Kasandra menunggu kedatangan Dendi disebuah rumah makan yang sudah mereka sepakati untuk bertemu melalui pembicaraan telepon tadi.
Untuk menghindari kecurigaan, Kasandra menyetir mobilnya sendiri dan Dendi akan menyusul dengan menggunakan taksi online.(Aku sudah direstoran)Sebuah chat dikirim Kasandra kepada Dendi. Dendi bergegas menyudahi pembicaraannya dengan seorang klien yang cukup penting diperusahaan itu. Klien itu bermaksud untuk mengkonsultasikan design bangunan yang akan dibangun sebagai hadiah sebuah event yang cukup besar.“Berhubung ini sudah masuk jam istirahat siang, kita bisa melanjutkan pembicaraan nanti sehabis jam istirahat.” Ujar Dendi sambil memberikan senyuman manis kepada kliennya itu. Lalu Dendi mengisyaratkan dengan gerakannya bahwa ia akan segera meninggalkan meja kerjanya.Lelaki yang menjadi lawan bicara Dendi mengerutkan keningnya. Sikap Dendi dinilainya sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang arsitektur perusahaan tempat iKarena begitu berat tekanan yang dirasakan oleh Kasandra, membuat ia drop dan tubuhnya semakin kurus. Ia jadi tidak berselera makan dan lebih banyak mengurung diri dikamarnya setelah pulang dari kantornya. Apalagi Devano kini lebih banyak menghabiskan waktu di Surabaya mengurus bisnisnya dari pada menemani dirinya yang tengah hamil empat bulan.Dan bukan itu saja, Dendi lelaki selingkuhannya yang merupakan mantan kekasihnya itu, kini tidak leluasa lagi ia temui. Jangankan untuk mengadu dan mengeluh apalagi bercinta, berbincang sepatah atau dua patah kata saja sudah memancing perhatian Andini yang bagaikan seorang pengawas yang selalu memperhatikan gerak-gerik mereka berdua. Kasandra kini hidup bagaikan didalam sebuah neraka. Dan itu karena kesalahan dirinya sendiri. Kasandra juga menyadari semua itu adalah memang total salahnya.Kasandra yakin kalau Devano telah mencium aroma perselingkuhan dirinya dengan Dendi. Mungkin itulah sebabnya ia kini bersikap acuh namun tetap men
“Pagi Bu Andini !”“Oh selamat pagi Pak Danu !” Jawab Andini sopan kepada Danu yang bertemu dengannya saat ia baru akan memasuki ruang kerjanya.“Mari, silahkan masuk Pak !” Sambung Andini mempersilahkan Danu memasuki ruangannya setelah ia memutar hendel pintu dan membuka lebar untuk Danu.Senior tua yang masih gagah itu mengibaskan jasnya dan masuk kedalam ruangan Andini. Ia langsung menduduki sofa berwarna coklat muda yang memang diperuntukkan untuk menerima tamu.Andini ikut mengambil tempat disalah satu sofa dan dengan sikap siap mendengarkan wejangan dari Danu.“Ada apa kiranya Bapak mencari saya pagi-pagi begini ? Apakah saya melakukan kesalahan ?” Dua pertanyaan diucapkan Andini sekaligus.Wajah tua Danu tersenyum senang mendengar pertanyaan yang ia harapkan itu. Menurut Danu, pertanyaan jenis itu hanya akan dilontarkan oleh seseorang yang berusaha untuk selalu bertindak benar dan menghindari kesala
"Hah, Kasandra pendarahan ?!!” Devano begitu terkejut mendapat kabar dari Andini yang sedang menelponnya saat itu. Devano baru saja masuk kekantornya di Surabaya.“Iya Dev, kamu harus segera pulang ke Jakarta secepatnya !” Ujar Andini dengan suara cemas.“Tolong carikan rumah sakit dan pelayanan yang terbaik kepada Kasandra. Untuk masalah ini aku percayakan kepadamu dan Dendi !” Perintah Devano diujung telepon dengan suara tegas namun dingin.“Maksudmu apa Dev ? Apa kamu tidak akan pulang dalam kondisi yang gawat darurat seperti ini ?” Andini membelalakkan matanya begitu mendengar Devano malah menugaskan dirinya dan Dendi untuk mengurus Kasandra.“Aku akan menghubungi dokter yang menangani Kasandra, dan kalian berdua tetaplah dirumah sakit menjaga Kasandra. Aku mohon !” Ucap Devano entah apa maksudnya.“Baiklah kalau begitu.” Jawab Andini lemah tidak mau berdebat lagi.Sementara itu
“Bapak Devano dan rombongan ada diruang VIP Bu. Mari saya antarkan.” Seorang pelayan restoran tempat Devano menjamu para manejernya, mengantarkan Dr. Silva kesebuah ruangan yang terletak dibagian dalam restoran itu.Pintu terbuka dan Dr. Silva melihat Devano baru selesai bersantap siang dan sedang bercengkrama riang dengan para karyawannya. Guyonan segar meluncur disambut gelak tawa yang bersahutan.Tawa mereka terhenti seketika begitu melihat seorang pelayan mendampingi seorang wanita cantik yang kini tengah berdiri diambang pintu. Semua mata memandang kepada Dr. Silva yang kini berjalan mendekati Devano bos mereka yang tidak menyadari kehadiran Dr. Silva. Ia terus saja mengobrol sambil tertawa dengan sebatang rokok bermain dijarinya.“Dev !”Bagaikan mendengar petir Devano terkejut mendengar suara Dr. Silva begitu dekat ditelinganya. Sontak ia menengadahkan wajahnya menatap Dr. Silva yang membawa wajah tegang keruangan itu. Suasana yang tadi riuh kini menjadi tegang da
Melihat kening istrinya dikecup lelaki lain yang tak lain adalah sahabatnya sendiri, Devano memilih meninggalkan ambang pintu itu. Dr. Silva melirik Devano yang melangkah gontai entah mau menuju kemana. Lelaki itu hanya berjalan mengikuti arah perasaannya.Perlahan Dr. Silva menutup pintu kamar perawatan Kasandra dimana wanita itu tengah bersama Dendi selingkuhannya. Tidak lama kemudian Dr. Silva mengetuk pintu itu dan menunggu beberapa saat.Tak lama kemudian Dendi membuka pintu dan Dr. Silva langsung memperkenalkan diri kepada Dendi.“Saya Silva dari Surabaya. Bolehkah saya melihat keadaan Kasandra ?”“Dari Surabaya ? Kenapa bukan Devano yang datang menjenguk istrinya ?” Tanya Dendi mengerutkan dahinya, namun ia menggeser tubuhnya kesamping ambang pintu untuk memberi jalan kepada Dr. Silva.Dr. Silva mendekati Kasandra yang terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Jarum infus masih tertancap dipunggung tangannya sebelah kiri dan dila
“Dari hasil USG kami menemukan ada spesies lain selain janin yang berkembang didalam rahim istri anda.” Ujar dokter kandungan yang menangani penyakit Kasandra.Mata Devano membulat besar karena cukup kaget dengan ultimatum yang disampai dokter tersebut. Wajahnya sedikit membeku. Dr. Silva yang duduk disampingnya terlihat mengangguk-angguk dengan raut wajah ikut prihatin. Ia telah terlebih dulu mengetahui hal yang tidak mengenakkan ini.“Spesies ? Spesies apa itu Dok ?” Tanya Devano menatap wajah sang dokter.“Tumor !”“Hah...!!” Devano menjerit tertahan.“Jaa..jadi, apa yang harus kita lakukan Dokter ?” Tanya Devano tergagap dengan seluruh kepasrahan jiwanya.“Diperlukan tindakan operasi secepatnya. Berhubung tindakan ini mempunyai resiko cukup tinggi terhadap keselamatan ibu dan bayinya, untuk itu kami butuh anda menandatangani beberapa dokumen persetujuan, agar kami bisa melakukan tinda
