Devano telah tiba dari Surabaya. Langkah kakinya nampak tergesa-gesa memasuki pintu utama kantornya yang luas dan megah.
Rasa rindu pada istrinya yang terasa menggebu membuat langkah Devano semakin cepat menuju ruangan Kasandra.
Sesampai didepan ruangan Kasandra Devano langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu.
“Hallo sayaaang..!!” Sapanya begitu membuka pintu dan melihat Kasandra yang tengah sibuk dengan laptop diatas meja kerjanya.
Kasandra tersenyum senang melihat kedatangan suaminya.
Rasa rindu membuatnya lupa pada kekecewaan yang sempat ia rasakan pagi tadi.
Kasandra segera bangkit dari tempat duduknya dan setengah berlari menghambur kepelukan Devano.
“Aku rindu padamu sayaang..” Desahnya manja dipelukan Devano.
Devano tersenyum bahagia dan menciumi pipi Kasandra.
“Maafkan aku karena meninggalkanmu diawal pernikahan kita.” Ujar Devano sambil membelai rambut istrinya dengan mesra.
“Malam ini kita akan melanjutkan bulan madu kita.” Sambungnya sumringah.
Wajah Kasandra bersemu merah mendengar gurauan nakal Devano.
Mereka berdua sejenak melepas kerinduan yang beberapa hari terakhir ini harus mereka tahan.
“Sudah sore..”
“Ayo kita pulang..!” Ajak Devano sambil meremas jemari Kasandra.
“Baik sayang..!”
Kasandra segera membereskan meja kerjanya dan mengambil tas diatas meja itu lalu berjalan disamping Devano menuju pintu keluar ruangannya.
Dihalaman parkir Dendi sudah bersiap didepan kemudi mobil.
Begitu Devano dan Kasandra naik dan duduk berdua dijok bagian belakang Dendi segera menjalankan kendaraan itu untuk menuju pulang.
Sepanjang perjalanan Devano tidak pernah melepaskan tubuh Kasandra dari pelukannya.
Rasa rindu yang sudah tidak tertahankan membuat mereka berdua seakan melupakan kehadiran Dendi diantara mereka.
Dendi menahan sakit dihatinya. Sejujurnya ada kecemburuan yang sangat berat ia rasakan.
Sekali-kali lelaki itu melirik kekaca spion didalam mobil itu.
Dan kaca itumemantulkan bayangan nyata kemesraan Kasandra dengan Devano suaminya.
Perjalanan menuju rumah terasa sangat lama dari biasanya. Dendi menahan siksaan bathin yang teramat dalam. Ia tidak pernah menyangka kalau Kasandra akan menjadi istri Devano sahabatnya sendiri.
“Sandra..” Panggil Devano terdengar lembut.
“Iya sayang..” Jawab Kasandra sambil menatap Devano dengan manja.
“Aku sangat merindukanmu.” Ujar Devano sambil mencium pipi Kasandra dengan mesra.
Ia merengkuh bahu Kasandra hingga tenggelam didalam pelukannya.
Kasandra membalas dengan memeluk erat pinggang Devano.
“Aku juga sangat merindukanmu.” Jawab Kasandra tak kalah mesra.
Satu gayung air panas serasa disiramkan tepat kehulu hati Dendi.
Ia ingin berteriak untuk melepaskan rasa sakit yang sedang ia tanggung saat ini.
Namun akal sehatnya masih bisa membendung sikapnya.
Ia tidak mau Devano curiga dan mencium kisah masa lalu dirinya dnegan Kasandra.
Walau hati pedih Dendi berusaha tersenyum dan menutupi smeua yang ia rasakan.
Beberapa menit kemudian mereka telah sampai dihalaman rumah megah bercat putih tempat tinggal mereka bertiga.
Kasandra dan Devano bergegas masuk kerumah dan langsung menuju kamar mereka.
Dendi menyusul kemudian dan langsung menuju lantai dua dimana kamarnya berada.
Dikamar itu ia lampiaskan seluruh kesedihan hatinya.
Ia tau apa yang tengah dilakukan Kasandra dan Devano dikamar mereka.
Sebagai pengantin baru tentu saja mereka tengah bermesraan.
Dendi terduduk dipojok kamar dan merasakan air hangat mulai menggenangi bola matanya.
Sementara itu Devano dan Kasandra tengah larut dalam alunan kemesraan penuh kerinduan.
Nafas mereka kadang tersengal dan berpacu mengikuti buaian nafsu birahi sepasang suami istri yang baru saja mereguk nikmatnya kehidupan berumah tangga.
Tiga bulan sudah berlalu.
Dendi berusaha menahan siksaan bathin yang ia rasakan setiap menyaksikan kemesraan antara Ksandra dan Devano.
Terkadang timbul keinginannya untuk pergi dari kehidupan mereka berdua.
