Setelah memberikan beberapa lembar uang kepada supir taksi yang baru saja mengantarkan dirinya ke tempat tujuan. Nathalie langsung bergegas keluar dan berjalan lurus mendekati sebuah bangunan yang didominasi oleh kaca. Membuat sebagian isi yang ada di dalamnya terlihat langsung meskipun orang tidak memasukinya. Beberapa orang yang lewat akan terkagum atau lebihnya lagi tertarik dan tanpa berpikir panjang memasuki butik tersebut.
Nathalie langsung disambut oleh udara dingin AC begitu memasukinya. Dan beberapa orang pelayan yang siap diandalkan misalkan seseorang membutuhkan bantuan mereka.
"Apakah Irine ada?" tanyanya pada salah satu pelayan yang sudah ia kenal cukup lama bekerja di sini.
"Nona Irine ada di ruangannya. Saya bisa mengantarkan Nona Nathalie ke sana." Nada bicaranya yang lembut mau tak mau membuat Nathalie tersenyum tipis.
Ia menggeleng.
"Tidak perlu. Aku bisa ke sana sendiri."
Dan setelah itu
"Nathalie, aku telah membuat beberapa ringkasan tentang topik liputan kemarin."Rena menyerahkan kertas yang ada di tangannya pada ketua tim mereka. Membiarkan Nathalie mengecek sendiri keefektifan dirinya dalam bekerja.Pandangan Rena mengedar pada seisi ruangan dan merasa ada sesuatu yang kurang."Ke mana perginya si bulat?" Ia tidak mendapati keberadaan Ariska dalam ruangan ini."Bekerja," balas Nathalie singkat. Masih mengoreksi lembaran kertas di tangannya dan membolak-balikkan halaman di sana dengan tenang."Kerja bagus." Ia melirik Rena yang masih berdiri di hadapan meja. Kemudian kembali menyerahkan ringkasan tersebut pada Rena. "Masukan paragraf kedua itu ke dalam artikel. Aku rasa akan cocok."Dan anggukan kelapa Rena mengakhiri pembicaraan mereka. Ia kembali ke kursinya sebelum suara Nathalie kembali terdengar."Ah. Satu hal lagi. Kau harus mengubah panggilan mu itu kepada Ariska.".
Derap langkah kaki terdengar memenuhi lorong salah satu rumah sakit di pusat kota. Dengan kakinya yang panjang, langkah yang dihasilkan pun kian lama kian melebar. Seiring dengan cepatnya langkah demi langkah menuju ruangan ICU.Kai langsung datang ke sini setelah menerima telepon jika seseorang yang ia kenali masuk ke dalam rumah sakit karena kecelakaan beberapa saat yang lalu. Dan tanpa berpikir panjang, ia segera membatalkan jadwal lemburnya dan langsung mengendarai mobil dengan kecepatan menggila menuju kemari.Pikirannya tidak tenang, kacau, dan tidak bisa berhenti khawatir. Terlebih ketika ia mulai dekat dengan ruangan tujuannya.Di depan sana, Nathalie terduduk dengan isak tangis dan wajah yang dipenuhi air mata. Dan tanpa mengulur waktu lagi, Kai yang baru saja datang itu kemudian merengkuh Nathalie untuk menenangkannya."Tidak apa. Jangan menangis." Kai menepuk punggung Nathalie dengan pelan. "Ada aku di sini."Dan
Jordi berjalan tanpa tahu ke mana ia akan melangkah. Kakinya terus memaksa untuk membawa dirinya pergi meski ia tak mengenali tempat ini. Dengan pakaian rumah sakit yang ia kenakan, dirinya terus berjalan di atas hamparan padang hijau rumput yang terbentang luas.Jauh di depan matanya. Ia dapat melihat seseorang duduk pada kursi putih panjang yang membelakangi dirinya. Rambutnya yang berwarna hitam indah tersebut berkibar ditiup angin yang tiba-tiba saja datang.Jordi tidak yakin dengan apa yang dilihatnya kini. Namun, ia terus berusaha untuk mendekat sampai jaraknya benar-benar tak terhitung lagi dari wanita itu.Wanita itu tampak tenang memandang lautan biru yang ada di hadapan mereka sekarang.Perlahan, kepala yang sepenuhnya menghadap ke depan itu menoleh. Wajahnya yang cantik dan bersih seperti bersinar saat matahari menerpa. Wanita itu tersenyum tipis saat Jordi membeku tanpa suara dengan tatapan tidak percaya.Sorot k