"Aku menemukan banyak sekali mark up atau penggelembungan harga dari harga barang-barang perbelanjaan di divisimu.” Ucap Andini begitu Dendi sudah datang menghadap keruangannya pagi itu. Agak tajam ia menatap mata Dendi.“Aku tidak menuduhmu terlibat dalam masalah ini, tapi ini jelas menjadi tanggung jawabmu karena sebagai kepala divisi kamu sudah membubuhkan tanda tangan dalam laporan ini “ Sambung Andini menunjuk tanda tangan Dendi pada laporan perbelanjaan diatas mejanya.“Aku akan melakukan peninjauan kembali kepada bawahanku.” Jawab Dendi pelan yang tidak berkutik dihadapan Andini. Ia baru menyadari kalau banyak kesalahan dan kecurangan yang dilakukan oleh anak buahnya dilapangan. Dan celakanya ia telah menandatangani tanpa memeriksa dengan teliti terlebih dahulu. Kesalahan itu kini tentu akan menjadi mutlak tanggung jawabnya.“Seharusnya kamu melakukan itu sebelum menandatangani laporan ini.” Ulas Andini tak melepaskan p
"Jadi kamu sudah resmi bercerai dengan Fahri, Sil ?”“Iya Ma, hanya menunggu akte cerai dikeluarkan.” Jawab Dr. Silva sambil menambahkan kerupuk keatas bubur ayam yang menjadi menu sarapan keluarga mereka pagi itu. Sejak semalam Dr. Silva memang pulang kerumah mamanya di Jakarta yang bersebelahan dengan rumah Mirna.Wanita yang mulai tua yang tadi bertanya kepada Dr. Silva nampak menarik nafas berat. Ia ikut prihatin dan sedih melihat rumah tangga anak perempuannya hancur di usia yang masih sangat muda.“Kalau begitu balik lagi aja ke Jakarta Kak. Ngapain juga Kakak bertahan di Surabaya kalau memang sudah bercerai dengan Mas Fahri.” Ucap seorang pemuda yang ikut sarapan dimeja makan dirumah orang tua Dr. Silva. Pemuda berumur 23 tahun itu bernama Pandu, adik kandung Dr. Silva. Ia masih kuliah disalah satu universitas di Jakarta.Dr. Silva terdiam dan sepertinya setuju dengan usulan adiknya itu.“Apa yang dikatakan Ad
Upacara pemakaman Kasandra cukup menguras air mata. Dendi dan Devano turut serta menyambut jenazah Kasandra dan membaringkannya di liang lahat. Ucapan doa tak putusnya mereka penjatkan kepada Tuhan yang maha esa agar Kasandra mendapat ampunan atas segala kesalahan yang telah ia perbuat selama hidup di dunia.Setelah tanah di timbun, mereka duduk mengitari gundukan tanah yang masih basah. Devano mengusap papan nisan Kasandra dengan hati nelangsa.“Selamat jalan istriku, semoga arwahmu tenang di sana.” ucap Devano lirih.Sebelum meninggalkan pusara Kasandra mereka semua memanjatkan doa bersama yang di pimpin oleh Rio.*Tiga bulan berikutnya Devano menikah dengan dengan Dr. Silva yang pesta pernikahannya di samakan dengan Andini dan Rio. Mereka hanya menggelar pesta sederhana namun cukup hikmat dan penuh bahagia.Devano dan Dr. Silva menempati sebuah kamar di rumah Mirna. Hal itu adalah permintaan Mirna dan Sofina agar mereka bisa mengasuh Dea
Satu jam kemudian Dr. Silva dan Andini sudah sampai di halaman rumah sakit. Hari sudah mulai gelap lampu halaman rumah sakit di nyalakan dengan sinar temaram.Dengan bergegas mereka memasuki gedung rumah sakit dan setengah berlari menuju ruangan Kasandra.Di sana sudah terlihat Devano, Dendi dan Rio serta Dr. Veno mengelilingi tempat tidur Kasandra. Kasandra berbicara terbata-bata dan ia kini sedang memegang tangan Devano. Suaranya lirih kadang tidak jelas terdengar.“Ada apa Ven?” tanya Dr. Silva kepada Veno yang berdiri di bagian kepala Kasandra.“Terminal lucidity !” ujar Dr. Veno tapi lirih berbisik ke telinga Dr. Silva.“Haaah..??” Dr. Silva berteriak tertahan lalu menutup mulutnya dengan telapak tangannya.Sebagai Dokter tentu ia tahu istilah terminal lucidity yang barusan di sebutkan oleh teman sejawatnya itu.Terminal lucidity adalah istilah bagi pasien yang tiba-tiba sehat tapi akan meninggal dalam
