Senin pagi adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Andini. Bagaimana tidak, hari itu ia adalah hari dimana ia akan diserahi jabatan penting di perusahaan Devano yang nota bene tercatat sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia raya.
Kepala keuangan alias accounting manager. Woow... Sebuah jabatan yang sangat elok. Berurusan dengan duit dan duit. Andini sudah membayangkan kalau ia bisa membeli apapun yang ia inginkan. Masalah duit ? Alaah..tinggal pakai uang perusahaan aja dulu. Urusan bisa diselesaikan belakangan. Apa lagi sekarang Devano telah memperlihatkan perhatian yang cukup besar kepadanya. Kira-kira demikian pikiran Andini.“Jangan-jangan Dev sudah mulai jatuh cinta padaku ??? Ooh indahnya.. dicintai seorang Devano yang tampan dan kaya raya..” Andini menari-nari didalam kamarnya.Ia kemudian mulai memilih pakaian yang cocok untuk ia kenakan besok. Tidak mungkin ia memakai baju murahan sedangkan jabatan yang akan ia emban bukanlah jabatan kalengHari senin yang ditunggu-tunggu Andini akhirnya datang juga. Agak lama ia mematut penampilannya didepan cermin. Blezer warna coklat tua dengan model terbaru yang agaknya masih trend dikalangan artis papan atas saja. Untuk turun ke rakyat jelata mungkin harus melewati musim duren dan musim manggis agak tiga putaran dulu. Tapi hari ini seorang Andini telah mengenakan busana itu. Sangat pas dan sangat indah. Pinggul Andini yang memang lebih padat dan berisi makin mendongkrak penampilan calon ibu manager itu.Andini masih belum puas berputar-putar memastikan kesempurnaan penampilannya. Devano dan Kasandra sudah keluar dari kamarnya yang kini berdampingan dengan kamar Andini. Dendi seperti biasa sudah siap dibelakang kemudi layaknya seorang sopir pribadi.Devano mengenakan hem biru muda dan jas berwarna agak dongker. Dasi warna senada dari kain sutra melengkapi kegagahan Devano. Dengan penuh percaya diri Devano melenggang merangkul bahu Kasandra. Namun Devano menghentikan
Rapat kali ini agak luar biasa. Karena ada perubahan tatanan strukturisasi yang sangat mendasar.Danu yang telah menjadi manager keuangan dua tahun lebih akan digeser posisinya. Sebelum rapat dimulai Danu dipanggil Devano keruangannya. Devano telah memberi tahu lelaki separo tua itu bahwa jabatannya akan digantikan oleh Andini. Selain itu ada beberapa bisikan panas kepada Danu yang saat ini belum boleh dibocorkan kepada pembaca.😀Danu yang sudah sangat berpengalaman mengangguk-angguk mengerti akan tugas baru yang dititahkan oleh putra bosnya terdahulu yang kini telah menjadi bosnya. Yah, Danu adalah manager keuangan sejak era Hamdani memimpin perusahaan itu dan sampai saat ini baru akan diganti.“Siap Pak ! Saya mengerti apa yang harus saya lakukan.” Jawab Danu sembari bersalaman dengan Devano. Danu sangat dekat dengan Devano. Ia sudah menganggap anak dibathinnya terhadap Devano yang memiliki kepribadian yang baik.Devano memang sangat dicintai oleh se
Malamnya dikediaman Devano dan Kasandra.Devano tengah bersiap-siap untuk pergi. Namun tidak seperti biasanya kemanapun ia pergi pasti ia mengajak Kasandra istrinya ikut bersamanya. Namun kali ini Devano mau pergi sendiri.“Mau kemana kamu Dev ?” Tanya Kasandra melihat Devano mengganti pakaian sehabis mandi.“Mau kerumah Mami sayang. Mami baru saja pulang dari rumah sakit siang tadi. Aku tidak sempat menjemput Mami tadi.” Ucap Devano sambil menyentuh lembut pipi Kasandra.“Kamu mau pergi sendiri ?”“Iya sayang. Aku tidak mungkin membawamu malam-malam begini. Kamu tengah hamil dan butuh banyak istirahat.” Jawab Devano menyisir rambutnya didepan cermin.“Dev sudah banyak berubah sekarang.” Desah hati Kasandra sedih.“Aku tidak akan lama kok sayang. Aku harus bertemu Mami karena besok siang aku harus ke Surabaya.”“Hah ? Kamu ke Surabaya lagi ? Kan baru tiga hari
"Mami harus banyak istirahat, jangan mikir macem-macem.” Ucap Devano sambil menyuapkan sekeping roti bakar kemulut Mirna.Mirna masih nampak sedikit lemah, ia masih terbaring ditempat tidur dan dijaga Bik Imah.“Kamu harus lebih hati-hati menjaga perasaan istrimu Dev, kasihan Kasandra sedang hamil.” Kata Mirna menasehati putranya.Devano mengangguk dan tersenyum lembut kepada Mirna. Ia menggeser kursi yang ia duduki agar lebih dekat ke pembaringan Mirna dan memberikan suapan kedua.“Oh andaikan Mami tahu luka apa yang sedang ditanggung anakmu ini, Mami pasti tidak akan bicara seperti itu.” Desah Devano didalam hatinya.“Wanita hamil itu butuh perhatian yang lebih dan perasaannya sangat sensitif.” Sambung Mirna menambah wejangannya.“Dev tahu Mi, Dev tidak akan menyakiti Kasandra.” Jawab Devano kembali menyenyumi wanita yang telah melahirkannya kedunia yang penuh cerita ini.“Sekarang
