"Master, kita tetap pada tujuan awal?"
Salah satu anak buah Eden yang tengah mengemudi itu melirik lewat kaca mobil. Mendapati ekspresi Eden yang datar.
Cukup lama Eden terdiam. Dengan kedua matanya yang tak berkedip memikirkan sesuatu. Memutar otak lebih keras dalam menghadapi situasi sekarang.
"Tidak. Jalankan rencana kedua."
Eden melirik wanita yang pingsan di sampingnya. Memasang senyum separuh sebelum kemudian kembali melihat ke depan.
"Dia tidak akan bisa mengejar kita."
Dan seringai licik tercetak jelas pada wajah pria bersurai merah tersebut.
Pria bawahan Eden yang sedang mengemudi itu mengangguk. Lantas menginjak gas lebih dalam dan mobil yang mereka tumpangi melaju semakin kencang. Mengabaikan beberapa klakson dari pengendara lain yang merasa terganggu.
...Kai terus mengikuti ke mana titik hijau itu pergi. Mendecih pelan saat ia tahu ke mana arah ini tertuju.Dengan
Langkah kaki Kai yang lebar terus berjalan menuju salah satu ruangan yang ada di rumah sakit kota ini. Dengan perasaan yang masih belum sepenuhnya tenang, Kai membuka pintu di hadapannya setelah melihat nama yang ada di samping pintu tersebut.Dan seseorang yang ada di dalam sana langsung berdiri ketika melihat kedatangan Kai. Satu orang lagi masih terbaring di ranjang rumah sakit dengan wajah penuh perban. Namun, masih belum sepenuhnya menutup luka yang ada pada pria itu. Terlihat cairan berwarna merah yang tampak pada perban putih tersebut. Darah Felix masih mengalir dari sebagian wajahnya meski ia telah mendapat pertolongan rumah sakit."Kai ...."Dalton mendekat pada mantan ketuanya saat mereka masih di organisasi dulu. Mendapat Kai yang terdiam dengan tatapan yang tertuju pada Felix, mau tak mau membuat Dalton ikut terdiam."Kapan dia akan sadar?" Kai bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari Felix. Jika ingin mengatakan, Kai seb
Eden kembali masuk ke dalam tempat di mana Nathalie berada. Ia cukup takjub kala melihat wanita itu masih belum juga tertidur. Kedua matanya masih terbuka lebar dan langsung mengarah padanya begitu ia datang."Kita akan segera sampai di London, seharusnya kau menggunakan waktumu di sini untuk tidur. Karena setelah tiba nanti, kau sama sekali tidak akan bisa tertidur dengan tenang." Eden mendengkus pelan."Waktu yang akan kau jalani di sana akan menjadi pengalaman yang tidak bisa kau lupakan seumur hidupmu."Dan senyum tipis di wajah Eden membuat Nathalie merasa mual melihatnya. Nathalie lalu membuang pandangan ke samping. Dan tindakannya itu membuat pria yang ada di hadapannya merasa tersinggung.Eden kembali meraih dagu Nathalie. Memaksa agar wanita itu menatapnya."Apa kau sedang menunggu Kai datang menyelamatkanmu?" ujar Eden dengan nada sinis. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tanpa ekspresi dari Nathalie.
"Angelista?" Nathalie bergumam pelan. Ia sangat yakin jika wanita yang baru saja berbicara itu adalah Angelista. Nathalie sudah menduga cepat atau lambat ia akan bertemu dengan wanita ini. Dan akhirnya datang hari ini. Dan dengan kondisinya yang sekarang. "Kau mengenali suaraku dengan baik." Wanita itu tertawa pelan. "Aku ingin sekali berbicang-bicang denganmu. Namun, sayang sekali aku telah mengantuk. Jadi, kita lanjutkan besok saja." "Bawa dia ke tempat itu," lanjut Angelista. Nathalie merasakan tubuhnya kembali diseret dengan kasar untuk berjalan. Dan dia tidak memikirkan apapun selain mencari cara untuk lepas dari mereka. "Kerja bagus, Eden." Pria bersurai merah gelap itu tersenyum. Meski hanya pujian kecil yang Angelista lontarkan, namun itu sangat berarti besar baginya. Ia mengangguk singkat. Lantas melihat wanita yang disukainya itu berbalik untuk kembali. "Queen," panggil Eden dengan nada rendah. Ia sendiri tidak tahu mengapa bibirnya sontak terbuka dan suaranya langsun
Kai tiba di London, Inggris pukul setengah delapan malam. Setelah mencari informasi tentang letak bunker yang ada di Epping Forest, ia segera bersiap untuk menuju ke sana diam-diam. Kai memakai pakaian serba hitam, ia juga menggunakan topi yang berwarna senada agar tidak mudah dikenali. Setelah selesai dengan semua persiapannya, Kai langsung mencari taksi untuk membawanya ke tempat di mana hutan tersebut terletak. Ia memandang ke arah sekitarnya. Tampak sepi dan jarang ada kendaraan melintas. Hutan tersebut sangatlah luas dan gelap karena banyak pohon yang tumbuh tinggi. Rantingnya yang besar-besar menutupi beberapa bagian jalan sampai ke hutan. Beruntungnya, saat ini adalah musim gugur dan cahaya bulan memudahkan Kai untuk berjalan tanpa harus menghidupkan senter yang nantinya akan memancing perhatian. Dengan terus memasang waspada, Kai berjalan langkah demi langkah masuk ke dalam hutan tersebut. Sejarah panjang yang dimiliki hutan ini menambah itensitas keangkeran di dalamnya. Nam