“Oh Andini ingin bertemu? Ada apa ya?” Dr. Silva baru memeriksa ponselnya setelah keluar dari ruangan Kasandra, dan melihat Andini mengirim pesan untuk bertemu dengannya.Andini juga mengirimkan lokasi yang nampaknya di pantai tempat ia dan Kasandra pernah bertemu sebelum ia berangkat ke Amerika.(Otw)Send...Dr. Silva segera membalas pesan Andini mengatakan bahwa dirinya sedang menuju ke tempat Andini menunggu. Ia lalu berpamitan kepada Dr. Veno dan langsung dengan mobilnya menuju lokasi yang di kirimkan Andini.Jalanan yang cukup macet menjelang sore itu membuat perjalanan sedikit terhalang.Sementara itu Andini masih menunggu kedatangan Dr. Silva di tepi pantai. Ia menikmati suasana sore yang cukup cerah di pantai yang tidak terlalu ramai itu.Hanya beberapa orang saja nampak bermain di bibir pantai sekedar berkejaran dengan ombak. Kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda mudi yang mungkin tengah mengukir janji.Hampir
"Aku tidak tahu harus berdiri di mana dan berpihak kepada siapa.” ucap Andini lirih sambil menyeruput orange jus di depannya. Kemelut nampak bergayut di matanya yang menerawang memandang arah tak tentu.Rio yang duduk berhadapan dengannya yang hanya di pisahkan oleh sebuah meja, terlihat mengangkat bahunya. Lelaki itu masih membolak-balik album menu makanan yang ingin ia pesan untuk hidangan siang itu.Tak lama kemudian Rio menemukan menu yang sesuai dengan seleranya lalu memanggil pelayan dan memesannya. Andini yang sudah terlebih dahulu memesan makanan untuknya, kini sibuk mengaduk-aduk orange jus. Pikirannya menerawang memikirkan Devano dan Dr. Silva. Andini merasa, mereka berdua sudah menjadi bagian dari dirinya. Kalau salah satu dari mereka bersedih, Andini pun akan merasa kehilangan kegembiraannya.“Aku juga tak habis pikir kenapa Silva berpaling secepat itu dari Dev. Kabarnya Silva akan menikah dengan Dokter Veno.” sambung Andini dengan nada p
Siang itu Dr. Veno memanggil keluarga terdekat dari Kasandra yang merupakan pasiennya. Mereka di kumpulkan di ruang kerjanya guna untuk membicarakan langkah-langkah yang memungkinkan untuk merangsang kesadaran Kasandra yang hampir dua minggu mengalami koma.Di dalam ruangan itu sudah duduk Devano sebagai suami pasien dan Dendi yang menggendong Dean. Tak lama kemudian Dr. Silva masuk dan langsung di persilahkan oleh Dr. Veno untuk duduk di sebelahnya. Dr. Silva segera menduduki kursi yang telah di sediakan Dr. Veno untuknya, tanpa menoleh apalagi menyapa Devano yang telah lebih dahulu berada disana.“Baiklah, saya akan menjabarkan kondisi terkini dari pasien yang bernama Nyonya Kasandra.” ucap Dr. Veno memulai pembicaraan.“Secara medis, kami dari pihak rumah sakit telah melakukan serangkaian usaha penyembuhan dan pemulihan kesadaran dari pasien kami, Nyonya Kasandra.”“Tapi perlu saudara-saudara ketahui bahwa, pengobatan medis tidak
