“Sampai sekarang aku masih bisa menolak keinginan Mami.”
Kalimat yang diucapkan Devano masih terngiang ditelinga Dendi.
“Sampai sekarang.”
“Itu artinya tidak ada jaminan bahwa Dev akan mampu memperatahankan Sandra selamanya.” Desah Dendi dalam hati.
“Oh kasihan sekali hidupmu Sandra.” Ratap Dendi pilu sambil memperhatikan Kasandra yang tengah sibuk berbincang dengan seorang bawahannya.
Ia nampak sangat bersemangat dan ceria.
Sungguh Dendi tidak tega membayangkan kalau suatu saat dirinya menyaksikan Kasandra terluka.
Dendi menghembuskan asap rokoknya keudara.
Gumpalan asam putih terbang perlahan mengurai bermacam rasa yang berkecamuk dipikiran Dendi.
Tiba-tiba dari arah lain Dendi melihat Devano sedang berjalan bersama Mirna dan seorang wanita muda.
Mirna berjalan dengan angkuh dan nampak berbicara tegas pada putranya.
Tak lama kemudian mereka bertiga memasuki sebuah mobil mewah dan berlalu meninggalkan halaman kantor.
“Siapa gadis cantik itu ?” Tanya dendi dalam hati.
“Jangan-jangan dia adalah gadis pilihan Tante Mirna.” Dendi mulai menebak dalam hati.
Perasaannya semakin tidak enak. Cerita Devano kemarin siang semakin menguatkan dugaanya bahwa gadis cantik tersebut sengaja dibawa Mirna untuk dijodohkan dengan Devano.
“Den..” tiba-tiba suara Kasandra mengaget lamunan Dendi.
“Ohh.. Iya San..” Jawab Dendi gugup sambil memutar kepalanya kearah suara berasal.
“Kamu melihat Dev..?” Tanya Kasandra.
“Tidak.” Jawab Dendi berbohong.
“Ooh.”
“Aku telah menghubunginya berkali-kali tapi tidak ada jawaban.” Ujar Kasandra nampak sedikit mengeluh.
“Mungkin Dev ada urusan penting.” Jawab Dendi sambil berusaha tersenyum untuk mencairkan suasana hati Kasandra yang mulai nampak gelisah.
“Sudah sore, ayolah kita pulang.” Ajak Dendi kepada Kasandra yang masih nampak bingung dan gelisah.
Kasandra menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah Dendi menuju halaman parkiran.
Mereka berdua memasuki mobil dan perlahan meninggalkan tempat itu.
Beberapa saat berada dalam mobil mereka nampak berdiam diri.
Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Den, aku lapar.”
“Kita mampir sebentar dirumah makan.” Ujar Kasandra.
“Baik.” Jawab Dendi singkat dan mulai mencari arah menuju sebuah rumah makan.
Tak lama berselang mereka telah sampai disebuah rumah makan.
Dendi dan Kasandra memasuki rumah makan mewah itu dan mulai mencari posisi yang cukup nyaman.
“Den..” Tiba-tiba Kasandra memanggil Dendi sambil memandang kesebuah arah.
Dendi mendekat dan ikut memanda kearah pandangan mata Kasandra.
Disana ia melihat Devano tengah duduk berdua dengan gadis cantik yang ia lihat bersamanya dan Mami Mirna siang tadi.
“Ayo pergi..!” Seru Kasandra sambil memutar arah menuju keluar rumah makan itu.
Dendi hanya bisa menuruti perintah Kasandra dan berjalan mengikuti langkahnya.
Kasandra segera masuk kedalam mobil dan duduk dengan wajah memerah dan sedih.
Dendi tanpa banyak bicara mulai mengemudi mobil dan meninggalkan tempat itu.
“San.” Panggil Dendi setelah beberapa lama mereka berdiam diri.
Kasandra hanya menoleh pada Dendi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dendi melihat mata Kasandra mulai digenangi air bening yang perlahan jatuh menuruni pipinya.
“Jangan terlalu berprasangka buruk.” Ujar Dendi mencoba menenangkan hati Kasandra.
“Mungkin Dev sedang membicarakan sebuah urusan bisnis dengan wanita itu.” Tambahnya sengaja berbohong.