"Dia tidak bersalah. Lepaskan dia, Angel." Sejenak, Angelista terdiam mendengar apa yang baru saja Kai katakan. Tidak bersalah?Benarkah memang jika apa yang telah ia lakukan untuk membawa Nathalie kemari hanyalah sia-sia? Angelista menggeleng pelan. Jika bukan karena Nathalie, dirinya tidak akan berpisah dengan Kai. Jika bukan karena Nathalie, saat ini ia pasti masih bersama dan menghabiskan waktu dengan pria itu. Dan jika bukan karena Nathalie, Kai tidak akan sampai mengorbankan diri menanggung semua beban dan rela jauh-jauh datang ke sini hanya untuk wanita sepertinya. Nathalie adalah kesalahan terbesar yang ia temukan. Penyebab dan segala penyebab mengapa Kai bisa berpaling darinya. "Dia bersalah! Dia yang telah merebut mu dariku, Kai!" Kai membuang napas pendek. "Lepaskan dia, katakan apa maumu." Dan berhasil membuat seringai tipis di wajah wanita pirang tersebut."Jika aku mengatakan akan melepaskan Nathalie jika kau kembali bersamaku, apa kau mau?" Kai tidak menjawab.
Kai membuka pintu ruangan yang ada pada salah satu rumah sakit di Inggris. Netra kelamnya menangkap seorang wanita yang terbaring di sana dengan keadaan lemah tak berdaya. Kai berjalan mendekat, memandang Nathalie yang masih menutup kedua matanya dengan rapat. Napas wanita itu terdengar tenang. Meski terdapat banyak luka yang ada di setiap kulitnya yang kini sudah ditutup dengan baik. Kai menyesali hal itu karena ia tidak datang lebih awal lagi.Diraihnya telapak tangan Nathalie, dan Kai merasakan dingin begitu ia menyentuhnya. Mengecupnya sekilas dan menempelkannya pada pipi. Sudah empat jam sejak kejadian yang menyakitkan bagi wanita itu. Namun, sampai sekarang Nathalie belum juga sadarkan diri. Wajahnya terlihat pucat dan bibirnya mengering. Yang diam-diam membuat Kai mengumpat pada dirinya sendiri. "Jika bukan karena aku, kau pasti tidak akan mengalami hal seperti ini." Sampai kapanpun Kai tidak akan pernah bisa melupakan kenyataan jika memang penyebab dari penculikan Nathalie
Nathalie menghentikan langkah kakinya sejenak. Mengangkat pandangan pada gedung perusahaan Hyden yang ada di depan mata. Memilih untuk mengambil napas dalam sekali tarikan panjang sebelum kemudian melanjutkan langkahnya lebih jauh lagi. Di depan pintu masuk dirinya melihat seorang seorang satpam yang bertugas di sana. Tak ayal membuat kerutan tipis di dahi Nathalie saat ia melihat satpam tersebut berbeda dari yang ia lihat sebelumnya. Jika sebelumnya yang berjaga di sini adalah satpam muda yang berpostur tinggi besar, kini hanyalah seorang bapak-bapak paruh baya. Nathalie sempat melihat sekilas nama yang ada pada baju satpam tersebut.'Haman' Satpam tersebut mengangguk singkat pada Nathalie dan tersenyum mempersilahkan wanita itu masuk. Meski sudah memasuki jam pulang kerja. Namun, masih ada beberapa staf yang tinggal di sini. Alasan mereka tepatnya adalah karena lembur atau memang pekerjaannya mengharuskan untuk pulang lebih lambat daripada staf lain. Beberapa lampu yang ada di
"Seperti biasa, masakan kekasihku memang yang terbaik."Kai menyuapkan potongan tomat ke dalam mulutnya dan mengunyahnya pelan. Tidak dapat menahan diri untuk berkomentar."Apakah aku harus mempertimbangkan untuk membuka kedai?" "Tidak!" Kai menolak dengan cepat. Ia tidak bisa membiarkan Nathalie terlalu kelelahan. Lagipula, pasti banyak orang asing yang akan datang ke kedai tersebut dan Nathalie pasti akan bertemu dengan mereka. Kai tidak bisa membayangkan jika salah satu dari pelanggan tersebut akan memakai alasan untuk terus datang ke kedai karena ingin melihat Nathalie.Pikiran negatifnya terlalu tinggi, dan Kai menyadari hal itu."Aku akan menjadi seorang pengusaha nantinya, apa kau tidak senang?" tanya Nathalie selesai ia meneguk air putih."Apakah aku kurang kaya hingga tidak bisa menghidupi mu?" Kai bahkan sangat yakin jika ia bisa menghidupi sampai tujuh turunan dengan hartanya. "Itu 'kan hartamu, bukan milikku." Nathalie masih saja melanjutkan pembicaraan yang menurutnya
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga