“Ya Tuhaaan...!!! “
“Mengapa kantor ini seperti kurang bercahaya.;.?!” Seorang wanita setengah baya nampak mengomel memasuki kantor Devano. Ia adalah Mami Devano yang bernama Mirna. Sejak Devano memutuskan untuk menikahi Kasandra Mirna memang sering uring-uringan. Ia kurang menyetujui pilihan putra semata wayangnya itu. Mirna ingin Devano menikahi gadis dari golongan pengusaha dan setaraf dengan kasta keluarganya. Tapi cinta Devano pada Kasandra membuat Mirna dan suami tidak dapat membantah keinginan putranya tersebut.
“Mami..!!” Sapa Kasandra memberi hormat pada Ibu mertuanya.
“Eh kamu...?!” Jawab mirna tampak tak acuh.
“Kamu lihat dilobby nampak begitu suram dan menyeramkan...? “
“Seharusnya kamu punya inisiatif agar kantor ini lebih terlihat hidup dan segar !” Mirna ngomel mencari-cari kesalahan Kasandra.
“Iya Mi, nanti Sandra suruh Pak Agus memberi beberapa bunga hidup agar ruangan itu nampak lebih segar.” Jawab Kasandra sopan.
“Ya sudah. !”
“Dimana putraku. ?” Sahut Mirna ketus.
“Tadi Devano berjalan kearah kantin Mi..” Sahut Kasandra sambil menunjuk arah kemana Devano dan Dendi pergi.
“Kekantin..?”
“Lalu kamu tidak memasak makanan buat anakku...?”
“Apa saja yang kamu kerjakan Sandra ?" "Hingga kamu tidak punya waktu memasak untuk putraku.” Sahut Mirna bertubi-tubi.
“Ada apa Mi ribut-ribut.?” Tiba-tiba Devano sudah ada disitu bersama Dendi.
“Apa saja yang dikerjakan istrimu sehingga ia tidak punya waktu memasak untukmu.?” Tanya Mirna sambil melirik tidak suka pada Kasandra.
Dendi merasakan hatinya sakit ketika ia tahu kalau Mirna telah melukai perasaan Kasandra. Bagaimanapun ia tidak rela Kasandra diperlakukan seperti itu.
“Tolong Mi, jangan bicara seperti itu lagi. Sudah cukup Miii..!” Jawab Devano nampak kesal dengan tindakan ibunya.
“Sandra, tolong beri tahu Dendi tentang detail proyek yang harus dikerjakan."
Dia belum sepenuhnya mengenal struktur tanah yang akan dibangun !” Perintah Devano pada Kasandra.
Ia secara halus sengaja menyuruh Dendi dan Kasandra pergi meninggalkan tempat itu. Ia tidak ingin Kasandra semakin terluka karena sikap ibunya. Setelah mengangguk hormat pada Mirna, Kasandra dan dendi meninggalkan tempat itu.
“Ibu mertuamu galak juga.” Ujar Dendi sambil membarengi langkah Kasandra.
Kasandra hanya mengangkat bahu.
“Apa bedanya dengan mamamu !” Jawab Kasandra dengan sedikit menoleh pada Dendi.
“Aku rasa semua orang tua lelaki akan selalu seperti itu."
"Karena dia merasa anaknya begitu berharga tapi tidak menghargai anak orang lain.” Sambung Kasandra menyindir Dendi.
“Yaaah..!” Dendi hanya bisa mengangkat bahu.
Ia paham kemana arah pembicaraan Kasandra.
“Kita minum dulu yuk, tadi aku dan Devano tidak jadi kekantin." "Karena Devano melihat ibunya datang dia langsung menemuinya.” Ajak Dendi sambil menjelaskan.
“Oooh, baik !” Jawab Kasandra
Mereka lalu menuju kantin yang ada dibagian belakang kantor itu. Dendi memesan segelas kopi panas dan Kasandra memesan es susu yang menjadi minuman favoritnya.
Dendi memperhatikan Kasandra dengan sudut matanya. Ketika Kasandra mengibaskan rambutnya Dendi terkesiap melihat liontin yang dipakai Kasandra.
Liontin dengan gambar huruf ‘D’ menghiasi dadanya. Dendi teringat ketika ia memberikan kalung dengan liontin itu kepada Kasandra.
Saat itu Kasandra berkata “Dendi, selama aku masih memakai kalung ini, itu tandanya aku masih mencintaimu.”
“Ooh, Kasandra masih mencintaiku ?” Dalam hatinya Dendi bertanya-tanya.
“San.. Kamu masih memakai kalung itu ?” Tanya Dendi kepada Kasandra setelah mereka meneguk minuman masing-masing.
“Ooh,” Kasandra tampak jengah dengan pertanyaan Dendi.
