Keringat dingin bercucuran diseluruh tubuh Kasandra walaupun mesin pendingin dimobil itu tidak dimatikan.
“Katakan apa yang ingin kamu katakan. Aku akan mendengarkannya.” Ucap Kasandra dengan tubuh sedikit menggigil menatap wajah marah Rio.“Aku hanya ingin mengatakan bahwa kamu dan Dendi kekasih harammu itu, adalah sama-sama manusia brengsek yang tidak tahu terima kasih !” Ujar Rio sembari menunjuk wajah Kasandra.Ucapan Rio yang mengandung kebenaran itu tetap saja membuat Kasandra tersinggung. Ia jengkel mendengar mulut Rio yang pedas bagaikan cabe rawit dan sikap Rio yang kasar.“Kamu tidak berhak menvonis kami sedemikian rendahnya. Kami mempunyai cinta yang suci didalam hati.” Sahut Kasandra mencoba membela diri.“Oh ya ? Cinta suci seperti apa itu ?” Tanya Rio sinis.“Bisakah kamu jelaskan padaku, agar aku bisa jadikan pertimbangan.” Sambung Rio menatap wajah Kasandra.“Aku danBeberapa kejap lamanya Rio dan Andini masih bertatapan. Devano mendehem hingga mereka berdua tersentak mengembalikan pandangan mata mereka berdua kepada Devano.“Aku rasa pendapat Andini benar, Rio. Kita harus mencabut perkara yang tengah membelit Dendi.” Ujar Devano lembut ke arah Rio.Ucapan Devano sontak membuat Andini tersenyum menang. Namun tidak demikian dengan Rio, ia berusaha menyanggah pendapat Devano namun dengan cara yang sangat sopan.“Tapi Dendi sudah melakukan kesalahan yang sangat besar Kak.”Devano melempar senyum tipis kepada Rio. Ia tahu kalau Rio sangat menyayangi dirinya sehingga menjadi sangat marah kepada Dendi yang telah mencuranginya.“Penjara bukan tempat yang selalu tepat untuk menghukum orang-orang yang bersalah. Memaafkan jauh lebih baik dan membalas kejahatan itu kurang baik.” Ucap Devano setelah menghela nafas berat.Andini mengangguk-angguk setuju dengan pendapat Devano dan merasa semaki
Dendi meremas surat yang barusan dibacanya. Harapannya untuk kembali bekerja dikantor Devano kini musnahlah sudah. Devano telah mengeluarkan surat pemutusan kerja secara tidak hormat.“Aaaaa.....!” Dendi berteriak sekuatnya sambil mencengkram kepalanya.Orang-orang yang kebetulan lewat didepannya menjadi terkejut dan spontan menoleh kepadanya mungkin menganggap kalau dirinya stress atau gila. Merekapun segera menjauhi Dendi yang duduk disebuah halte.“Aku tidak mungkin pulang kerumah Dev. Aku harus memulai hidup sendiri di Jakarta.” Bisik hati Dendi.Dendi lalu memutuskan untuk mencari kamar kost dan berencana menata hidupnya dari awal dengan mencari pekerjaan yang baru.Dengan berbekal uang tabungannya Dendi menyewa sebuah kamar kost dan mulai membuat lamaran kerja lalu mendatangi kantor-kantor yang memungkinkan untuk menerimanya bekerja.Namun ternyata tidaklah semudah yang ia bayangkan. Sudah puluhan perusahaan yang ia datangi
"Ini Ko, kawan saya yang mau bekerja.” Ucap Badri memperkenalkan Dendi kepada bosnya.Badri adalah kawan Joko yang memberikan lowongan pekerjaan kepada Dendi. Usia Badri tidak jauh beda dengan Dendi. Ia sudah lama bekerja ditoko bangunan itu dan sudah mendapat kepercayaan dari bosnya.Toke Cina yang dipanggil Koko itu langsung menatap Dendi dan menganggukkan kepalanya kepada Badri yang kemudian berlalu dari tempat itu untuk mulai bekerja.“Kamu akan bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, dan istirahat siang jam 12 sampai jam 1 siang. Dan pekerjaanmu adalah membantu memuat barang-barang ke atas truk dan ikut mengantarkannya ke lokasi lalu menurunkannya kembali disana.” Ucap lelaki yang menjadi bos baru Dendi tersebut. Dendi mengangguk ngeri mendengar rincian tugas yang akan dilakukannya ditempat pekerjaan barunya tersebut. Tapi demi perut ia tidak boleh menolaknya.“Iya Ko.” Jawab Dendi menundukkan kepalanya.Kemudian lelaki
Dreeet...Ponsel Andini bergetar diatas meja kerjanya. Andini yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya segera menoleh layar ponselnya untuk melihat siapa yang menelponnya. Nama Rio berikut foto pengacara tampan itu terpampang dilayar ponsel Andini."Oh, Rio yang menelponku. Ada apa ya ?" tanya hati Andini langsung menjawab panggilan suara dari Rio.“Halo Rio...”“Halo An, kok kamu belum makan siang sih ? Lihat tuh udah jam dua siang.”Andini langsung melirik ke jam dinding yang ada didinding ruang kerjanya. Jam dua lebih tujuh belas menit.“Astaga ! aku belum makan siang.” Sontak kejut hati Andini. Karena sibuknya bekerja ia lupa telah melewati jam makan siang.“Ee... Eh iya ! Tapi kamu kok tahu aku belum makan ?” Tanya Andini sedikit mengerutkan dahinya.“Apa sih aku yang nggak tahu !” Jawab si pengacara dingin itu dari seberang telepon. Suaranya tetap angkuh seperti biasa.&
