“Sayaang..!!” Devano setengah berteriak memanggil istrinya. Ia mencari-cari dimana Kasandra berada. Setelah memeriksa taman dan ruang dapur akhirnya Devano masuk kekamarnya. Ia menemukan istrinya yang tengah berbaring santai sambil menonton acara televisi.
“Sayaaaang..!!” Devano kembali menyapa lembut istrinya.
Kasandra merentangkan kedua tangan menyambut kedatangan suaminya. Dengan mesra ia rengkuh kepala Devano kepelukannya.
“Maaf, tadi aku mengabaikanmu !” Ujar Devano merasa bersalah.
“Tidak apa-apa sayaang.” Jawab Kasandra dengan perasaan galau.
Devano menceritakan tentang Dendi kepada kasandra. Kasandra mendengarkan dengan dan mulai mengerti alasan kedekatan Devano dan Dendi.
“Kamu menyuruh Dendi tinggal disini..?” Tanya Kasandra dengan mata membesar ketika Devano mengatakan bahwa Dendi akan tinggal serumah dengan mereka.
“Pliis Ratu..!! Mohon diizinkan. Dia sahabat hamba sudah sejak lama.”
“Mohon Ratu berkenan mengizinkan .“ Jawab Devano memohon dengan gaya yang kocak berusaha mencairkan kekakuan.
Ia merasa bersalah karena tidak meminta persetujuan istrinya terlebih dahulu. Kasandra hanya menarik nafas dalam-dalam.
“Komplek perumahan ini masih sepi sayang.”
“ Aku khawatir jika suatu hari aku harus keluar kota. “
“Jika Dendi ada disini ia bisa menjagamu.” Papar Devano menjelaskan maksudnya.
Kasandra tidak bisa menolak kemauan suaminya. Ia takut Devano akan curiga bila ia bersikeras menolak kehadiran Dendi. Kasandra menghela nafas dalam-dalam lalu membuang keluar seakan ingin melepaskan kegundahan dihatinya.
“Okelah..!!” Jawab Kasandra tidak mau berdebat.
Devano mencium kening istrinya dan mengucapkan terima kasih atas pengertian Kasandra.
===
Dendi duduk menyendiri ditaman samping rumah milik Devano dan Kasandra. Ada perasaan tidak nyaman yang ia rasakan sejak berada dirumah itu. Tapi dirinya tidak mampu menolak keinginan Devano. Suara gurauan mesra Kasandra dan Devano dari dalam kamar mereka mengusik dan menusuk perasaan Dendi. Ia merasakan kecemburuan yang tak mampu ia tepiskan.
“Oooh Tuhaan..”
“Mengapa semua ini harus terjadi...?” Keluh Dendi dalam hati.
Berkali-kali ia menghela nafas panjang. Sepuluh puntung rokok sudah ia buang kedalam sebuah asbak yang menjadi saksi kegalauan hatinya.
“Sayaang.. sakiit..!!” Terdengar teriakan lembut Kasandra dari kamarnya.
“Pelan-pelan yaa..!!” Suara Devano lembut membujuk istrinya.
Dendi memukul keningnya sendiri. Suara-suara dari kamar itu begitu menyiksanya. Rasa cemburu seakan membunuhnya seketika.
“Inilah yang dirasakan Sandra ketika aku menikah dulu.” Keluh Dendi penuh sesal.
“Sekarang aku baru bisa merasakannya. Ternyata begitu sakit.” Gumamnya sendiri yang lebih mirip dengan rintihan
“Dulu Sandra melarikan diri kekota ini karena tidak sanggup menyaksikan pernikahanku.
Dan kini karma berlaku padaku dimana aku harus mendengar dan melihat kemesraan Sandra dengan suaminya.”
“Dan mengapa harus Devano suaminya..?”
“Mengapa tidak laki-laki lain saja ?” Dada Dendi makin bergemuruh. Dia mengepalkan tinjunya dan menghantamkan kepapan sandaran bangku yang ia duduki.
“Braaaak..!!”