"Kalian siapa?"Suara parau Jordi membuat dua orang yang sedang menatapnya itu terdiam."Kau tidak ingat apapun? Sungguh?" Nathalie kembali membuka suara setelah beberapa menit ia mematung."Apakah kalian mengenaliku?" Dengan lemah, Jordi kembali bertanya. Tatapannya sayu saat mencium bau obat-obatan yang ada di sekitarnya."Apakah aku ada di rumah sakit?" Ia menatap selang infus yang ada. Dan pada langit-langit dengan tatapan datar.Sedangkan Nathalie lantas menoleh pada Kai, raut wajahnya jauh lebih khawatir dari yang sebelumnya. Dan melihat Nathalie yang seperti itu mau tak mau membuat Kai menghela napas pendek."Kau benar-benar akan kehilangan ingatanmu jika masih terus bercanda seperti itu." Pandangan Kai jatuh pada seseorang yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Suaranya yang dingin seketika membekukan seisi ruangan dalam beberapa detik. Sebelum kemudian kekehan Jordi terdengar setelahnya."Ka
"Aku akan mengehentikan Ley dari pekerjaannya."Kai melonggarkan ikatan dasi begitu memasuki rumah. Setelah meletakkan jas dan membuka dua kancing teratas kemeja yang dia kenakan. Terus berjalan dengan aura pekat yang menyelimuti sisi pria tersebut."Kai, kau serius?!"Di belakangnya, Nathalie mengekor dengan tatapan tak percaya."Aku akan melakukannya." Kai berbalik dan berhadapan langsung dengan manik mata Nathalie. "Dia terlalu lalai sampai kau mengalami hal buruk dua kali saat bersamanya. Aku tidak bisa membiarkan orang seperti dia berada di sekitarmu."Kai membuang napas kasar. Berniat memutar badan dan pergi, sebelum suara Nathalie kembali menginterupsi yang tanpa sadar menghentikan langkah kaki."Dia punya alasan ketika pergi, Kai.""Tentu saja dia punya alasan." Pria itu mendengkus rendah. "Apapun yang kau katakan, aku tidak akan pernah berubah pikiran untuk memecat dia." Tatapan Kai yang datar ja
"Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padaku. Tapi, akhir-akhir ini, aku kesulitan untuk mengontrol emosiku. Semuanya terasa membuatku selalu ingin mengumpat pada keadaan."Nathalie terdiam sebentar. Sebelum akhirnya membalikkan badan dan melihat pria yang memiliki tinggi badan jauh berada di atas darinya itu dengan lekat. Memandang manik kelam Kai yang sayu dengan tatapan yang lembut."Kau mungkin stres karena pekerjaanmu. Ditambah dengan beberapa kejadian baru-baru ini," kata Nathalie kala melihat wajah lelah dari pria itu.Kai merasakan telapak tangan Nathalie menyentuh pipi tirusnya. Disertai dengan senyum hangat yang membuat Kai kembali merasakan arti hidup yang sesungguhnya.Ia menggenggam telapak kecil tersebut dan mengecupnya perlahan."Mungkin ...." gumam pria itu."Aku akan membantumu memijat kepala. Wajahmu terlihat benar-benar lelah. Apa kau tidak tidur dengan cukup? Bahkan wajahmu yang tampan ini memiliki kantung mata sek
Kai melempar dokumen yang ada di tangannya di hadapan pria yang kini terdiam dengan tenang."Apa ini?" Dalton angkat suara setelah ia menghembuskan asap rokok ke udara. Tatapannya melirik bergantian antara Kai dan dokumen yang baru saja pria itu berikan padanya. Tergeletak di atas meja yang membuat Dalton penasaran. Namun, ia lebih penasaran lagi pada hal yang membuat Kai mengunjungi kediamannya.Tidak seperti biasa. Biasanya Kai hanya memberikan pesan singkat agar Dalton datang menemui. Dan Dalton pikir apa yang akan Kai sampaikan sangatlah penting karena pria itu bergerak sendiri menuju kemari."Laporan CCTV saat kejadian," jawab Kai."Oh, Jordi sudah sadar?"Kai duduk di hadapannya dan langsung menyilangkan kaki. Kedua tangannya terlipat dan tatapannya semakin dingin saat itu juga.Dalton juga merasakannya. Ruang tamu kediamannya tiba-tiba sedingin es dengan aura mengerikan yang menguar dalam diri Kai.Ia ta