Hari minggu pagi dirumah Devano yang kini hanya dihuni oleh dua orang wanita yang tengah bertentangan rasa. Kasandra dan Andini, keduanya tidak pernah akur didalam hati mereka masing-masing. Bagaimana tidak, Andini adalah istri sah Dendi, sedangkan Kasandra yang katanya adalah cinta suci lelaki yang menjadi pangkal musabab ketidak akuran kedua wanita itu. Walaupun tinggal serumah, Kasandra dan Andini jarang bertegur sapa.Seperti biasa setiap hari Andini selalu bangun lebih pagi. Ia menyapu lalu mengepel seluruh lantai rumah kemudian menyiapkan sarapan untuk seluruh penghuni rumah yang memang tidak banyak itu. Andini cukup tahu diri sebagai orang yang menumpang tinggal dirumah itu.Sebelum Andini tinggal dirumah itu, Devano sudah sering menyarankan agar Kasandra memperkerjakan seorang pembantu yang bisa mengerjakan pekerjaan rumah, tapi Kasandra selalu menolaknya dengan alasan mereka sering berada diluar dan rumah tidak terlalu kotor. Padahal saat itu Kasandra hanya tidak
"Apa-apaan kamu memukulku San..!” Teriak Dendi menatap Kasandra sambil memegang pipinya yang baru saja menjadi landasan pendaratan tamparan telapak tangan Kasandra yang cukup keras.“Apa-apaan katamu hah ??? Setelah kamu menghamili aku, kini kamu merayu Andini untuk kembali kepadamu. Lalu kamu anggap apa aku Dendi..??? Bentak Kasandra dengan sangat marah. Ia tidak memperdulikan kalau beberapa orang warga telah mulai berkumpul sejak Dendi berteriak kencang kepada Andini tadi. Namun Kasandra dan Dendi tidak sadar kalau mereka sudah menjadi objek tontonan gratis warga perumahan itu.Sontak pengakuan Kasandra membuat sepuluh orang warga yang berkumpul terperanjat kaget. Mereka adalah tetangga terdekat yang cukup terganggu dengan kegaduhan yang dibuat Dendi dan Kasandra.“Oh, itu kan istri Mas Devano. Ternyata dia selingkuh dengan lelaki itu.” Ucap seorang ibu-ibu yang dari tadi menyaksikan pertengkaran Dendi dengan Kasandra.“Lha,
Sementara itu Andini dan Rio tengah berada didalam perjalanan menuju rumah Rika tempat Andini menitip asuhkan Rehan putra semata wayangnya.Andini agak sedikit shock dengan kejadian yang barusan mereka alami. Wajahnya nampak gugup. Selama mengenal Dendi, Andini belum pernah melihatnya berbuat senekat itu.“Sudahlah An, tidak perlu dipikirin. Toh kamu sudah aman sekarang.” Ucap Rio berusaha menenangkan Andini.Andini menghela nafas panjang lalu membuangnya perlahan.“Kadang aku tidak habis pikir, Yo. Apa yang mereka lakukan sungguh sangat memalukan.” Ucap Andini yang kini lebih akrab memanggil nama Rio dengan singkatan ‘Yo’.Rio hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda ia setuju dengan pendapat Andini.“Dan yang lebih membuat aku tidak mengerti lagi, mengapa Dev tidak melakukan apapun, aku yakin sebenarnya Dev mengetahui semua ini. Tapi ia memilih bungkam dan tidak peduli.” Sambung Andini menggeleng-gelen
“Kamu tinggal di kost kayak gini Den ?” Tanya Kasandra sambil membelalakkan matanya begitu Dendi membuka pintu kamar tempat ia tinggal.Kamar sempit yang hanya diisi oleh dipan ukuran lajang dan sebuah kipas angin yang tidak begitu besar. Pakaian Dendi disimpan di dalam kotak kardus rokok Gudang Garam terletak dipojok kamar dan berukuran sekitar 3x3M persegi yang hanya berlantai keramik tanpa karpet tebal seperti yang ada dikamar Kasandra dirumah mewah milik Devano.“Iya, hanya kamar seperti ini yang sanggup aku sewa San, maklumlah gajiku sebagai kuli ditoko bangunan itu tidaklah seberapa.”“Kamu tidurlah diatas, biar aku yang tidur dilantai.” Sambung Dendi lalu menggolekkan tubuhnya dilantai.Pikirannya kalut memikirkan sumber dana yang harus ia cari untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan Kasandra. Belum lagi peraturan yang cukup ketat yang diterapkan dirumah kost tersebut bahwa pasangan suami istri yang tinggal disana ha
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s