====
Pagi itu Devano dan Kasandra sudah bersiap berangkat kekantornya. Hari ini adalah hari pertama mereka kembali kekantor setelah seminggu menikmati bulan madu. Walau bulan madu dirumah saja tapi tidak mengurangi kebahagiaan kedua pengantin baru itu. Dendi mengikuti langkah Devano dan Kasandra yang berjalan bergandengan didepannya. Ia merasa dirinya bagaikan seekor sapi ompong yang sedang dipecundangi.
“Selamat menempuh hidup baruuu..!!!” Terdengar sapaan riuh dari para karyawan Devano menyambut kedatangan mereka. Mereka turut berbahagia atas pernikahan dua insan yang serasi itu.
Taburan bunga membanjiri lantai.
Para karyawan dan karyawati yang ikut berbahagia menyirami tubuh Devano dan Kasandra dengan kelopak-kelopak mawar berwarna-warni. Devano dan Kasandra tertawa bahagia. Mereka saling berpelukan ditengah curahan hujan kelopak mawar yang bertaburan.
Dendi hanya menghela nafas panjang. Ia teringat saat ia melangsungkan pesta pernikahan dengan Andini. Saat itu ia merasakan hatinya sangatlah dingin. Tapi hari ini ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri betapa Kasandra nampak sangat bahagia.
“Ooh, mungkin inilah karma yang harus aku terima.” Keluh Dendi dalam hati.
Setelah acara penyambutan kedua pengantin usai, kini saatnya mereka kembali bekerja. Petugas kebersihan sudah selesai membersihkan taburan kelopak mawar yang tadi berserakan diatas lantai. Devano dan Kasandra memasuki ruang rapat. Dibelakang Dendi mengikuti dengan kepala sedikit tertunduk.
“Selamat pagi semua..!” Sapa Devano memulai acara rapat pagi itu.
“Pagi Paaak !” Sahut para anggota sembari memberi hormat.
“Pagi ini perlu saya sampaikan bahwa kita akan segera memulai proyek perumahan yang saya beri nama “KASANDRA PARK”. Ujar Devano sambil tersenyum melirik istrinya yang duduk disampingnya.
Perumahan ini adalah type elite dan pengerjaanya harus sangat teliti supaya menghasilkan bangunan yang kokoh serta pemandangan yang indah didalamnya.” Devano melanjutkan pengarahannya. Semua mata peserta rapat tertuju kepadanya. Direktur muda itu dikenal sebagai pimpinan yang sangat baik dan rendah hati. Semua pegawai disana sangat menghargai Devano.
“Untuk memimpin proyek ini saya beri kesempatan kepada istri saya Kasandra !” Sambung Devano yang disambut tepuk tangan dari para anggota Rapat.
‘Dan pada pagi ini saya juga ingin memperkenalkan sahabat saya yaitu Bapak Dendi yang nantinya akan menjadi arsitek dari proyek yang akan kita bangun !” Sambung Devano menjelaskan dan memperkenalkan Dendi pada semua peserta rapat.
Dendi dipersilahkan memperkenalkan diri dan sejenak kemudian mereka telah nampak akrab membahas perencanaan proyek yang akan dilakukan. Dendi nampak begitu bersemangat menjelaskan site plan perumahan yang akan mereka kerjakan. Kasandra juga nampak sibuk berbincang dengan beberapa manager yang membawahi bidang masing-masing.
Devano tersenyum senang melihat Dendi sudah mulai larut dalam kesibukan bekerja. Ia yakin dan percaya Dendi mampu memberikan karya yang luar biasa pada proyek besar ini. Sejak kuliah Devano sudah tahu bagaimana kemampuan Dendi membuat desain bangunan yang indah serta nampak elegan.
Menjelang siang rapat baru selesai. Semua pegawai nampak begitu sumringah menyambut pengerjaan proyek baru mereka. Bonus yang sangat besar terbayang dalam benak mereka masing-masing jika proyek ini berhasil mencapai target penjualan tertinggi. Devano terkenal sebagai Bos yang sangat royal pada anak buahnya yang mau bekerja keras dan berprestasi. Dan alasan itulah Devano sangat dicintai oleh seluruh pegawainya.
=====
“San, aku ingin kamu mengoreksi dulu site plan yang aku buat !” Ujar Dendi begitu ia berada dihadapan meja kerja Kasandra.
Kasandra menerima lembaran kertas berukuran besar yang disodorkan Dendi lalu meletakkan begitu saja dimeja kerjanya.
“Mengapa kamu datang kedalam kehidupanku..?!” Kata Kasandra seperti tidak menyukai kehadiran Dendi diperusahaan dan kehidupannya.
“Aku bukan maksud mengganggu kehidupanmu !”
“Aku butuh pekerjaan Sandra.” Jawab Dendi lirih seperti memelas.
“Butuh pekerjaan.?”
“Haa..! Bukankah kamu telah menikahi seorang putri bangsawan yang memiliki banyak harta.” Jawab Kasandra terdengar ketus.
“San, aku mohon.. jangan bahas masalah itu lagi. Aku tidak ingin Devano tahu tentang cerita masa lalu kita !” Seru Dendi memotong ocehan Kasandra.
Ia dapat memahami sakit hati yang dirasakan Kasandra. Orang tua Dendi pernah menghina Kasandra dengan membandingkan status sosial keluarganya dengan keluarga Andini yang kaya raya.
“Tolong.. Aku butuh pekerjaan ini.” Sambung Dendi sedikit menekuk wajahnya.
“Kamu lihat Dendi, begitu cepat karma bekerja !"
"Dulu aku kalian hina. Tapi sekarang kamu memohon pekerjaan kepadaku !” Tandas Kasandra menumpahkan sakit hati yang ia simpan selama ini.
“Yaa, aku mengaku salah San.”
“Tolong maafkan aku.” Sahut Dendi lirih.
Kasandra memandang lelaki yang pernah ia cintai itu. Jauh didalam lubuk hatinya masih bersemi bunga cinta. Tapi rasa sakit hati yang ia tanggung selama ini membuat hatinya terasa kelabu.
Dendi meninggalkan ruangan Kasandra dengan perasaan galau.
“Den..!!” Sebuah suara memanggil Dendi.
“Eh Dev.. !!“ Jawab Dendi menghentikan langkahnya.
“Kamu sudah bicarakan proyek ini dengan Kasandra ..?” Tanya Devano sambil membarengi langkah Dendi.
“Sudah. ..! Aku telah memberikan desain padanya .” Jawab Dendi tersenyum.
“Aku berharap proyek ini sukses besar Den !”
“Keluarkan semua kemampuanmu disini..!” Ucap Devano bersemangat sambil menepuk bahu sahabatnya.
“Siap Pak Bos..” Jawab Dendi bercanda.
Mereka nampak sangat akrab. Tawa lepas terdengar meriah dari dua orang sahabat dekat ini.
Dari jauh Kasandra memandang dengan hati tak menentu. Kehadiran Dendi dalam hidupnya kini terasa sangat mengusik dan sedikit menggangu.
“Ya Tuhaaan...!!! ““Mengapa kantor ini seperti kurang bercahaya.;.?!” Seorang wanita setengah baya nampak mengomel memasuki kantor Devano. Ia adalah Mami Devano yang bernama Mirna. Sejak Devano memutuskan untuk menikahi Kasandra Mirna memang sering uring-uringan. Ia kurang menyetujui pilihan putra semata wayangnya itu. Mirna ingin Devano menikahi gadis dari golongan pengusaha dan setaraf dengan kasta keluarganya. Tapi cinta Devano pada Kasandra membuat Mirna dan suami tidak dapat membantah keinginan putranya tersebut.“Mami..!!” Sapa Kasandra memberi hormat pada Ibu mertuanya.“Eh kamu...?!” Jawab mirna tampak tak acuh.“Kamu lihat dilobby nampak begitu suram dan menyeramkan...? ““Seharusnya kamu punya inisiatif agar kantor ini lebih terlihat hidup dan segar !” Mirna ngomel mencari-cari kesalahan Kasandra.“Iya Mi, nanti Sandra suruh Pak Agus memberi bebera
Malam ini begitu sunyi bagi Kasandra. Baru dua minggu berumah tangga suaminya harus pergi meninggalkan dirinya untuk mengurus pekerjaan. Rasa rindu menggayuti hati pengantin baru itu. Ciuman den pelukan Devano masih terasa begitu indah dalam angannya.Untuk menghilangkan kejenuhan Kasandra bermaksud membuat segelas juice. Untuk itu ia segera melangkah menuju dapur dan langsung mencari buah-buahan didalam lemari es. Dengan segelas juice ditangan, Kasandra berjalan menuju taman. Ia ingin bersantai disana untuk menghilangkan suntuk pikiran.Beberapa langkah dari taman itu Kasandra melihat Dendi sudah terlebih dahulu menghuni satu-satunya bangku panjang disana. Kasandra bermaksud mengurungkan niat dan membalikkan badan menuju arah lain.“San..!!” Terdengar suara Dendi memanggilnya. Kasandra menoleh kebelakang dan melihat Dendi menatapnya dari bangku itu.“Kamu pasti jenuh. Kesinilah kita ngobrol.” Panggil Dendi mengundang K
Sebuah panggilan video berdering diponsel Kasandra. Kasandra segera menyeka air matanya begitu melihat siapa yang menelponnya.“Oooh, Devano..!!” Gumammnya sambil berusaha merapikan rambutnya yang nampak acak-acakkan.“Hallo..!!” Jawab Kasandra“Hai Sayang..!! istriku tercinta..!” Sahut Devano dengan nada riang. Kasandra berusaha tersenyum agar Devano tidak curiga padanya.“Hai mengapa matamu bengkak sayang ?”“Kamu sedang menangis..?” Devano bertanya bertubi-tubi begitu melihat wajah murung istrinya.“Aaah.. enggak sayaang ! Aku tidak menangis..” Sanggah Kasandra mencoba terus berbohong.Ia memaksakan sebuah senyuman untuk Devano suaminya.“Pasti kamu kangen sama aku.”“Aku bersalah karena harus meninggalkanmu.” Ujar Devano nampak memaki dirinya.“Tidak Dev. Jangan berpikiran begitu.”“Aku tida
Devano telah tiba dari Surabaya. Langkah kakinya nampak tergesa-gesa memasuki pintu utama kantornya yang luas dan megah. Rasa rindu pada istrinya yang terasa menggebu membuat langkah Devano semakin cepat menuju ruangan Kasandra. Sesampai didepan ruangan Kasandra Devano langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. “Hallo sayaaang..!!” Sapanya begitu membuka pintu dan melihat Kasandra yang tengah sibuk dengan laptop diatas meja kerjanya. Kasandra tersenyum senang melihat kedatangan suaminya. Rasa rindu membuatnya lupa pada kekecewaan yang sempat ia rasakan pagi tadi. Kasandra segera bangkit dari tempat duduknya dan setengah berlari menghambur kepelukan Devano. “Aku rindu padamu sayaang..” Desahnya manja dipelukan Devano. Devano tersenyum bahagia dan menciumi pipi Kasandra. “Maafkan aku karena meninggalkanmu diawal pernikahan kita.” Ujar Devano sambil membelai rambut istrinya dengan mesra. “Malam