Namun tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya membuat ia tidak mungkin mengambil keputusan itu. Dendi berusaha bertahan minimal sampai pekerjaanya selesai.
“Den, melamun aja.” Sebuah suara membuyarkan lamunan Dendi yang tenagh berada dilokasi pembangunan proyek properti.
Dendi mengangkat kepalanya dan melihat Devano sudah berdiri dan tersenyum dihadapannya.
“Aku lapar, ayo kita makan siang.” Ajak Devano pada Dendi.
Dendi mengikuti langkah Devano yang telah terlebih dahulu berjalan didepannya.
Berdua mereka menuju sebuah rumah makan yang sudah sering mereka datangi.
Sesampai disana keduanya mencari tempat duduk yang mereka anggap paling nyaman.
Seorang pelayan segera menghampiri mereka dan menyodorkan album berisi menu makan direstoran itu.
Setelah memilih mereka menyebutkan pesanan masing-masing.
Devano menyulut sebatang rokok lalu menghembuskan asapnya keudara.
Dendi memperhatikan sikap Devano tidak seperti biasanya.
Sejak dulu Devano bukan tipe lelaki yang suka merokok.
Dendi merasakan bahwa ada persoalan berat yang tengah dihadapi sahabatnya itu.
“Setahuku kamu tidak pernah merokok.” Ujar Dendi
Devano nampak terbatuk kecil menandakan bahwa ia memang tidak berpengalaman merokok.
Dendi tertawa kecil lalu menyulut rokoknya dan menghembuskan asap dari mulutnya dengan nampak propesional.
Dendi memang sudah merokok sebelum mengenal Devano.
“Aku sedang bingung Den.” Ujar Devano nampak sedikit kacau.
“Maksudmu...?” Tanya Dendi mulai penasaran.
“sudah tiga bulan pernikahanku dengan Kasandra tapi belum memperlihatkan tanda-tanda kehamilannya.” Jawab Devano setelah menghela nafas berat.
“Oooh..” Dendi mulai paham masalah apa yang tengah dihadapi sahabatnya itu.
“Sedangkan kedua orang tuaku sangat mengharapkan kehadiran cucu ditengah keluarga kami.” Sambung Devano tanpa menunggu tanggapan Dendi selanjutnya.
Ia seakan ingin menumpahkan semua beban pikiran yang tengah menganggunya.
“Yah.. mungkin belum saatnya.” Jawab Dendi menghibur Devano.
Sesaat dendi menyingkirkan perasaannya dan lebih memikirkan kebahagiaan Kasandra dan Devano.
“Aku bisa bersabar Den.”
“Tapi kamu kan tahu bagaimana kedua orang tuaku.”
“Bahkan mami seakan memaksaku untuk menceraikan Kasandra atau setidaknya berpoligami.” Sambung Devano dengan wajah yang nampak penuh beban.
Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Devano benar-benar membuat Dendi terkesiap. Matanya setengah melotot memandang Devano seakan tidak percaya.
Dendi tidak rela Kasandra disakiti.
“Kasihan Sandra..” Gumam Dendi dalam hati.
Beberapa pelayan datang mengantarkan pesanan mereka.
Sup panas kesukaan Dendi telah dihidangkan dihadapannya beserta sepiring nasi putih.
Demikian juga dihadapan Devano telah terhidang makanan kesukaannya.
Namun mereka berdua nampak kehilangan nafsu makan.
“Kamu harus memberikan pengertian pada kedua orang tuamu Dev.” Ujar Dendi memberika solusi.
“Kasihan Kasandra bila ia mengetahui masalah ini.” Sambung Dendi menatap wajah Devano serius.
“Aku telah berulang kali menjelaskan dan menyuruh mereka bersabar.”
“Tapi mereka seakan tidak mau memberi kami waktu.” Tutur Devano dengan nada mengeluh.
“Bahkan..”
“Bahkan apa..?” Tanya Dendi mengejar jawaban dari kalimat Devano yang belum selesai.
“Bahkan mami sudah menyodorkan seorang gadis untuk dinikahkan denganku.” Jawab Devano melengkapi kalimatnya tadi.
“Oooh gila..!” Seru Dendi setengah berteriak.
“Lalu bagaimana keputusanmu..?” Tanya Dendi seakan menuntut kepastian sikap Devano.
“Sampai saat ini aku masih menolak bisa keinginan mami.” Jawab Devano mulai menyuap makanan kemulutnya perlahan.
“Aku sangat mencintai istriku.” Sambungnya setelah menelan satu sendok makanan dimulutnya.
Dendipun nampak risau mendengar penuturan Devano.
Ia memikirkan nasib Kasandra.
Dalam hatinya yang paling dalam, ia tidak ingin melihat wanita yang dicintainya itu menderita.
“Cukup aku saja yang telah membuatnya terluka.” Desah Dendi dalam hati.
