"Paman, kenapa kau bisa ada di rumah sakit?"
Jordi tidak menyangka akan bertemu dengan Kai di rumah sakit ini. Sebuah kebetulan yang jarang terjadi.
Awalnya, ia pikir dirinya salah lihat. Mana mungkin pamannya yang begitu sibuk berkutat di atas meja kantornya itu mengunjungi rumah sakit tanpa alasan.
Jika sakit pun, bahkan Kai dapat memanggil sepuluh dokter terbaik di belahan dunia ini. Atau bahkan menjadikan salah satu dari mereka sebagai dokter pribadinya.
Namun, kala langkah Kai semakin mendekat ke arahnya. Jordi tidak dapat menyangkal jika ia benar-benar melihat pamannya di sini. Yang masih lengkap dengan balutan jas kerja.
"Aku datang untuk periksa." Pria yang tingginya beberapa senti lebih tinggi dari Jordi tersebut menaikkan salah satu alisnya.
"Kau sakit?"
Jordi menggeleng cepat. "Aku mengantarkan temanku. Dia sedang sakit."
Kai mengangguk. Tidak menyangka Jordi yang biasanya memiliki
Wajah Jordi yang semula sumringah tiba-tiba berganti hanya dalam beberapa detik. Ia membuka pintu ruangan Nathalie, dan menemukan wanita itu dalam kondisi terduduk dengan kepala yang tertunduk. "Hei, aku sudah datang membawakan makan untukmu." Pria itu meletakkan barang bawaannya. Dan kemudian mendekati wanita yang masih diam tak bergerak. Jejak-jejak air mata masih membekas jelas di wajah Nathalie. Sementara Jordi yang melihat itu tidak langsung mengatakan sesuatu yang ada dalam isi kepalanya. Ia rasa dirinya memahami bagaimana perasaan Nathalie saat ini. Sakit memang tidak mengenakkan. "Katakan saja, jangan memandangiku dengan penasaran." Bibir Nathalie terbuka pelan. Sebelum kemudian memalingkan pandangannya pada pria yang kini sok sibuk membuka bungkus roti. Mencuil bagian roti tersebut dan mendekatkannya ke mulut wanita itu. Nathalie terkekeh. Sesaat kemudian mengambil roti pemberian Jordi dan memasuk
"Kau mendapatkan ijin libur dua hari. Hari ini sebaiknya gunakan untuk istirahat saja," ujar Jordi. Dan langsung bergegas menuju di mana dapur Nathalie berada. "Apa yang ingin kau lakukan?" Wanita itu memandang tidak percaya ketika Jordi menggulung lengan bajunya dan mencari-cari sesuatu di dalam kulkas. "Memasak tentu saja. Apa karena sedang sakit matamu juga tidak dapat bekerja dengan baik?" Tidak ada yang Nathalie lakukan selain menghela napas panjang. Mau tak mau ia harus mengijinkan Jordi untuk berbuat sesuatu pada dapurnya. Meski ada sedikit rasa khawatir darinya apabila sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi. "Tenang saja, kemampuan memasak ku sudah meningkat jauh dari yang kau bayangkan." Pria itu mengacungkan pisau, sebelum kemudian memotong sayuran yang dipegangnya. Membiarkan Nathalie menggelengkan kepala melihat tingkah laku konyol pria itu. "Kau pria yang suka memasak." "Tentu sa
Angelista menarik kedua sudut bibir saat netranya menangkap suatu grafik yang bagus dalam tablet yang ada di tangannya. Menampilkan penjualan busana rancangan miliknya yang laris dan meraup keuntungan besar. Tidak dapat menyembunyikan rasa bangga yang muncul dalam benaknya, Angelista terkekeh pelan. Melihat pencapaian miliknya yang begitu nyata seperti ini, ia masih saja tidak mengerti dengan apa yang ada dalam isi kepala Irine. "Mungkinkah dia sedang menyesali perkataannya?" Angelista tersenyum miring. Membayangkan bagaimana wajah putus asa Irine karena telah memperlakukan dirinya dengan buruk. Wanita bersurai pirang tersebut menggeleng pelan. Lantas menyentuh layar dan kembali memeriksa. Sedangkan suara langkah sepatu yang beradu dengan lantai membuat dirinya cepat-cepat mengangkat kepala. Menemukan Kai tengah mengenakan jam tangan dan bersiap untuk berangkat kerja. Angelista tersenyum lebar. Namun, tak lama kemudian wajahnya ber
"Kau ... kenapa kau ada di sini?" ujar seseorang yang berdiri di depan pintu tersebut seraya menatap dingin ke arah Jordi. Sementara Jordi tidak bergerak. Separuh bibirnya tampak terbuka. Masih tidak percaya dengan siapa yang saat ini tengah beradu pandang dengannya. "Jordi, mengapa kau lama sekali membukakan pintu?" Tiba-tiba saja Nathalie datang. Setelah beberapa saat menunggu dan Jordi tidak segera kembali, ia menjadi khawatir dengan siapa yang datang. "Nathalie, sebaiknya kau bisa membuat alasan yang bagus nanti. Mengapa ada pria di rumahmu sepagi ini." Ekspresi Irine berubah manis. Ia tersenyum pada wanita di belakang Jordi yang saat ini balas menyapa dirinya dengan kaku...."Jadi, kemarin kau tidak memberitahuku jika kau sedang sakit?" Irine meletakkan sendok dan menghela napas putus asa. "Kau pikir aku orang asing? Mengapa kau membiarkan pria seperti ini berada di sisimu daripada aku? Kau anggap aku apa?"