“Gadis itu bernama Cantika.”
“Dia adalah gadis pilihan Mami.” Jawab Kasandra terdengar lirih dan pilu.
“Oooh, ternyata Kasandra mengenal gadis itu.” Gerutu Dendi dalam hati.
Bahkan Sandra sudah mengetahui banyak hal tentang gadis itu dibanding dirinya.
Dendi tidak bisa berbicara banyak lagi. Ia takut akan semakin melukai perasaan Kasandra.
Ia memilih diam dan sibuk dengan perasaanya sendiri.
Tak lama berselang mereka telah sampai dihalaman rumah.
Kasandra turun terlebih dahulu dan mengambil kunci rumah dari dalam tasnya lalu membukanya.
Tanpa banyak bicara ia memasuki rumah besar itu dan langsung menuju kamarnya.
Dendi dapat merasakan kesedihan hati Kasandra namun ia tidak bisa berbuat banyak.
Iapun turun dari mobil dan memasuki rumah lalu menuju kamarnya dilantai dua. Didalam kamarnya Dendi menyulut sebatang rokok dan menghembuskan asapnya kejendela kamar yang terbuka.
Tak lama kemudian ia mendengar suara bel berbunyi.
Dendi bersiap untuk membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
Belum sempat Dendi turun kelantai bawah ia mendengar suara percakapan.
“Sampai saat ini kamu belum bisa memberikan keluarga kami seorang cucu.”
“Jadi jangan menghalangi Dev untuk menikahi Cantika.”
Terdengar suara Mirna tegas dan pedas.
Tak ada terdengar jawaban dari Kasandra sampai Mirna berlalu meninggalkan rumah itu.
Dendi kembali kekamarnya dan berusaha untuk tidak ikut campur.
“Mi.. aku sudah punya istri..”
“Tolong jangan meminta yang aneh-aneh Mi.” Seru Devano nampak menahan kesal pada ibunya.
“Dari dulu Mami tidak pernah menyetujui pilihanmu itu Dev.”
“Kamu lihat apa yang terjadi sekarang, istrimu tidak bisa memberi keturunan pada keluarga kita.” Jawab Mirna dengan suara tinggi.
Mirna memang belum bisa merestui pernikahan putranya dengan Kasandra.
Mirna ingin Devano menikah dengan seorang gadis yang berasal dari keluarga berada dan setaraf dengan status sosial keluarganya.
“Bukan tak bisa Mi.”
“Tapi belum.” Jawab Devano berusaha memberi pengertian dengan lembut pada ibunya.
“Belum bagaimana..?”
“Sudah tiga bulan bahkan lebih..”
“Tapi perempuan itu belum menunjukkan tanda-tanda mengandung.” Tukas Mirna semakin berapi-api.
“Sekarang Mami tidak menyuruhmu menceraikan istrimu Dev.”
“Mami Cuma ingin kamu menikahi Cantika.”
“Toh Cantika sudah bersedia menjadi istri keduamu.” Serang Mirna bertubi-tubi.
“Tapi itu akan menyakiti Sandra Miii..”
“Mami juga seorang wanita kenapa sih Mami tidak dapat merasakan perasaan Sandra ?” Ujar Devano sambil menatap Mirna dalam-dalam.
“Oh, kamu peduli perasaan istrimu tapi kamu tidak peduli dengan perasaan orang tuamu Dev..?”
“Begitu maksudmu..?” Tanya Mirna sambil berjalan mengelilingi Devano putra dengan perasaan gusar.
“Bukan begitu Mi.”
“Lantas..?”
“Apa maksudmu..?” Mirna terus mencerca Devano dengan pertanyaan.
“Baik, sekarang begini saja Mi.”
“Tolong beri kami waktu yang cukup agar kami bisa mewujudkan keinginan Mami untuk memiliki cucu.” Papar Devano berusaha mencari jalan tengah.
Ia sudah kehabisan akal untuk menghadapi ibunya yang berwatak keras.
“Kalau seandainya dalam satu tahun ternyata istrimu tidak mengandung maka kamu harus menceraikannya atau setidaknya kamu menikah lagi dengan gadis yang lebih baik !” Bagaikan suara halilintar Mirna memberi ultimatum pada Devano.