Matanya menerawang kembali kemasa dimana ia harus meninggalkan Kasandra demi mematuhi perintah orang tuanya untuk menikahi Andini.
Saat itu ia melihat bagaimana Kasandra terluka sangat dalam.
Dengan bermalasan Dendi mulai menyuap makanannya. Selera makannya mendadak hilang entah kemana.
“Aku harap kamu bisa merahasiakan semua ini dari Kasandra.” Ujar Devano lirih.
“Aku tidak ingin menyakiti hati istriku.” Sambungnya entah pada Dendi entah pada dirinya sendiri.
Dendi hanya menganggukkan kepalanya.
Ia juga tidak ingin Kasandra mendengar berita yang tidak membahagiakan ini.
“Sampai sekarang aku masih bisa menolak keinginan Mami.” Kalimat yang diucapkan Devano masih terngiang ditelinga Dendi. “Sampai sekarang.” “Itu artinya tidak ada jaminan bahwa Dev akan mampu memperatahankan Sandra selamanya.” Desah Dendi dalam hati. “Oh kasihan sekali hidupmu Sandra.” Ratap Dendi pilu sambil memperhatikan Kasandra yang tengah sibuk berbincang dengan seorang bawahannya. Ia nampak sangat bersemangat dan ceria. Sungguh Dendi tidak tega membayangkan kalau suatu saat dirinya menyaksikan Kasandra terluka. Dendi menghembuskan asap rokoknya keudara. Gumpalan asam putih terbang perlahan mengurai bermacam rasa yang berkecamuk dipikiran Dendi. Tiba-tiba dari arah lain Dendi melihat Devano sedang berjalan bersama Mirna dan seorang wanita muda. Mirna berjalan dengan angkuh dan nampak berbicara tegas pada putranya. Tak lama kemudian mereka bertiga memasuki sebuah mobil mewah dan berlalu mening
Kasandra mendesah dalam gelisah hatinya. Yach.. istri mana yang bisa tertidur lelap sementara suaminya tengah bersama wanita lain. Apalagi wanita itu adalah gadis pilihan orang tua Devano. Kasandra merasa dirinya amat tersisih. Ia sangat sadar bahwa dirinya terlalu banyak kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin, Kasandra merasa Cantika jauh lebih cantik dari dirinya. Walau dimata Devano Kasandra selalu menang dibanding wanita manapun didunia ini.Perlahan Kasandra merasa rongga matanya panas. Dua anak sungai mengalir dikedua belah pipinya. Air hangat itu bergulir turun dan menyentuh bibirnya. Ia merasa tak ubahnya seperti perahu kecil yang sedang terapung dilautan luas ditengah malam. Tiada tempat mengadu apalagi untuk bersedu sedan. Orang tuanya jauh dipulau sumatera. Walaupun dirinya bisa menelpon ibunya untuk berkeluh kesah, tapi Kasandra tak pernah mau melakukan itu. Ia tidak ingin memberi beban kepada ibunya yang hidup menjanda. Kasandra sudah terbia
Pukul 10.30 pagi menjelang siang.Devano turun dari mobilnya yang baru saja ia parkir dihalaman kantornya yang megah. Tidak seperti biasanya ia selalu berpakain rapi, tapi hari ini Devano hanya menggunakan kaos oblong yang kusut dan raut wajah yang semberawut. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Kasandra, namun untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban. Devano sadar istrinya pasti sedang marah karena semalam ia tidak pulang. Karena itu kini ia datang dengan maksud menjernihkan suasana dengan Kasandra.Devano melangkah memasuki kantornya. Beberapa orang karyawannya memandang heran tapi tetap membungkuk hormat padanya. Pada seorang karyawannya Devano bertanya " Ibu Sandra dimana..?""Diruang rapat Pak."Jawab karyawannya itu dengan penuh hormat. Devano menganggukkan kepalanya lalu meneruskan langkah kakinya menuju ruangan kerjanya.Devano menghempaskan pinggulnya disalah satu sofa yang ada didalam ruangan kerjanya. Pikirannya suntuk dan kacau balau. Kesal dan
Episode 10"Sabar ya San..!!" Dendi mencoba menyabarkan Kasandra yang nampak sudah mulai menangis. Dendi dapat merasakan luka dihatinya. Mendung yang bergayut dimata Kasandra melebihi awan hitam yang kini bergelantungan diatas langit. Sejurus kemudian hujan deras turun dengan suara bergemuruh dan seiring dengan itu, air mata Kasandra nampak jatuh berderai dipipinya. Tawanya yang renyah telah hilang dalam sekejap. Kini Kasandra kembali dengan wajahnya yang lebih sering nampak murung."Saan..!!" Dendi mendekat dan memeluk bahu Kasandra yang mulai sesugukan. "Kita pulang saja yuk..." Bujuk Dendi mencoba terus menenangkan hati Kasandra. Kasandra tidak menjawab, namun sedu sedannya semakin mengiris hati. Dendi membimbing Kasandra meninggalkan restaurant itu. Bagaikan anak kecil Kasandra pasrah mengikuti langkah kaki Dendi. Dengan tangan kanannya ia bergayut pada bahu kiri Dendi dan terus melangkah keluar pintu restaurant itu.Dendi membuka jasnya dan memayu