Eden menatap lekat pada potret seorang wanita bersurai pirang dalam ponselnya. Ekspresinya tetap datar sembari mengusapkan ibu jarinya pada wajah wanita itu.Dengan salah satu tangan yang menyangga sisi kepala, Eden terus mengusap layar dan sampailah di mana dia pada potret yang menurutnya paling bagus dari yang ia lihat sebelumnya. Eden mengingat momen tersebut. Yaitu ketika Angelista dan dirinya sedang berada di Jepang pada tahun lalu. Mereka menghabiskan waktu bersama layaknya sepasang kekasih meski kenyataannya adalah tidak.Eden pikir Angelista selalu menganggap dirinya spesial karena ia adalah seseorang yang paling dekat dengan wanita itu. Bahkan Eden sempat berpikir suatu saat wanita itu akan menyukainya.Namun, hal tersebut ternyata sangat mustahil bagi Eden. Jangankan menyukainya, Angelista berkali-kali menjalin hubungan dengan berbagai pria yang pada akhirnya akan menyakiti wanita itu. Dan yang bisa Eden lakukan hanyalah membalaskan r
Nathalie menutup dan meletakkan majalah fashion yang ada di tangannya saat melihat Kai telah pulang. Ia tersenyum tipis, lantas berjalan mendekati suaminya tersebut dan kemudian membantu Kai melepas jas yang dipakainya. "Kau pulang cepat," ujar Nathalie sembari menggenggam jas milik Kai."Aku hanya khawatir seseorang terlalu merindukanku di rumah." Pria itu menyeringai tipis. Dan Nathalie hanya bisa memutar bola matanya pelan. Membuat Kai terkekeh samar dan kemudian mengecup dahi wanita itu sedikit lama. "Kau terlihat cantik," puji pria itu dan kembali menciumi semua sisi wajah dari Nathalie."Jangan kau pikir bisa mengalihkan perhatian." Nathalie mendorong pria itu pelan. "Kau tidak makan siang, kan?" Sedangkan Kai hanya tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Ia pikir, dirinya perlu untuk memotong gaji Hans bulan depan. Entah sejak kapan sekretaris yang paling ia percaya itu kemudian berkhianat dan berada di pihak Nathalie. Bahkan, sekarang Hans secara terang-terangan berani me
Sudah beberapa minggu sejak Nathalie dan Kai menghabiskan bulan madu mereka di Venice. Sekarang, mereka berdua telah kembali ke Indonesia dan menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sedikit berbeda bagi Nathalie. Sejak Kai meminta dirinya untuk berhenti bekerja, ia menjadi suka merasa bosan di rumah. Meski Meii telah kembali ke sini, bahkan masih belum bisa menghilangkan rasa bosannya.Kadangkala, ia membantu Meii untuk sekadar menyiapkan makanan atau membersihkan rumah ini. Meski harus sedikit memaksa agar Meii memperbolehkannya. Dan pada akhirnya, Nathalie tetap menyibukkan diri dengan menulis artikel. Mungkin memang tak seberapa, namun ia tak bisa menghilangkan kebiasaan menulisnya itu dengan mudah. Sembari menunggu Kai pulang, ia kadang juga mengunjungi Irine atau sekadar pergi ke Supermarket bersama Meii untuk belanja bersama. Ia tidak ingin hanya berada di rumah saja dan menunggu waktu berganti sampai bertemu dengan Kai kembali. "Nyonya, biar saya yang mengaduk adonan in