Devano tidak sanggup membantah lagi. Ia hanya mengangguk pasrah dan bengkit dari tempat duduknya.
“Mau kemana..?” Tanya Mirna begitu melihat putra bersiap untuk pergi.
“Mau pulanglah Mi.” Jawab Devano yang sudah nampak bersiap pergi.
“Malam ini kamu nginap disini saja. Mami ingin kamu sedikit beramah tamah dengan Cantika.” Ujar Mirna memberi perintah tanpa memberi kesempatan lagi pada Devano untuk membantahnya.
“Tikaa...” Mirna memanggil Cantika yang tengah berada dikamar tamu.
“Iya Tante.” Jawab seorang gadis cantik yang baru saja keluar dari sebuah kamar.
“Kesini sayang.” Panggil Mirna lembut.
Gadis itu mendekat pada Mirna yang berdiri disamping Devano.
“Temani calon suamimu mengobrol.”
“Tante ada urusan lain.” Perintah Mirna pada gadis itu lalu berlalu meninggalkan mereka berdua.
Dengan canggung terpaksa Devano menemani Cantika.
Ia tidak tau apa yang harus ia bicarakan dengan gadis itu.
Hatinya malah tertuju pada Kasandra istrinya yang pasti tengah menunggunya dirumah.
Devano segera mengambil ponselnya dan menghubungi Kasandra.
“Sayaang, malam ini aku nginap dirumah Mami.”
“Tolong jangan marah ya..” Ujar Devano begitu Kasandra menjawab panggilan teleponnya.
“Iya Dev.”
“Aku sudah tahu.” Jawab Kasandra diseberang sana dengan nada kecewa.
“Tau..?”
“Tau apa sayang.” Tanya Devano penasaran mendengar jawaban istrinya.
“Kamu bersama Cantika gadis pilihan Mami bukan..?” Tebakan Kasandra langsung membuat mulut Devano terbuka lebar.
“Aku sudah melihat kalian makan berdua disebuah restoran sore tadi.” Sambung Kasandra menyempurnakan uraiannya.
Perasaan Devano semakin tidak nyaman. Ia merasa bersalah karena telah membuat istrinya sedih.
Tapi untuk mengabaikan perintah Mirna itu juga tidak mungkin ia lakukan. Devano tidak ingin ibunya jatuh sakit bila ia tidak mematuhi perintahnya.
“Jangan berfikir yang tidak-tidak sayang.”
“Istirahatlah..”
“Besok kita bicarakan dirumah.” Tutur Devano berusaha menenangkan istrinya.
“Maaf, jika aku harus menelpon istriku.” Ujar Devano pada Cantika dengan sikap semakin canggung.
Cantika hanya mengangkat bahu memperlihatkan wajah tidak nyaman.
“Apa istrimu terlalu cantik ?” Tanya gadis itu dengan sikap yang jelas terlihat angkuh.
“Yaah.. selain cantik wajahnya juga cantik hatinya.” Jawab Devano sengaja membuat Cantika panas.
Ia berharap gadis itu membencinya dan mengurungkan niat untuk menikah dengannya.
“Oh begitu..!” Jawab Cantika tersenyum sinis.
“Yah begitulah..” Jawab Devano juga tersenyum tak kalah sinis.
Devano yakin Cantika sangat kesal padanya. Dan tidak lama lagi akan menjauh dari kehidupannya dan Kasandra.
Tapi apa yang dipikirkan Devano ternyata meleset. Cantika malah tersenyum manis dan berubah manja padanya.
“Kamu memang tipe suami yang menyenangkan Dev.” Ujar gadis itu sambil merapat manja dipundak Devano.
Devano menggeser tubuhnya menjauh karena merasa tidak nyaman.
Kasandra mendesah dalam gelisah hatinya. Yach.. istri mana yang bisa tertidur lelap sementara suaminya tengah bersama wanita lain. Apalagi wanita itu adalah gadis pilihan orang tua Devano. Kasandra merasa dirinya amat tersisih. Ia sangat sadar bahwa dirinya terlalu banyak kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin, Kasandra merasa Cantika jauh lebih cantik dari dirinya. Walau dimata Devano Kasandra selalu menang dibanding wanita manapun didunia ini.Perlahan Kasandra merasa rongga matanya panas. Dua anak sungai mengalir dikedua belah pipinya. Air hangat itu bergulir turun dan menyentuh bibirnya. Ia merasa tak ubahnya seperti perahu kecil yang sedang terapung dilautan luas ditengah malam. Tiada tempat mengadu apalagi untuk bersedu sedan. Orang tuanya jauh dipulau sumatera. Walaupun dirinya bisa menelpon ibunya untuk berkeluh kesah, tapi Kasandra tak pernah mau melakukan itu. Ia tidak ingin memberi beban kepada ibunya yang hidup menjanda. Kasandra sudah terbia
Pukul 10.30 pagi menjelang siang.Devano turun dari mobilnya yang baru saja ia parkir dihalaman kantornya yang megah. Tidak seperti biasanya ia selalu berpakain rapi, tapi hari ini Devano hanya menggunakan kaos oblong yang kusut dan raut wajah yang semberawut. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Kasandra, namun untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban. Devano sadar istrinya pasti sedang marah karena semalam ia tidak pulang. Karena itu kini ia datang dengan maksud menjernihkan suasana dengan Kasandra.Devano melangkah memasuki kantornya. Beberapa orang karyawannya memandang heran tapi tetap membungkuk hormat padanya. Pada seorang karyawannya Devano bertanya " Ibu Sandra dimana..?""Diruang rapat Pak."Jawab karyawannya itu dengan penuh hormat. Devano menganggukkan kepalanya lalu meneruskan langkah kakinya menuju ruangan kerjanya.Devano menghempaskan pinggulnya disalah satu sofa yang ada didalam ruangan kerjanya. Pikirannya suntuk dan kacau balau. Kesal dan
Episode 10"Sabar ya San..!!" Dendi mencoba menyabarkan Kasandra yang nampak sudah mulai menangis. Dendi dapat merasakan luka dihatinya. Mendung yang bergayut dimata Kasandra melebihi awan hitam yang kini bergelantungan diatas langit. Sejurus kemudian hujan deras turun dengan suara bergemuruh dan seiring dengan itu, air mata Kasandra nampak jatuh berderai dipipinya. Tawanya yang renyah telah hilang dalam sekejap. Kini Kasandra kembali dengan wajahnya yang lebih sering nampak murung."Saan..!!" Dendi mendekat dan memeluk bahu Kasandra yang mulai sesugukan. "Kita pulang saja yuk..." Bujuk Dendi mencoba terus menenangkan hati Kasandra. Kasandra tidak menjawab, namun sedu sedannya semakin mengiris hati. Dendi membimbing Kasandra meninggalkan restaurant itu. Bagaikan anak kecil Kasandra pasrah mengikuti langkah kaki Dendi. Dengan tangan kanannya ia bergayut pada bahu kiri Dendi dan terus melangkah keluar pintu restaurant itu.Dendi membuka jasnya dan memayu
Perlahan daun pintu tersibak. Devano hanya menemukan kesunyian dirumah itu. Ia yakin Kasandra pasti berada didalam kamarnya.Devano lalu menuju kamarnya dan membuka pintu. Pandangan mata Devano langsung tertumbuk pada ranjang yang nampak berantakan. Pakaian Kasandra berserakan dilantai. Namun ia tidak menemukan Kasandra istrinya dikamar itu. Dari balik tirai yang tersingkap nampak jendela terbuka lebar. Devano segera menuju jendela dan melihat keluar. Tak satupun orang yang ia lihat berada berada disana. Hanya taman dengan hamparan rerumputan hijau dan beberapa kuntum bunga yang nampak bermekaran dan masih basah oleh sisa-sisa air hujan."Sayaaang..!!" Devano memanggil.Tiada sahutan terdengar membalas panggilannya.Perlahan pendengaran Devano menangkap bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi."Ooh, Kasandra sedang mandi. Pantas tidak bisa mendengar panggilanku." Desis Devano sambil tersenyum.Sambil menunggu Kasandra selesai mandi, Devano