Perlahan daun pintu tersibak. Devano hanya menemukan kesunyian dirumah itu. Ia yakin Kasandra pasti berada didalam kamarnya.Devano lalu menuju kamarnya dan membuka pintu. Pandangan mata Devano langsung tertumbuk pada ranjang yang nampak berantakan. Pakaian Kasandra berserakan dilantai. Namun ia tidak menemukan Kasandra istrinya dikamar itu. Dari balik tirai yang tersingkap nampak jendela terbuka lebar. Devano segera menuju jendela dan melihat keluar. Tak satupun orang yang ia lihat berada berada disana. Hanya taman dengan hamparan rerumputan hijau dan beberapa kuntum bunga yang nampak bermekaran dan masih basah oleh sisa-sisa air hujan."Sayaaang..!!" Devano memanggil.Tiada sahutan terdengar membalas panggilannya.Perlahan pendengaran Devano menangkap bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi."Ooh, Kasandra sedang mandi. Pantas tidak bisa mendengar panggilanku." Desis Devano sambil tersenyum.Sambil menunggu Kasandra selesai mandi, Devano
"San... Aku rasa kita harus memperbaiki semuanya.” Kata Dendi disaat Kasandra memasak didapur.Dendi sengaja turun dari lantai atas begitu melihat Kasandra sendiri disana. Ia mau menuntaskan semua beban yang ia rasakan. Setelah ia pikirkan matang-matang, Dendi memutuskan untuk mengakhiri perselingkuhannya dengan Kasandra istri sahabatnya itu.“Apa maksudmu Den...?” Tanya Kasandra menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk sayur tumis dikuali.“Devano kemana...??” Kata Dendi setengah berbisik. Matanya berkeliling memantau keberadaan Devano.“Devano tidur...! Semalam dia kecapekan menjaga Papi.” Sahut Kasandra datar.“Apa maksudmu tadi Den....?” Kasandra mengulangi pertanyaannya yang masih belum dijawab oleh Dendi.“Maksudku kita harus mengakhiri semuanya San... Kita sudah berdosa besar kepada Devano..!!” Ujar Dendi agak keras.Kasandra memalingkan pandangan menuju wajah Dendi
Mirna bergegas menuju pintu utama. Cantika menguntit dari belakang dan terus memanasi suasana hati Mirna.“Usir saja Sandra itu Tante...! Dia perempuan mandul tak berguna..!” Seru Cantika ditelinga Mirna. Mirna mengangguk tegas dan menunggu kedatangan Devano dan Kasandra dengan mempersiapkan beberapa kalimat pedas.“Hai Mamiii...!!” Ujar Devano sumringah begitu mereka melawati pintu utama rumah itu. Kasandra juga tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Mirna.Alih-alih menyambut baik kedatangan anak dan menantunya, Mirna malah langsung menyemprot dengan kata-kata pedas yang telah dipersiapkannya.“Deev..!! Mengapa kamu bawa perempuan mandul ini kerumah hah..?? Tolong jauhkan dia dari hadapan Mamiii..!!” Hardik Mirna dengan pandangan mata setajam pedang.Cantika tersenyum sinis memandang Kasandra yang terus bergayut dilengan suaminya.“Miii... Jangan begitu sama menantu..! Tidak baik..!” Sahut Devano menunt
“Saan..!!” Dendi meraih tangan Kasandra yang tengah melenggang menuju ruang kerjanya.“Apaan sih kamu Den..!” Ujar Kasandra membesarkan matanya. Ia tidak ingin orang-orang akan curiga melihat keakraban mereka.“Apa benar kamu hamil San..?” Dendi tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.“Bisa tidak ini kita bicarakan dirumah..??” Sahut Kasandra makin membesarkan matanya.“Tapi Dev selalu ada dirumah, kita tak punya kesempatan untuk ber....”Kasandra langsung menginjak kaki Dendi begitu ia melihat Rika yang bekerja sebagai resepsionis muncul secara tiba-tiba dari balik ruangan lainnya.“Aauuuh..!” Dendi mengaduh.“Ya Rika...! Apa kamu mencariku..?” Kasandra segera menyapa Rika untuk menghentikan kicauan Dendi.“I..iiya Bu.. Tapi biar nanti saja kalau Ibu sedang berbicara penting dengan Pak Dendi.” Sahut Rika tersenyum penuh arti dan bersiap memba
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s