Manik kelam Kai memandang wanita berbalut jas putih di hadapannya dengan tatapan kosong. Seolah pikirannya sedang berada jauh di luar sana. Bibir tipis miliknya terkantup rapat.
"Kau hanya akan terus terdiam? Aku masih memiliki janji dengan pasien lain," ujar wanita di hadapan Kai sembari mengecek arloji.
Tatapan Kai naik, menatap wanita itu dengan tajam. Yang sayangnya, sama sekali tidak berpengaruh sedikit pun. Wanita dengan gaya rambut yang disanggul sebagian itu lantas mengulas senyum. Menautkan jari-jemari lentik miliknya.
"Apa yang akan kau keluhkan hari ini?" Ia kembali bertanya. Mencoba sabar menghadapi Kai. Pria itu sudah berada di sini sejak lima belas menit yang lalu. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.
"Aku kembali bermimpi buruk."
Kai menghela napas tanpa ekspresi. Sementara wanita yang ada di hadapannya langsung mengerutkan alis. Tak lama kemudian mengangguk pelan.
"Ada kejadian
"Malam ini? Ehm, baik. Kirimkan lokasinya padaku, aku akan datang selepas pulang kerja."Suara di balik telepon itu terdengar mendengkus pelan. Tak lama kemudian sambungan telepon terputus. Irine terkekeh. Memasukkan kembali ponsel mahal miliknya ke dalam tas. Kakinya berjalan langkah demi langkah menuju koleksi pakaian yang dijual di dalam mall. Melirik jumlah harga, dan kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.Mungkin orang yang melihat Irine sekarang akan bergumam jika ia adalah wanita mandiri. Datang sendiri dan berbelanja sendiri pula. Pakaian yang elegan dan sikapnya yang tenang membuat ia menarik banyak pasang mata ke arahnya. Beruntung, kacamata hitam yang menghalangi tatapan secara langsung dengan orang lain membuatnya tidak dapat dikenali. Ya, meskipun ia tidak begitu terkenal juga. Sebagian orang yang mengenalnya adalah para langganan butik dan beberapa teman yang ia miliki. Namun, hanya dengan melihat sekilas saja, mereka akan l
"Menunggu lama?"Wanita yang sedang menyeruput kopi itu menghentikan gerakan, diikuti kedua matanya yang terangkat naik. Tak lama kemudian kedua sudut bibirnya terangkat. Tersenyum lebar."Kau datang lebih awal dari dugaanku," ujar Irine. Tak melepaskan pandangan ketika Nathalie meletakkan tas dan mengambil duduk."Kau beruntung pekerjaanku selesai cepat," balas wanita berambut panjang tersebut. Nathalie melambai, meminta pelayan untuk mencatat pesanannya."Pekerjaanmu mudah?"Nathalie terkekeh. "Seharusnya aku yang bertanya. Mengapa desainer ini bisa meluangkan waktu di tengah kesibukannya merancang pakaian?"Irine terlihat memutar bola mata. Kembali menyeruput kopi yang tinggal setengah."Apa kau tidak senang bertemu denganku?" Tiba-tiba saja Irine memasang wajah sedih. Yang hanya diabaikan oleh Nathalie."Ngomong-ngomong, kau benar-benar berkencan dengan pria waktu itu?" tanya Irine.
"Kau bisa memakannya tanpa banyak bicara."Nathalie menggeser kursi untuk duduk. Sementara Kai hanya mengangguk dan memulai suapan pertama.Keduanya terdiam. Tidak berbicara bahkan sepatah kata.Nathalie yang menunggu pria di hadapannya itu selesai makan tak ayal larut dalam pikirannya. Mungkin, jika keadaan mereka berdua tidak seperti sekarang. Sejak tadi ia akan berbicara panjang lebar mengenai apa yang terjadi padanya hari ini. Apa yang membuatnya senang, sedih, tertawa, bahkan menangis. Namun, hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Ia tidak memiliki alasan untuk mengatakan apapun pada pria di depannya.Dan yang bisa Nathalie lakukan hanya termenung. Sesekali bermain ponsel dengan tenang."Apa kedatanganku mengganggumu?"Pria itu telah selesai makan dan meletakkan sendok. Ketika Nathalie melirik padanya, tatapan lembut milik Kai tersorot penuh untuk dirinya."Kau baru sadar sekarang?" Nathalie mendesah pend