“Iya Den, Tapi bagiku sekarang huruf ‘D’ di liontin ini adalah inisial dari nama Devano. Bukan namamu.” Sahut Kasandra dengan sikap dibuat tidak acuh.
Kasandra sengaja menutupi perasaannya didepan Dendi.
“Oh begitu.” Jawab Dendi nampak kecewa.
“Aku senang melihat kamu bahagia Sandra. Kamu telah mendapatkan suami yang tepat.” Sambung Dendi menahan pilu dihatinya.
“Iya.. Devano memang berbeda denganmu. Walau orang tua Devano tidak menyukaiku, tapi Devano mempertahankan aku. Bukan sepertimu !” Tandas Kasandra ketus.
“Yaah, aku dan Devano memang berbeda. Orang tua Devano kaya raya, jadi mereka tidak perlu menjual anaknya demi membayar hutang.” Sahut Dendi kesal entah pada siapa ia tujukan.
Kasandra hanya mengangkat bahu menanggapi ucapan Dendi yang lebih tepat disebut ratapan.
“Jadi dimana Andini istrimu ?” Tanya Kasandra.
“Masih di Medan !” Jawab Dendi seperti tidak bergairah menceritakan tentang istrinya.
“Oooh.” Jawab Kasandra dengan perasaan tak menentu. Masih ada getar cemburu dibalik suaranya yang terdengar bergetar.
=====
“Besok aku harus ke Surabaya sayang !”
Kantor cabang disana bersiap melakukan louncing” Ujar Devano sambil memeluk dan membelai rambut istrinya.
“Kamu tidak apa kan tinggal beberapa hari..?” Tanya Devano.
“Iya, aku tidak apa-apa.” Sahut Kasandra sambil membalas pelukan Devano.
“Tapi malam ini kita harus melakukan lebih banyak dari malam biasanya.” Rengek Kasandra manja.
“Ooh. Pasti sayang..!” Devano mempererat pelukannya dan mulai menciumi wajah dan leher Kasandra. Erangan Kasandra terdengar terdengar makin manja ketika Devano mulai menyerang bagian-bagian sensitif ditubuhnya.
Dendi duduk sendirian ditaman. Kesunyian malam membuat hatinya terasa semakin hampa. Berkali-laki ia menghela nafas panjang. Beberapa puntung rokok mulai memenuhi asbak yang berada diatas meja dihadapannya. Dendi mencoba mengundang rasa kantuk agar mendekatinya. Ia bangkit dan berjalan perlahan menuju ke kamarnya.
“Sayaang.. ooh..!!!” dari dalam kamar Kasandra dan Devano terdengar suara rintihan tertahan.
Dendi menghentikan langkahnya didepan kamar yang tertutup itu. Suara erangan dan rintihan kembali terdengar syahdu. Suara-suara itu bagaikan anak panah yang menusuk gendang telinga Dendi.
Ia segera meninggalkan tempat itu dan bergegas menuju kamarnya. Sesampai dikamar ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dan menutupi kedua telinga dengan dua telapak tangannya.
“Mengapa aku sampai ditempat terkutuk ini !??” Makinya sendiri.
“Apakah aku harus pergi dan mencari pekerjaan lain.?” Dendi mulai berfikir ingin menjauh dari kehidupan Kasandra.
“Yaaa. Aku harus pergi..!” Gumam Dendi sendiri.
“Aku tidak mungkin merusak hubungan mereka berdua.” Sambungnya membathin. Sampai pagi matanya tidak mau terpejam. Siksaan ini semakin berat ia rasakan.
====
“Aku berangkat ya sayang..!”
“Jaga dirimu baik-baik..!!”
Devano berpamitan pada Kasandra istrinya. Walau terasa berat Kasandra harus melepas suaminya untuk mengurus pekerjaan dikota lain.
“Hati-hati ya Dev..!”
“Jangan lupa makan yang teratur.” Jawab Kasandra sambil memeluk dan mencium suaminya.
Devano juga membalas pelukan dan ciuman istrinya. Dendi melengos ketika melihat adegan itu. Entah mengapa rasa cemburu makin berkobar dihati lelaki itu.
“Ayo Den..” Ajak Devano meminta Dendi mengantarkannya kebandara.
Dendi yang sebenarnya hari itu ingin mengutarakan maksudnya untuk pergi dari rumah Devano jadi mengurungkan niatnya. Dendi hanya bisa mematuhi permintaan Devano. Ia segera memasuki mobil mewah dan mengambil posisi mengemudi. Sesaat kemudian mereka sudah berada ditengah keramaian jalanan Jakarta.
“Berapa hari disana Dev..?” Tanya Dendi memecah keheningan.
“Mungkin tiga hari Den.”
“Selama aku pergi aku harap kamu bisa menjaga Kasandra istriku.” Jawab Devano sambil tersenyum pada Dendi.
“Iya Dev. Aku akan akan menjaganya.” Kata Dendi lirih.