Tak terasa sudah lima hari Nathalie berada di Vanesia. Beberapa tempat indah yang ada di kota ini sudah hampir ia datangi bersama dengan Kai. Mulai dari Piazza San Marco yang adalah sebuah lapangan umum namun sering dikunjungi banyak oang. Sampai ke Gallerie Dell’Accademia untuk melihat-lihat lukisan yang ada dalam galeri seni paling bergengsi di kota ini. Hari ini, Nathalie dan Kai berjalan menyusuri Pasar Rialto yang menyediakan beberapa makanan tradisional dan barang-barang sederhana khas Italia. Tak sedikit pula Nathalie mencoba membeli apa yang menarik perhatiannya di sini. Sesekali ia membiarkan Kai mencicipi beberapa jajanan sederhana yang kadang membuat dahi Kai terlipat samar. "Kalian orang Asia, ya?" tanya seorang nenek dengan menggunakan bahasa Italia. Nathalie benar-benar tidak mengerti selain menunggu Kai menjelaskan padanya."Ya. Indonesia." Kai menjawab sembari mengambil sebuah gantungan kunci dari kayu ukir berbentuk Gondola. Tersenyum tipis dan memperlihatkan apa ya
"Kai! Lihat sini!" Nathalie memanggil pria yang berjalan satu langkah lebih awal darinya itu sembari terkekeh pelan. Sementara Kai kini terlihat enggan untuk memalingkan wajahnya pada Nathalie yang tengah memegang ponsel dan menghidupkan kamera."Hey! Apakah kau sedang menyia-nyiakan wajah tampan mu itu? Kau harus banyak mengambil gambar untuk dijadikan kenangan."Wanita itu menarik tangan Kai dengan sedikit tenaga dan mau tak mau pria itu beralih menatapnya. Dan-Cekrek!Satu foto wajah pria itu Nathalie dapatkan. Akhirnya ia mendapat potret Kai dari depan. Nathalie juga tidak mengerti. Meskipun Kai selalu percaya diri menyombongkan kelebihan yang ia miliki- termasuk wajahnya yang tampan. Namun, ada kalanya juga Kai merasa malu. Tepat hari ini, adalah hari ke dua mereka berada di Vanesia. Dan saat ini, mereka berdua tengah berjalan bersama di atas Jembatan Rialto. Dengan pemandangan kota Vanesia yang indah. Nathalie mengatakan kota ini unik karena memang sesuai dengan apa yang kin
"Thalia ...." Kai memanggil nama wanita yang berbaring di pangkuannya itu dengan lembut. Tangan kanannya tak berhenti mengusap surai panjang wanita itu dengan pelan. Dan Nathalie yang sedang mengamati kuku-kuku miliknya yang belum sempat ia potong itu menjawab dengan gumaman pelan."Hm?" "Ada tempat yang kau inginkan untuk berbulan madu?" Nathalie juga bingung. Ia pikir Kai sudah memutuskan akan memilih untuk pergi ke mana. Hampir sebagian tempat di dunia ini pernah ia kunjungi bersama dengan pria itu. "Apa kau ada usul? Aku juga bingung." Wanita itu terkekeh pelan. Merubah posisi miring menjadi terlentang agar bisa menatap Kai dari bawah.Pria itu tersenyum tipis. Menunduk padanya. "Venice?"Alis Nathalie mengerut tipis. "Italia?" Kepala Kai teranguk. Nathalie pikir, ia juga belum pernah ke tempat tersebut. Hanya pernah melihat dalam ponselnya bagaimana keindahan kota unik itu."Boleh juga." Mungkin kali ini akan terasa berbeda karena Nathalie akan pergi bersama Kai dengan s
Nathalie memandang bunga-bunga yang bermekaran di taman yang ada pada rumah Kai. Ah, Nathalie pikir ia sudah bisa memanggilnya sebagai rumah kita. Rumah di mana dirinya dan Kai tinggal dengan status yang resmi menjadi suami istri. Wanita itu tersenyum tipis. Lantas kembali menyiram bunga dengan berbagai warna dan bentuk tersebut dengan ceria. Hari ini adalah tepat hari ke tiga setelah Nathalie dan Kai melangsungkan pernikahan. Pengantin baru yang harusnya sedang memandu kasih dan pergi bulan madu seperti yang biasa dilakukan, namun tidak dengan Nathalie. Karena pekerjaan Kai yang tak bisa ditinggalkan, waktu berbulan madu mereka menjadi tertunda. Meski Nathalie sedikit kecewa. Namun, ia tak menyesalinya. Wajar saja hal ini terjadi. Karena pekerjaan Kai bukanlah pekerjaan yang sembarangan harus ditinggalkan. Dan Nathalie memilih untuk menunggu sebentar lagi sampai pria itu benar-benar menyelesaikan semuanya. Tiba-tiba saja Nathalie merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Kedu