Wanita berpakaian santai namun terlihat berkelas duduk di hadapan Nathalie. Senyum yang terukir di bibirnya seakan tidak pernah memudar. Bibirnya yang tipis dengan bulu mata yang lentik cukup mendeskripsikan satu hal. Sempurna. Wanita cantik yang kini menatap Nathalie dalam-dalam itu tampak tertarik akan sesuatu.Sementara Nathalie. Ia bahkan tidak tahu apa yang membawa kakinya sampai ke tempat ini. Bodoh rasanya jika ia menganggap terkena hipnotis lantaran dirinya jelas-jelas sadar."Aku akan memperkenalkan diri lagi sebagai bentuk kesopanan." Wanita dengan gaya rambut disanggul sebagian tersebut mulai bersuara."Aku Emeralda, biasa dipanggil Emerald. Psikolog sekaligus psikoterapis yang menangani Kai sejak dua tahun lalu."Nathalie menahan napas. Tidak dapat menahan kedua bola matanya yang kemudian melebar."A—apa maksudmu?" Ia menutup bibir dengan telapak tangan tidak percaya. Namun, tidak mungkin juga wanita yang sedang
Nathalie tidak menyangka dengan apa yang saat ini dilihatnya. Ia benar-benar tidak memikirkan akan satu hal.Angelista. Seorang wanita yang masih memiliki status jelas sebagai kekasih Kai.“Nathalie?” panggil wanita bermanik biru itu sekali lagi.“A-aku …” Suaranya serasa tercekat. Tiba-tiba saja ia tidak tahu harus berbicara apa.Sementara Angelista yang menunggu wanita di depannya menjawab, mengalihkan pandangannya pada apa yang Nathalie sembunyikan di belakang badan.“Apa itu?” tanya wanita pirang itu kala ia tak sengaja melihat siluet plastik putih.“Bukan apa-apa,” ujar Nathalie sembari memaksakan senyum. Ia bersiap untuk pergi dan menjauh dari Angelista yang masih bingung dengan kedatangannya.“Apa itu obat untuk Kai?”Tidak ada yang dapat Nathalie lakukan selain menghela napas pelan.“Ya,” jawabnya kemudian. Sudah terlambat jika ia ingi
Hal yang pertama kali Kai lihat ketika membuka mata adalah langit-langit kamarnya. Tampak terang karena matahari yang menembus gorden putih di sebelahnya.Pria itu menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Kemudian bangkit dari tidurnya dan mengamati sekitar. Hingga suara benda jatuh yang amat nyaring membuat ia mengerutkan kening.Disibaknya selimut yang menutupi sebagian badan dan ia mulai berjalan keluar.Dapur adalah tujuannya saat ini.“Tidak perlu membuat sarapan,” ujar Kai dengan suara khas orang bangun tidur. Ia berjalan mendekati Angelista yang kini memegang spatula. Mendesah pelan. Lalu mengambil wajan yang tergeletak di lantai.“Kai, bagaimana kondisimu?” Sontak Angelista berdiri di hadapan Kai. Mengamati wajah pria itu lekat-lekat.“Aku sudah lebih baik,” balas Kai seraya menaruh wajan yang ada di tangan.“Aku sedang menyiapkan sarapan untukmu. Sejak kemarin kau tidak memak
"Kau benar-benar akan membatalkan kerjasama kita?"Angelista menatap tidak percaya pada wanita bersurai ungu yang kini memandang dirinya dengan senyum tipis di wajah."Aku tidak pernah menandatangani kontrak yang kau kirimkan padaku. Jadi, kau tidak dapat mengatakan jika aku membatalkan kerjasama kita."Melihat wajah kesal Angelista, membuat Irine tidak dapat berkata-kata. Sama sekali tidak merasa bersalah pada wanita itu karena dari awal dirinya memang tidak memiliki niatan untuk berkolaborasi dengan Angelista."Kau tahu siapa aku, bukan? Brandku di Inggris sudah terkenal di dunia permodelan dan busana, bahkan sekarang merambat ke dunia entertainment. Banyak artis yang sudah mengenakan rancanganku selama ini. Butikku juga sudah tersebar di seluruh penjuru dunia. Kita akan membawa kemajuan yang pesat jika bersama. Kau juga mendapatkan kesempatan untuk lebih terkenal lagi. Tidakkah kau ingin mempertimbangkannya sekali lagi?"
"Paman, kenapa kau bisa ada di rumah sakit?"Jordi tidak menyangka akan bertemu dengan Kai di rumah sakit ini. Sebuah kebetulan yang jarang terjadi.Awalnya, ia pikir dirinya salah lihat. Mana mungkin pamannya yang begitu sibuk berkutat di atas meja kantornya itu mengunjungi rumah sakit tanpa alasan.Jika sakit pun, bahkan Kai dapat memanggil sepuluh dokter terbaik di belahan dunia ini. Atau bahkan menjadikan salah satu dari mereka sebagai dokter pribadinya.Namun, kala langkah Kai semakin mendekat ke arahnya. Jordi tidak dapat menyangkal jika ia benar-benar melihat pamannya di sini. Yang masih lengkap dengan balutan jas kerja."Aku datang untuk periksa." Pria yang tingginya beberapa senti lebih tinggi dari Jordi tersebut menaikkan salah satu alisnya."Kau sakit?"Jordi menggeleng cepat. "Aku mengantarkan temanku. Dia sedang sakit."Kai mengangguk. Tidak menyangka Jordi yang biasanya memiliki