Hari kedua Andini bekerja ia sudah mulai terbiasa dengan suasana kantor yang sebelumnya belum pernah ia lakoni.Namun Andini bukan tidak memiliki kemampuan. Waktu kuliah Andini dikenal sebagai mahasiswi yang cukup cerdas walau agak keras kepala. Kecerdasan Andini membuat ia disayang oleh para dosen-dosennya. Andini yang cantik membuat banyak dosen-dosennya jatuh hati. Namun Andini muda saat itu lebih mengedepankan cinta suci kepada kekasihnya yang sudah ia pacari sejak masih duduk dibangku SMK. Cinta yang katanya suci itu telah menodai hidup Andini. Ia hamil disaat menunggu hari wisudanya. Celakanya kekasihnya itu menghilang karena secara ekonomi ia belum mampu menghidupi seorang istri dan calon anak diperut Andini. Orang tua Andini yang kecewa kepada putrinya lalu memaksa Andini untuk menikah dengan Dendi. Andini yang sudah pasrah dengan hidupnya berusaha menerima Dendi dan mencintai Dendi sebagai mana mestinya. Namun sayang Dendi pergi mengejar masa lalunya pada Kasandr
“Kamu harus percaya pada aku San, aku tidak merayu Andini.” Dendi bersembunyi dibalik tembok berbicara lewat telepon dengan Kasandra. Sekali-kali ia memandang sekeliling memastikan tidak ada orang yang mendengar suaranya.Sejak kehadiran Andini, Kasandra dan Dendi tidak punya peluang lagi untuk bertemu langsung. Mereka harus bicara lewat chat atau telepon. Tidak bisa lagi makan siang bersama, apalagi bobok bareng berdua. Kehadiran Andini dirumah dan dikantor bagaikan seorang satpam yang sengaja diletakkan Devano untuk mengawasi mereka dua puluh empat jam.“Aku melihat dan mendengar dengan mata kepalaku sendiri Den. Tidak perlu berbohong kepadaku.” Jawab Kasandra merajuk.“San, percayalah padaku, aku hanya mencintaimu.” Ucap Dendi lembut dan memohon. Sedangkan Kasandra mulai terisak.“Sekarang apa yang harus aku lakukan Den, suamiku sudah tidak acuh kepadaku. Mungkin Dev sudah mendapat aduan dari Andini. Dan sekarang kamu
Kasandra menunggu kedatangan Dendi disebuah rumah makan yang sudah mereka sepakati untuk bertemu melalui pembicaraan telepon tadi.Untuk menghindari kecurigaan, Kasandra menyetir mobilnya sendiri dan Dendi akan menyusul dengan menggunakan taksi online.(Aku sudah direstoran)Sebuah chat dikirim Kasandra kepada Dendi. Dendi bergegas menyudahi pembicaraannya dengan seorang klien yang cukup penting diperusahaan itu. Klien itu bermaksud untuk mengkonsultasikan design bangunan yang akan dibangun sebagai hadiah sebuah event yang cukup besar.“Berhubung ini sudah masuk jam istirahat siang, kita bisa melanjutkan pembicaraan nanti sehabis jam istirahat.” Ujar Dendi sambil memberikan senyuman manis kepada kliennya itu. Lalu Dendi mengisyaratkan dengan gerakannya bahwa ia akan segera meninggalkan meja kerjanya.Lelaki yang menjadi lawan bicara Dendi mengerutkan keningnya. Sikap Dendi dinilainya sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang arsitektur perusahaan tempat i
Karena begitu berat tekanan yang dirasakan oleh Kasandra, membuat ia drop dan tubuhnya semakin kurus. Ia jadi tidak berselera makan dan lebih banyak mengurung diri dikamarnya setelah pulang dari kantornya. Apalagi Devano kini lebih banyak menghabiskan waktu di Surabaya mengurus bisnisnya dari pada menemani dirinya yang tengah hamil empat bulan.Dan bukan itu saja, Dendi lelaki selingkuhannya yang merupakan mantan kekasihnya itu, kini tidak leluasa lagi ia temui. Jangankan untuk mengadu dan mengeluh apalagi bercinta, berbincang sepatah atau dua patah kata saja sudah memancing perhatian Andini yang bagaikan seorang pengawas yang selalu memperhatikan gerak-gerik mereka berdua. Kasandra kini hidup bagaikan didalam sebuah neraka. Dan itu karena kesalahan dirinya sendiri. Kasandra juga menyadari semua itu adalah memang total salahnya.Kasandra yakin kalau Devano telah mencium aroma perselingkuhan dirinya dengan Dendi. Mungkin itulah sebabnya ia kini bersikap acuh namun tetap men
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s