“Makasih ya Den. Kamu memang sahabat terbaik.” Ujar Devano tersenyum semakin lebar.
Dendi merasakan dadanya berdebar lebih kencang. Diliriknya Devano dengan ekor matanya.
“Ya Tuhaan.. Ia begitu tulus. Tidak berbeda dari dulu sampai sekarang.” Bisik Dendi dalam hati.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai dipintu masuk bandara Soekarno Hatta. Dendi segera mencari tempat parkiran dan memarkirkan mobilnya. Dendi mengantarkan Devano menuju pintu keberangkatan.
“Hati-hati Dev..” Ujarnya
“Terima kasih Den..” Jawab Devano tersenyum lalu melangkah kedalam ruang keberangkatan.
Malam ini begitu sunyi bagi Kasandra. Baru dua minggu berumah tangga suaminya harus pergi meninggalkan dirinya untuk mengurus pekerjaan. Rasa rindu menggayuti hati pengantin baru itu. Ciuman den pelukan Devano masih terasa begitu indah dalam angannya.Untuk menghilangkan kejenuhan Kasandra bermaksud membuat segelas juice. Untuk itu ia segera melangkah menuju dapur dan langsung mencari buah-buahan didalam lemari es. Dengan segelas juice ditangan, Kasandra berjalan menuju taman. Ia ingin bersantai disana untuk menghilangkan suntuk pikiran.Beberapa langkah dari taman itu Kasandra melihat Dendi sudah terlebih dahulu menghuni satu-satunya bangku panjang disana. Kasandra bermaksud mengurungkan niat dan membalikkan badan menuju arah lain.“San..!!” Terdengar suara Dendi memanggilnya. Kasandra menoleh kebelakang dan melihat Dendi menatapnya dari bangku itu.“Kamu pasti jenuh. Kesinilah kita ngobrol.” Panggil Dendi mengundang K
Sebuah panggilan video berdering diponsel Kasandra. Kasandra segera menyeka air matanya begitu melihat siapa yang menelponnya.“Oooh, Devano..!!” Gumammnya sambil berusaha merapikan rambutnya yang nampak acak-acakkan.“Hallo..!!” Jawab Kasandra“Hai Sayang..!! istriku tercinta..!” Sahut Devano dengan nada riang. Kasandra berusaha tersenyum agar Devano tidak curiga padanya.“Hai mengapa matamu bengkak sayang ?”“Kamu sedang menangis..?” Devano bertanya bertubi-tubi begitu melihat wajah murung istrinya.“Aaah.. enggak sayaang ! Aku tidak menangis..” Sanggah Kasandra mencoba terus berbohong.Ia memaksakan sebuah senyuman untuk Devano suaminya.“Pasti kamu kangen sama aku.”“Aku bersalah karena harus meninggalkanmu.” Ujar Devano nampak memaki dirinya.“Tidak Dev. Jangan berpikiran begitu.”“Aku tida
Devano telah tiba dari Surabaya. Langkah kakinya nampak tergesa-gesa memasuki pintu utama kantornya yang luas dan megah. Rasa rindu pada istrinya yang terasa menggebu membuat langkah Devano semakin cepat menuju ruangan Kasandra. Sesampai didepan ruangan Kasandra Devano langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. “Hallo sayaaang..!!” Sapanya begitu membuka pintu dan melihat Kasandra yang tengah sibuk dengan laptop diatas meja kerjanya. Kasandra tersenyum senang melihat kedatangan suaminya. Rasa rindu membuatnya lupa pada kekecewaan yang sempat ia rasakan pagi tadi. Kasandra segera bangkit dari tempat duduknya dan setengah berlari menghambur kepelukan Devano. “Aku rindu padamu sayaang..” Desahnya manja dipelukan Devano. Devano tersenyum bahagia dan menciumi pipi Kasandra. “Maafkan aku karena meninggalkanmu diawal pernikahan kita.” Ujar Devano sambil membelai rambut istrinya dengan mesra. “Malam
“Sampai sekarang aku masih bisa menolak keinginan Mami.” Kalimat yang diucapkan Devano masih terngiang ditelinga Dendi. “Sampai sekarang.” “Itu artinya tidak ada jaminan bahwa Dev akan mampu memperatahankan Sandra selamanya.” Desah Dendi dalam hati. “Oh kasihan sekali hidupmu Sandra.” Ratap Dendi pilu sambil memperhatikan Kasandra yang tengah sibuk berbincang dengan seorang bawahannya. Ia nampak sangat bersemangat dan ceria. Sungguh Dendi tidak tega membayangkan kalau suatu saat dirinya menyaksikan Kasandra terluka. Dendi menghembuskan asap rokoknya keudara. Gumpalan asam putih terbang perlahan mengurai bermacam rasa yang berkecamuk dipikiran Dendi. Tiba-tiba dari arah lain Dendi melihat Devano sedang berjalan bersama Mirna dan seorang wanita muda. Mirna berjalan dengan angkuh dan nampak berbicara tegas pada putranya. Tak lama kemudian mereka bertiga memasuki sebuah mobil mewah dan berlalu mening
