"Kalian siapa?"
Suara parau Jordi membuat dua orang yang sedang menatapnya itu terdiam.
"Kau tidak ingat apapun? Sungguh?" Nathalie kembali membuka suara setelah beberapa menit ia mematung.
"Apakah kalian mengenaliku?" Dengan lemah, Jordi kembali bertanya. Tatapannya sayu saat mencium bau obat-obatan yang ada di sekitarnya.
"Apakah aku ada di rumah sakit?" Ia menatap selang infus yang ada. Dan pada langit-langit dengan tatapan datar.
Sedangkan Nathalie lantas menoleh pada Kai, raut wajahnya jauh lebih khawatir dari yang sebelumnya. Dan melihat Nathalie yang seperti itu mau tak mau membuat Kai menghela napas pendek.
"Kau benar-benar akan kehilangan ingatanmu jika masih terus bercanda seperti itu." Pandangan Kai jatuh pada seseorang yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Suaranya yang dingin seketika membekukan seisi ruangan dalam beberapa detik. Sebelum kemudian kekehan Jordi terdengar setelahnya.
"Ka
"Aku akan mengehentikan Ley dari pekerjaannya."Kai melonggarkan ikatan dasi begitu memasuki rumah. Setelah meletakkan jas dan membuka dua kancing teratas kemeja yang dia kenakan. Terus berjalan dengan aura pekat yang menyelimuti sisi pria tersebut."Kai, kau serius?!"Di belakangnya, Nathalie mengekor dengan tatapan tak percaya."Aku akan melakukannya." Kai berbalik dan berhadapan langsung dengan manik mata Nathalie. "Dia terlalu lalai sampai kau mengalami hal buruk dua kali saat bersamanya. Aku tidak bisa membiarkan orang seperti dia berada di sekitarmu."Kai membuang napas kasar. Berniat memutar badan dan pergi, sebelum suara Nathalie kembali menginterupsi yang tanpa sadar menghentikan langkah kaki."Dia punya alasan ketika pergi, Kai.""Tentu saja dia punya alasan." Pria itu mendengkus rendah. "Apapun yang kau katakan, aku tidak akan pernah berubah pikiran untuk memecat dia." Tatapan Kai yang datar ja
"Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padaku. Tapi, akhir-akhir ini, aku kesulitan untuk mengontrol emosiku. Semuanya terasa membuatku selalu ingin mengumpat pada keadaan."Nathalie terdiam sebentar. Sebelum akhirnya membalikkan badan dan melihat pria yang memiliki tinggi badan jauh berada di atas darinya itu dengan lekat. Memandang manik kelam Kai yang sayu dengan tatapan yang lembut."Kau mungkin stres karena pekerjaanmu. Ditambah dengan beberapa kejadian baru-baru ini," kata Nathalie kala melihat wajah lelah dari pria itu.Kai merasakan telapak tangan Nathalie menyentuh pipi tirusnya. Disertai dengan senyum hangat yang membuat Kai kembali merasakan arti hidup yang sesungguhnya.Ia menggenggam telapak kecil tersebut dan mengecupnya perlahan."Mungkin ...." gumam pria itu."Aku akan membantumu memijat kepala. Wajahmu terlihat benar-benar lelah. Apa kau tidak tidur dengan cukup? Bahkan wajahmu yang tampan ini memiliki kantung mata sek
Kai melempar dokumen yang ada di tangannya di hadapan pria yang kini terdiam dengan tenang."Apa ini?" Dalton angkat suara setelah ia menghembuskan asap rokok ke udara. Tatapannya melirik bergantian antara Kai dan dokumen yang baru saja pria itu berikan padanya. Tergeletak di atas meja yang membuat Dalton penasaran. Namun, ia lebih penasaran lagi pada hal yang membuat Kai mengunjungi kediamannya.Tidak seperti biasa. Biasanya Kai hanya memberikan pesan singkat agar Dalton datang menemui. Dan Dalton pikir apa yang akan Kai sampaikan sangatlah penting karena pria itu bergerak sendiri menuju kemari."Laporan CCTV saat kejadian," jawab Kai."Oh, Jordi sudah sadar?"Kai duduk di hadapannya dan langsung menyilangkan kaki. Kedua tangannya terlipat dan tatapannya semakin dingin saat itu juga.Dalton juga merasakannya. Ruang tamu kediamannya tiba-tiba sedingin es dengan aura mengerikan yang menguar dalam diri Kai.Ia ta