"Hei, kau mengenali siapa diriku, bukan?" Kepala Jordi keluar dari jendela mobil. Memandang ke arah Irine yang hampir saja terperanjat di tempat. "Apa itu merugikan mu?" Wanita itu mendecih pelan. Sebelum kemudian berjalan ke arah mobilnya. "Bagaimana bisa kau mengenaliku?" Pria itu tidak puas dengan jawaban Irine sebelumnya. Karena kenyataan tentang siapa ia sebenarnya sangatlah rahasia. Dan Nathalie bukan tipe seseorang yang akan membeberkan rahasianya pada orang lain. Maka, tidak ada pilihan lain selain Irine sendiri yang mengerti dengan sendirinya. Dengan kata lain, wanita bersurai ungu tersebut bukanlah orang biasa karena telah mengenalinya. Bahkan ekspresi terkejutnya tadi pagi saat bertemu dengannya begitu kentara. "Kau benar-benar tidak mengingatku, Tuan Muda?" Irine mencibir dengan ekspresi sebal. Sementara Jordi hanya menggelengkan kepala. Merasa tidak pernah bertemu dengan Irine sebelumnya. "Tentu saja kau tidak mengenal
"Nathalie milikku. Dan selamanya adalah milikku. Kau tidak memiliki hak untuk menyukainya karena dia akan menjadi bibimu." Kai memandang penuh ke arah keponakannya. Ingin mengatakan hal tersebut dengan lantang agar Jordi sadar diri dan segera menjauhi Nathalie. Namun, keinginan itu masih tertahan dalam hatinya. Ia bisa membayangkan bagaimana wajah Jordi yang pias ketika dirinya berkata sesuatu yang menyinggung batin pria itu. Alhasil. Kai hanya mendengkus dan kembali meminum alkohol entah sudah yang ke berapa kali. Untung saja dirinya memiliki toleransi yang tinggi pada alkohol. Membuatnya kuat minum beberapa gelas tanpa merasakan mabuk. Kai mengerutkan keningnya tipis saat melihat pria di sebelahnya itu tersenyum sembari memandang layar ponselnya. Mengetikkan sesuatu pada ponsel tersebut dengan mata berbinar-binar. "Jordi. Ayahmu terus mencarimu. Meskipun kau begitu membencinya, setidaknya sesekali kembalilah ke Amerika." Kai mengalihkan atensi
"Aku akan mengantarmu pulang." Kai menggeleng. Menolak kebaikan Jordi setelah mereka berdua keluar dari bar. "Bagaimana dengan mobilmu?" "Aku bisa meninggalkannya di sini. Mark akan menjaganya untukku." Pria itu masih saja bersikukuh untuk menggantikan Kai menyetir. Khawatir jika pamannya itu terlalu banyak minum dan mabuk ketika menyetir nanti. Hal tersebut hanya akan mendatangkan bahaya. "Tidak. Aku perlu pergi ke suatu tempat." Kai masih saja menolak. Ia melepaskan tangan Jordi yang memapahnya meski ia tidak perlu. "Kalau begitu aku akan menemanimu ke sana." Jordi masih bernapas lega. Untung saja Kai tidak benar-benar mencekik wanita tadi seperti yang pernah dilakukan sebelumnya. Untunglah wanita itu menyadari bahaya dan langsung pergi setelah Kai mengucapkan satu kata saja. "Kembalilah sendiri. Jangan pedulikan aku." Kai menutup pintu mobil dan mengucinya dari dalam. Meninggalkan
"Jadi, siapa sebenarnya mantan kekasihmu, Nathalie?" Nathalie terdiam. Terpaku di tempat. Tidak tahu apakah dirinya harus mengatakannya atau tidak. Selama ini ia tidak pernah ingin mengungkit lagi apa yang pernah menjadi masa lalunya. Karena mau tidak mau, semua kejadian buruk yang pernah terjadi akan teringat kembali. Ia tidak dapat memilah sesuai yang ia inginkan. Semuanya berjalan begitu saja. Ia menghela napas. "Dia bukan orang biasa." Nathalie melepaskan bunganya. Memberikan mawar tersebut pada Ariska seolah berkata 'ambil saja jika kau mau'. "Hey, semua orang yang pernah singgah di hati kita tentu saja bukan orang biasa. Apa kau masih tidak dapat melupakannya?" Ariska terkekeh pelan. Mencium kelopak bunga yang ada di pelukannya itu seraya memejamkan mata. "Aku sudah melupakannya." "Siapa namanya?" Jordi kembali bertanya. Benar-benar penasaran dengan sosok yang pernah memenangkan hati batu wanita itu. Setid