“Sampai sekarang aku masih bisa menolak keinginan Mami.” Kalimat yang diucapkan Devano masih terngiang ditelinga Dendi. “Sampai sekarang.” “Itu artinya tidak ada jaminan bahwa Dev akan mampu memperatahankan Sandra selamanya.” Desah Dendi dalam hati. “Oh kasihan sekali hidupmu Sandra.” Ratap Dendi pilu sambil memperhatikan Kasandra yang tengah sibuk berbincang dengan seorang bawahannya. Ia nampak sangat bersemangat dan ceria. Sungguh Dendi tidak tega membayangkan kalau suatu saat dirinya menyaksikan Kasandra terluka. Dendi menghembuskan asap rokoknya keudara. Gumpalan asam putih terbang perlahan mengurai bermacam rasa yang berkecamuk dipikiran Dendi. Tiba-tiba dari arah lain Dendi melihat Devano sedang berjalan bersama Mirna dan seorang wanita muda. Mirna berjalan dengan angkuh dan nampak berbicara tegas pada putranya. Tak lama kemudian mereka bertiga memasuki sebuah mobil mewah dan berlalu mening
Kasandra mendesah dalam gelisah hatinya. Yach.. istri mana yang bisa tertidur lelap sementara suaminya tengah bersama wanita lain. Apalagi wanita itu adalah gadis pilihan orang tua Devano. Kasandra merasa dirinya amat tersisih. Ia sangat sadar bahwa dirinya terlalu banyak kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin, Kasandra merasa Cantika jauh lebih cantik dari dirinya. Walau dimata Devano Kasandra selalu menang dibanding wanita manapun didunia ini.Perlahan Kasandra merasa rongga matanya panas. Dua anak sungai mengalir dikedua belah pipinya. Air hangat itu bergulir turun dan menyentuh bibirnya. Ia merasa tak ubahnya seperti perahu kecil yang sedang terapung dilautan luas ditengah malam. Tiada tempat mengadu apalagi untuk bersedu sedan. Orang tuanya jauh dipulau sumatera. Walaupun dirinya bisa menelpon ibunya untuk berkeluh kesah, tapi Kasandra tak pernah mau melakukan itu. Ia tidak ingin memberi beban kepada ibunya yang hidup menjanda. Kasandra sudah terbia
Pukul 10.30 pagi menjelang siang.Devano turun dari mobilnya yang baru saja ia parkir dihalaman kantornya yang megah. Tidak seperti biasanya ia selalu berpakain rapi, tapi hari ini Devano hanya menggunakan kaos oblong yang kusut dan raut wajah yang semberawut. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Kasandra, namun untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban. Devano sadar istrinya pasti sedang marah karena semalam ia tidak pulang. Karena itu kini ia datang dengan maksud menjernihkan suasana dengan Kasandra.Devano melangkah memasuki kantornya. Beberapa orang karyawannya memandang heran tapi tetap membungkuk hormat padanya. Pada seorang karyawannya Devano bertanya " Ibu Sandra dimana..?""Diruang rapat Pak."Jawab karyawannya itu dengan penuh hormat. Devano menganggukkan kepalanya lalu meneruskan langkah kakinya menuju ruangan kerjanya.Devano menghempaskan pinggulnya disalah satu sofa yang ada didalam ruangan kerjanya. Pikirannya suntuk dan kacau balau. Kesal dan
Episode 10"Sabar ya San..!!" Dendi mencoba menyabarkan Kasandra yang nampak sudah mulai menangis. Dendi dapat merasakan luka dihatinya. Mendung yang bergayut dimata Kasandra melebihi awan hitam yang kini bergelantungan diatas langit. Sejurus kemudian hujan deras turun dengan suara bergemuruh dan seiring dengan itu, air mata Kasandra nampak jatuh berderai dipipinya. Tawanya yang renyah telah hilang dalam sekejap. Kini Kasandra kembali dengan wajahnya yang lebih sering nampak murung."Saan..!!" Dendi mendekat dan memeluk bahu Kasandra yang mulai sesugukan. "Kita pulang saja yuk..." Bujuk Dendi mencoba terus menenangkan hati Kasandra. Kasandra tidak menjawab, namun sedu sedannya semakin mengiris hati. Dendi membimbing Kasandra meninggalkan restaurant itu. Bagaikan anak kecil Kasandra pasrah mengikuti langkah kaki Dendi. Dengan tangan kanannya ia bergayut pada bahu kiri Dendi dan terus melangkah keluar pintu restaurant itu.Dendi membuka jasnya dan memayu
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s