Eden menatap lekat pada potret seorang wanita bersurai pirang dalam ponselnya. Ekspresinya tetap datar sembari mengusapkan ibu jarinya pada wajah wanita itu.Dengan salah satu tangan yang menyangga sisi kepala, Eden terus mengusap layar dan sampailah di mana dia pada potret yang menurutnya paling bagus dari yang ia lihat sebelumnya. Eden mengingat momen tersebut. Yaitu ketika Angelista dan dirinya sedang berada di Jepang pada tahun lalu. Mereka menghabiskan waktu bersama layaknya sepasang kekasih meski kenyataannya adalah tidak.Eden pikir Angelista selalu menganggap dirinya spesial karena ia adalah seseorang yang paling dekat dengan wanita itu. Bahkan Eden sempat berpikir suatu saat wanita itu akan menyukainya.Namun, hal tersebut ternyata sangat mustahil bagi Eden. Jangankan menyukainya, Angelista berkali-kali menjalin hubungan dengan berbagai pria yang pada akhirnya akan menyakiti wanita itu. Dan yang bisa Eden lakukan hanyalah membalaskan r
"Jangan mendekat!"Nathalie berteriak sembari menahan rasa takut. Terus melangkah mundur menghindari Eden yang semakin mendekat ke arahnya.Tidak akan ada waktu untuk menghubungi Kai sekarang. Para penjaga yang ada rumah ini tidak terlihat. Nathalie yakin jika Eden telah membereskan semuanya sebelum pria itu masuk ke sini.Dan sekarang. Nathalie tidak bisa mengandalkan apapun selain dirinya sendiri. Meski hanya kemungkinan kecil ia bisa meloloskan diri, setidaknya ia harus mencoba daripada tidak sama sekali.Eden menghela napas pendek."Aku tidak akan menyakitimu jika kau tidak banyak tingkah." Ia berhenti melangkah. Memberikan Nathalie sedikit waktu untuk berpikir. Namun, tampaknya tawaran yang ia berikan sama sekali tidak digubris oleh wanita itu."Kau memilih cara kasar ternyata." Eden menyeringai tipis ketika melihat sebuah pisau yang Nathalie arahkan padanya."Jika kau berani mendekat. Aku aka
"Master, kita tetap pada tujuan awal?"Salah satu anak buah Eden yang tengah mengemudi itu melirik lewat kaca mobil. Mendapati ekspresi Eden yang datar.Cukup lama Eden terdiam. Dengan kedua matanya yang tak berkedip memikirkan sesuatu. Memutar otak lebih keras dalam menghadapi situasi sekarang."Tidak. Jalankan rencana kedua."Eden melirik wanita yang pingsan di sampingnya. Memasang senyum separuh sebelum kemudian kembali melihat ke depan."Dia tidak akan bisa mengejar kita."Dan seringai licik tercetak jelas pada wajah pria bersurai merah tersebut.Pria bawahan Eden yang sedang mengemudi itu mengangguk. Lantas menginjak gas lebih dalam dan mobil yang mereka tumpangi melaju semakin kencang. Mengabaikan beberapa klakson dari pengendara lain yang merasa terganggu....Kai terus mengikuti ke mana titik hijau itu pergi. Mendecih pelan saat ia tahu ke mana arah ini tertuju.Dengan
Langkah kaki Kai yang lebar terus berjalan menuju salah satu ruangan yang ada di rumah sakit kota ini. Dengan perasaan yang masih belum sepenuhnya tenang, Kai membuka pintu di hadapannya setelah melihat nama yang ada di samping pintu tersebut.Dan seseorang yang ada di dalam sana langsung berdiri ketika melihat kedatangan Kai. Satu orang lagi masih terbaring di ranjang rumah sakit dengan wajah penuh perban. Namun, masih belum sepenuhnya menutup luka yang ada pada pria itu. Terlihat cairan berwarna merah yang tampak pada perban putih tersebut. Darah Felix masih mengalir dari sebagian wajahnya meski ia telah mendapat pertolongan rumah sakit."Kai ...."Dalton mendekat pada mantan ketuanya saat mereka masih di organisasi dulu. Mendapat Kai yang terdiam dengan tatapan yang tertuju pada Felix, mau tak mau membuat Dalton ikut terdiam."Kapan dia akan sadar?" Kai bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari Felix. Jika ingin mengatakan, Kai seb
Eden kembali masuk ke dalam tempat di mana Nathalie berada. Ia cukup takjub kala melihat wanita itu masih belum juga tertidur. Kedua matanya masih terbuka lebar dan langsung mengarah padanya begitu ia datang."Kita akan segera sampai di London, seharusnya kau menggunakan waktumu di sini untuk tidur. Karena setelah tiba nanti, kau sama sekali tidak akan bisa tertidur dengan tenang." Eden mendengkus pelan."Waktu yang akan kau jalani di sana akan menjadi pengalaman yang tidak bisa kau lupakan seumur hidupmu."Dan senyum tipis di wajah Eden membuat Nathalie merasa mual melihatnya. Nathalie lalu membuang pandangan ke samping. Dan tindakannya itu membuat pria yang ada di hadapannya merasa tersinggung.Eden kembali meraih dagu Nathalie. Memaksa agar wanita itu menatapnya."Apa kau sedang menunggu Kai datang menyelamatkanmu?" ujar Eden dengan nada sinis. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tanpa ekspresi dari Nathalie.