pedang gladius hitam. Sedangkan di tangan kirinya tercipta Shield of Guardian Manaerath-nya. Jubah sihir hitam mulai menyelimuti tubuhnya. Ia mulai merentangkan tangan lebar-lebar seperti bersiap menyambut makhluk itu.“Kemarilah!” tantang Jillian.Monster itu mulai muncul dari reruntuhan rumah yang hancur. Ia bangkit dengan pedang panjang di tangannya.“Naga sialan,” umpat makhluk itu dalam bahasa semesta.Jillian sedikit kaget dan baru sadar bahwa makhluk itu bisa berbahasa Semesta. Sekilas tubuh makhluk itu mirip dengan manusia. Perawakannya memiliki tangan dan kaki yang seperti manusia, sedangkan postur tubuhnya tegap dan lebih tinggi dari Jillian.Di kepala makhluk itu ada sebuah helm logam yang mengkilap, bentuknya mirip dengan helm kesatria yang di kenakan bersama baju zirah. Di tengah-tengah helm tersebut terdapat rambut panjang yang me
Entah, mungkin karena terjamahan bahasa Semestanya yang terasa asing di pikiran Jillian. Makhluk itu menyebutnya dirinya sebagai Penguasa Pedang artinya dialah Sang Lord of Sword. Jillian akui kekuatannya mungkin setingkat Issac hamis, tapi jika ia benar adalah Lord of Sword, pastinya ia belum mengeluarkan kekuatan seriusnya.Saat itu juga Eryn dan dua balkanji lainnya tiba. Jillian langsung bertanya, “Apa sudah ada yang menolong laki-laki tadi?”Eryn menganggukkan kepalanya dengan semangat. Para balkanji pun turun, tak ada Sixteen yang artinya balkanji itu menuruti perintah Jillian. Mungkin akan ada sedikit kegemparan, ia harap Sixteen tidak menghalangi orang-orang yang mencoba menolong Shido Katsuko.“Naga dan balkanji? Siapa kau sebenarnya?” ucap Penguasa Pedang dengan lantang.“Kau masih tak mengenaliku?” Jillian masih memancing emosi Penguasa Pedang dan sedikit mempermainkannya.“Tidak! Kau tak seperti