"San... Aku rasa kita harus memperbaiki semuanya.” Kata Dendi disaat Kasandra memasak didapur.Dendi sengaja turun dari lantai atas begitu melihat Kasandra sendiri disana. Ia mau menuntaskan semua beban yang ia rasakan. Setelah ia pikirkan matang-matang, Dendi memutuskan untuk mengakhiri perselingkuhannya dengan Kasandra istri sahabatnya itu.“Apa maksudmu Den...?” Tanya Kasandra menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengaduk sayur tumis dikuali.“Devano kemana...??” Kata Dendi setengah berbisik. Matanya berkeliling memantau keberadaan Devano.“Devano tidur...! Semalam dia kecapekan menjaga Papi.” Sahut Kasandra datar.“Apa maksudmu tadi Den....?” Kasandra mengulangi pertanyaannya yang masih belum dijawab oleh Dendi.“Maksudku kita harus mengakhiri semuanya San... Kita sudah berdosa besar kepada Devano..!!” Ujar Dendi agak keras.Kasandra memalingkan pandangan menuju wajah Dendi
Mirna bergegas menuju pintu utama. Cantika menguntit dari belakang dan terus memanasi suasana hati Mirna.“Usir saja Sandra itu Tante...! Dia perempuan mandul tak berguna..!” Seru Cantika ditelinga Mirna. Mirna mengangguk tegas dan menunggu kedatangan Devano dan Kasandra dengan mempersiapkan beberapa kalimat pedas.“Hai Mamiii...!!” Ujar Devano sumringah begitu mereka melawati pintu utama rumah itu. Kasandra juga tersenyum dan mengangguk hormat ke arah Mirna.Alih-alih menyambut baik kedatangan anak dan menantunya, Mirna malah langsung menyemprot dengan kata-kata pedas yang telah dipersiapkannya.“Deev..!! Mengapa kamu bawa perempuan mandul ini kerumah hah..?? Tolong jauhkan dia dari hadapan Mamiii..!!” Hardik Mirna dengan pandangan mata setajam pedang.Cantika tersenyum sinis memandang Kasandra yang terus bergayut dilengan suaminya.“Miii... Jangan begitu sama menantu..! Tidak baik..!” Sahut Devano menunt
“Saan..!!” Dendi meraih tangan Kasandra yang tengah melenggang menuju ruang kerjanya.“Apaan sih kamu Den..!” Ujar Kasandra membesarkan matanya. Ia tidak ingin orang-orang akan curiga melihat keakraban mereka.“Apa benar kamu hamil San..?” Dendi tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.“Bisa tidak ini kita bicarakan dirumah..??” Sahut Kasandra makin membesarkan matanya.“Tapi Dev selalu ada dirumah, kita tak punya kesempatan untuk ber....”Kasandra langsung menginjak kaki Dendi begitu ia melihat Rika yang bekerja sebagai resepsionis muncul secara tiba-tiba dari balik ruangan lainnya.“Aauuuh..!” Dendi mengaduh.“Ya Rika...! Apa kamu mencariku..?” Kasandra segera menyapa Rika untuk menghentikan kicauan Dendi.“I..iiya Bu.. Tapi biar nanti saja kalau Ibu sedang berbicara penting dengan Pak Dendi.” Sahut Rika tersenyum penuh arti dan bersiap memba
"Surat dari siapa ini...?” Kasandra tiba-tiba teringat sepucuk surat yang tadi diberikan Rika kepadanya. Ia belum sempat membuka apalagi membaca surat itu. Sudah beberapa jam Kasandra hanya larut dalam ketakutannya sendiri.Kasandra lalu mengambil sepucuk surat yang tergeletak diatas mejanya yang dari tadi ia abaikan. Ia lalu merobek sampulnya dan mengeluarkan selembar kertas yang terselip didalam amplop berukuran biasa itu.Nyonya Kasandra yang terhormat.Aku tidak menyangka setelah menjadi seorang Nyonya kamu masih saja merendahkan dirimu untuk menjadi seorang pelakor.Kamu adalah tipe perempuan jalang yang tidak puas dengan satu orang lelaki. Sampai-sampai kamu juga merayu suamiku untuk kau jadikan pemuas nafsumu.Nyonya Sandra...Ketahuilah... Aku ada disekitarmu..!Salam manisAndiniKasandra terlonjak kaget begitu ia selesai membaca surat itu. Surat tersebut ternyata dikirim oleh Andini istri Dendi.“Andini meng
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s