Hans mengangguk. Mengambil dokumen yang baru saja selesai Kai tandatangani. "Tuan, sudah waktunya makan siang." Sementara Kai hanya menghela napas pelan. Lantas bergumam pelan. "Aku akan keluar sebentar lagi." Kai memandang Hans sekilas. Dan kemudian sekretarisnya itu undur diri untuk keluar dari ruangan ini. Sampai di depan pintu, Hans sedikit terkejut kala melihat Nathalie ada di hadapannya. Hendak masuk ke dalam ruangan kerja Kai."Nona?" Ah, Hans mengutuk dirinya sendiri. Apakah ia seharusnya memanggil Nyonya?Sementara Nathalie yang masih berdiri di hadapan sekretaris Kai itu tersenyum tipis."Apa dia ada di dalam?""Ya. Tuan ada di dalam." Dan Nathalie mengangguk. "Terima kasih." Setelah itu, ia berjalan meninggalkan Hans yang kemudian melangkah pergi. Dari kedua netranya, Nathalie dapat melihat Kai yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaan. Pria itu bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke dalam sebelum kemudian Nathalie berdeham pelan.Sontak Kai mengalihkan pandanga
"Selamat ulang tahun, Thalia."Nathalie masih terpaku di tempat. Tidak pernah terpikirkan Kai akan melakukan hal ini. Ia yang bahkan lupa dengan tanggal ulang tahunnya sendiri merasa terkejut dengan hal yang tiba-tiba ini."Kai ...." Pria di hadapannya itu tersenyum tipis. Mendekatkan ujung lilin pada wanita itu "Buat permohonan," ucapnya pelan. Dan Nathalie mengangguk. Memejamkan matanya sesaat sebelum kembali membukanya dan meniup lilin kecil di atas kue tersebut. Pandangannya lantas beralih pada Kai yang nasih berdiri di hadapannya dengan tegak. Pria itu lalu meletakkan kue yang ada di tangannya dan membuka kedua tangannya lebar-lebar. Membiarkan Nathalie berhambur ke pelukannya."Terima kasih, Kai. Kau sudah mengingatnya."Nathalie mengeratkan pelukannya pada pria tersebut. Sebelum kemudian menarik kepalanya dan menatap kekasih tampannya lekat-lekat. Berjinjit dan melayangkan kecupan di bibir tipis Kai yang membuat pria itu tersenyum tipis. Melepaskan pelukannya dan berdeham p
Nathalie menyandarkan kepala pada bahu lebar yang ada di sebelahnya. Masih berusaha untuk mengatur napasnya lantaran baru saja selesai bermain air dengan pria yang kini duduk di sampingnya sekarang.Ia tersenyum tipis. Memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam di ujung laut yang ada di depan mata mereka. Perlahan cahaya di sekitar mereka mulai meredup dan tergantikan oleh gelap. Sedangkan Kai yang ada di samping wanita itu hanya melirik Nathalie sekilas. Tak bisa menahan diri untuk tersenyum samar. Lantas, menarik wanita itu untuk semakin dekat ke arahnya.Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah dua bulan sejak ingatan Nathalie kembali. Dan saat ini, mereka berdua tengah ada berada di salah satu pantai di Bali. Menikmati waktu berdua saja. Sebelum beberapa saat kemudian Kai menggeser kepala wanita itu dan berdiri di hadapannya. Mengulurkan tangan yang membuat Nathalie mengerutkan dahi."Ayo kita kembali," ajak Kai. Dan Nathalie lantas mengangguk. Menerima uluran tanga