Tok tok tok...Pintu ruang kerja Devano diketuk.“Masuk!” teriak Devano dari dalam tanpa mengangkat wajahnya. Pagi itu ia cukup sibuk dengan pekerjaannya yang sudah beberapa hari ia tinggalkan.“Dev!”Sapaan yang barusan menerpa pendengarannya membuat Devano segera memalingkan wajah dari layar laptop yang ada di mejanya ke sumber suara barusan.“Silva...!!” teriak Devano hampir tak percaya. Wajahnya langsung sumringah.Seminggu yang lalu Dr. Silva sudah berangkat ke Amerika untuk mengikuti study program terbaru bayi tabung. Sejak kepergian Dr. Silva, mereka putus kontak karena Dr. Silva telah mengganti semua saluran informasi kepadanya. Kepada Sofina Mama-nya, Dr. Silva juga berpesan agar tidak memberi tahu Devano nomor kontaknya di Amerika.“Kamu sudah pulang, Sil?” ucap Devano dengan mata berbinar.“Iya Dev. Aku mendengar berita tentang tragedi yang menimpa Kasandra dan putranya Dean. Aku memutuskan pulang untuk menjenguk mereka.” jawab Dr. Silva.Sejena
"Saaan! Tunggu...!” seru Devano berusaha mengejar bayangan Kasandra yang menghilang ke sebuah pintu yang Devano tidak tahu kemana arahnya.Yang ia lihat hanyalah Kasandra yang cantik dan segar, tanpa ada noda darah sedikitpun ditubuhnya.Seruan Devano mengagetkan Rio yang berdiri tidak begitu jauh darinya. Ia mengikuti langkah Devano yang berjalan perlahan menuju sebuah sudut ruangan yang menembus ke sebuah lorong yang agak gelap.“Kak!” Rio langsung menepuk bahu Devano dari belakang hingga lelaki itu tersentak kaget.“Astagfirullah!” seru Devano berteriak seketika.“Apa yang Kakak lihat? tanya Rio sambil menarik tangan Devano menuju ruang tunggu kembali.“Aku melihat Kasandra memanggilku.” jawab Devano jujur.“Itu hanya halusinasi, Kak. Karena Kak Dev cukup kaget dan tertekan dengan tragedi ini.” ungkap Rio menjelaskan yang langsung dijawab dengan anggukkan kepala Devano tanda setuju deng
Tubuh mungil Dean segera di sambut oleh para perawat yang sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah sakit. Polisi ternyata bergerak sangat cepat, begitu mendapat laporan dari Pak RT, mereka segera menghubungi pihak rumah sakit yang paling dekat dengan lokasi kejadian. Korban dipastikan dilarikan ke rumah sakit tersebut.Dengan kereta dorong beberapa orang perawat langsung membawa Dean ke ruang operasi yang sudah ditunggu seorang dokter senior disana. Beruntung, dokter itu belum pulang karena baru saja melakukan operasi mendadak terhadap seorang wanita hamil yang baru saja mendapat kecelakaan, hingga di dini hari menjelang subuh itu, Dean langsung bisa ditangani dengan baik. Beberapa pecahan kaca yang bersarang ditubuhnya langsung dikeluarkan. Lukanya segera di jahit.Tak lama kemudian Kasandra di antar beberapa warga telah sampai pula di rumah sakit itu. Dengan setengah berlari para perawat mendorong dipan tempat Kasandra dibaringkan menuju ruang operasi. Para petugas
"Sepertinya suara tangisan dari berasal dari rumah ini, Jon!” seru Udin satpam komplek perumahan itu menunjuk rumah Kasandra yang pintu pagarnya tertutup rapat.“Iya, ini kan rumah Mbak Sandra yang pernah kita grebek beberapa bulan yang lalu. Sekarang ia tinggal berdua saja dengan anaknya yang masih bayi disini.” ucap Jono mengingat kejadian ketika Kasandra dan Dendi pernah mereka usir bersama warga lainnya dari komplek itu.“Tapi kok sepi, Din. Jangan-jangan kita salah dengar.” sahut Jono teman seprofesinya itu sambil menghadapkan telinganya ke arah rumah Kasandra.“Jangan-jangaan...!! Hiiii...!” Udin mengangkat kedua bahunya yang bergidik ngeri.“Apaan kamu ini Din, kita harus memeriksanya. Mana tahuan terjadi sesuatu yang membahayakan. Ini tanggung jawab kita, Diiiin!” seru Jono sambil menjewer telinga si Udin hingga lelaki ceking itu menjerit kesakitan.“Apa-apaan kamu ah Jon! Pake jewer-jewer s