Kasandra mendesah dalam gelisah hatinya. Yach.. istri mana yang bisa tertidur lelap sementara suaminya tengah bersama wanita lain. Apalagi wanita itu adalah gadis pilihan orang tua Devano. Kasandra merasa dirinya amat tersisih. Ia sangat sadar bahwa dirinya terlalu banyak kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin, Kasandra merasa Cantika jauh lebih cantik dari dirinya. Walau dimata Devano Kasandra selalu menang dibanding wanita manapun didunia ini.Perlahan Kasandra merasa rongga matanya panas. Dua anak sungai mengalir dikedua belah pipinya. Air hangat itu bergulir turun dan menyentuh bibirnya. Ia merasa tak ubahnya seperti perahu kecil yang sedang terapung dilautan luas ditengah malam. Tiada tempat mengadu apalagi untuk bersedu sedan. Orang tuanya jauh dipulau sumatera. Walaupun dirinya bisa menelpon ibunya untuk berkeluh kesah, tapi Kasandra tak pernah mau melakukan itu. Ia tidak ingin memberi beban kepada ibunya yang hidup menjanda. Kasandra sudah terbia
Pukul 10.30 pagi menjelang siang.Devano turun dari mobilnya yang baru saja ia parkir dihalaman kantornya yang megah. Tidak seperti biasanya ia selalu berpakain rapi, tapi hari ini Devano hanya menggunakan kaos oblong yang kusut dan raut wajah yang semberawut. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Kasandra, namun untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban. Devano sadar istrinya pasti sedang marah karena semalam ia tidak pulang. Karena itu kini ia datang dengan maksud menjernihkan suasana dengan Kasandra.Devano melangkah memasuki kantornya. Beberapa orang karyawannya memandang heran tapi tetap membungkuk hormat padanya. Pada seorang karyawannya Devano bertanya " Ibu Sandra dimana..?""Diruang rapat Pak."Jawab karyawannya itu dengan penuh hormat. Devano menganggukkan kepalanya lalu meneruskan langkah kakinya menuju ruangan kerjanya.Devano menghempaskan pinggulnya disalah satu sofa yang ada didalam ruangan kerjanya. Pikirannya suntuk dan kacau balau. Kesal dan
Episode 10"Sabar ya San..!!" Dendi mencoba menyabarkan Kasandra yang nampak sudah mulai menangis. Dendi dapat merasakan luka dihatinya. Mendung yang bergayut dimata Kasandra melebihi awan hitam yang kini bergelantungan diatas langit. Sejurus kemudian hujan deras turun dengan suara bergemuruh dan seiring dengan itu, air mata Kasandra nampak jatuh berderai dipipinya. Tawanya yang renyah telah hilang dalam sekejap. Kini Kasandra kembali dengan wajahnya yang lebih sering nampak murung."Saan..!!" Dendi mendekat dan memeluk bahu Kasandra yang mulai sesugukan. "Kita pulang saja yuk..." Bujuk Dendi mencoba terus menenangkan hati Kasandra. Kasandra tidak menjawab, namun sedu sedannya semakin mengiris hati. Dendi membimbing Kasandra meninggalkan restaurant itu. Bagaikan anak kecil Kasandra pasrah mengikuti langkah kaki Dendi. Dengan tangan kanannya ia bergayut pada bahu kiri Dendi dan terus melangkah keluar pintu restaurant itu.Dendi membuka jasnya dan memayu
Perlahan daun pintu tersibak. Devano hanya menemukan kesunyian dirumah itu. Ia yakin Kasandra pasti berada didalam kamarnya.Devano lalu menuju kamarnya dan membuka pintu. Pandangan mata Devano langsung tertumbuk pada ranjang yang nampak berantakan. Pakaian Kasandra berserakan dilantai. Namun ia tidak menemukan Kasandra istrinya dikamar itu. Dari balik tirai yang tersingkap nampak jendela terbuka lebar. Devano segera menuju jendela dan melihat keluar. Tak satupun orang yang ia lihat berada berada disana. Hanya taman dengan hamparan rerumputan hijau dan beberapa kuntum bunga yang nampak bermekaran dan masih basah oleh sisa-sisa air hujan."Sayaaang..!!" Devano memanggil.Tiada sahutan terdengar membalas panggilannya.Perlahan pendengaran Devano menangkap bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi."Ooh, Kasandra sedang mandi. Pantas tidak bisa mendengar panggilanku." Desis Devano sambil tersenyum.Sambil menunggu Kasandra selesai mandi, Devano
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s