Kembali ke masa kini."Mama jahat!" maki Bella sambil berkali-kali menghapus air matanya. "Mama tega ngorbanin perasaan aku cuma karena dendam pribadi. Mama nggak sayang sama aku." "Mama sayang sama kamu." "Kalau Mama sayang sama aku, kenapa Mama ngelakuin ini sama aku?" Bella masih tidak habis pikir Evellyn bisa seegois itu pada anaknya sendiri. "Mama tahu Mama salah. Tapi cuma ini yang Mama inginkan. Mama nggak mau kamu berhubungan sama Rayhan." Evellyn tetap bersikeras bahwa keputusannya tepat. "Cuma karena Rayhan itu anaknya mantan pacar Mama? Iya?" tanya Bella marah sekali. "Kalau Mama benci sama papanya Rayhan, balas dendam aja sama papanya. Bukan ke Rayhan. Aku minta Mama berhenti bersikap egois." "Bella, Mama nggak egois, Mama ingin yang terbaik buat kamu." "Terbaik apa? Terbaik buat Mama iya. Mama tuh egois, tahu nggak? Mama tega ngebarin aku menderita bertahun-tahun. Mama sengaja mau bikin aku sama kayak Mama? Menderita selama bertahun-tahun karena nggak bisa memiliki o
"Setelah tahu masa lalu kedua orang tua kita dan ternyata dulu papa aku pernah ninggalin mama kamu, tiba-tiba aku ngerasa nggak pantes buat kamu. Aku tahu mama kamu benci banget sama papa aku, dan aku juga tahu dia nggak pernah mau suka sama aku cuma karena aku anak dari mantan pacarnya yang sangat dibencinya. Aku ngerasa kamu berhak ngedapetin laki-laki lain yang jauh lebih baik daripada aku, dan laki-laki lain yang disukai sama mama kamu. Papa aku udah terlalu membuat mama kamu menderita selama bertahun-tahun, dan aku nggak mau mama kamu menderita lagi gara-gara aku." Bella tertawa pahit. "Jadi gitu? Yang kamu pikirin cuma perasaan mama aku aja? Kamu turutin apa keinginan mama aku cuma karena mama aku memohon dan berlutut di depan kamu, kamu udah langsung luluh gitu aja? Kamu mikirin perasaan mama aku, tapi gimana sama aku? Apa kamu nggak pernah mikirin gimana perasaan aku? Kamu tega ninggalin aku di saat aku yakin sama pilihan aku. Kalau kamu kayak gini, kamu juga nggak ada bedanya
Rayhan masih setia memandanginya walaupun sekarang hanya melihat punggung saja. Tidak sampai 30 menit kemudian, Bella kembali bergerak merubah posisi tidurnya menghadap Rayhan dan beringsut mendekat dengan kedua mata masih terpejam. Senyum Rayhan semakin lebar saat dia berhasil memeluk tubuh Bella yang beringsut ke arahnya. Membuatnya semakin malas untuk beranjak dari sana. "Jam berapa?" tanya Bella dengan nada malas di dalam pelukan hangat Rayhan. "Aku berharap waktu berhenti sekarang," jawab Rayhan santai. "Aku serius." "Nggak tahu. Tapi kayaknya udah mulai siang." Rayhan berkata sembari menatap ke arah kelambu dan terlihat cahaya matahari yang memantul dari kaca jendela. "Kamu nggak kerja?" tanya Bella lagi. "Aku mau bolos aja hari ini," jawab Rayhan. "Aku ada jadwal syuting," kata Bella. "Apa kamu nggak bisa bolos aja? Syuting bisa ditunda besok." Bella membuka matanya dan menarik tubuhnya dari pelukan Rayhan. Dia berbaring miring berhadapan dengan Rayhan. "Bos macam apa
Bella pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap sebelum berangkat ke lokasi syuting. Melissa tadi juga sudah mengomel karena Bella belum datang juga padahal syuting sudah dimulai. Bella berjalan melewati Evellyn yang sengaja menunggunya di ruang tamu. Dia masih marah dengan sang mama. "Bella." Evellyn langsung berdiri memanggilnya. Bella berhenti tanpa menoleh ke belakang. "Dari mana saja kamu semalaman? Kenapa hape kamu mati?" tanya Evellyn. "Itu bukan urusan Mama," kata Bella enteng. "Apa kamu bilang?" Evellyn tampak mulai marah."Mama urus aja urusan Mama sendiri. Mulai sekarang jangan pernah lagi ikut campur urusan aku." "Bella." Bella memutar tubuhnya, berhadapan dengan Evellyn. "Kenapa? Apa Mama masih pengen mencampuri urusan aku lagi? Apa karena aku anak Mama, Mama pikir Mama berhak ngatur hidup aku?" "Bella. Beraninya kamu bicara begitu sama Mama?""Aku udah dewasa, Ma. Aku tahu apa yang terbaik buat aku. Jadi aku minta Mama jangan pernah ikut campur lagi dalam hal apapun."
Daniel berpikir, selama ini dia memang tidak tahu persis apa sebenarnya hubungan Bella dan Rayhan di masa lalu karena tidak pernah ada orang yang memberitahunya. Dia hanya menduga-duga saja mereka pernah ada hubungan, dan ternyata semua itu benar. Rupanya Daniel kalah start dan itu membuatnya kesal. "Jadi benar dulu mereka pernah pacaran?" tanya Daniel."Memangnya kamu tidak pernah tahu?" Evellyn justru heran. Daniel menggeleng. "Saya hanya menduga saja, Tante. Bella tidak pernah mau cerita apapun soal ini." "Ya, saya rasa itu sekarang tidak menjadi masalah. Yang terpenting, apa kamu mau merebut Bella dari tangan Rayhan?" "Sebentar, Tante." Daniel masih bingung dengan arah pembicaraan ini. "Kenapa Tante melakukan ini? kenapa Tante menyuruh saya merebut Bella dari Rayhan?" "Bukannya itu sudah jelas, karena saya tidak pernah menyukai Rayhan dan jangan pernah tanya apa alasannya." Evellyn buru-buru menambahkan karena sepertinya Daniel sudah membuka mulutnya untuk bertanya. Dia paling
Rayhan dan Bella mengunjungi pohon kesayangan mereka yang ada di taman belakang SMA. Pohon kenangan mereka sudah semakin besar dan tinggi. Tidak bisa lagi dipanjat oleh mereka dikarenakan dahan pohon yang terendah pun sudah terlalu tinggi untuk digapai. "Kita mau ngapain ke sini?" Bella mendongak menatap pohon besar dan tinggi berdaun lebat yang berada tepat di hadapannya. "Mau jadi penunggu pohon." Bella menatap horor ke arah Rayhan. Pria itu justru tertawa. "Ya lagian kamu nanya kayak gitu. Udah jelas kita kencan." "Berdiri aja gitu?" "Kamu mau aku gendong? Atau kalau mau ngesot juga boleh.""Rayhan!" teriak Bella kesal. "Aku pulang, nih," ancamnya. Rayhan tertawa lagi lalu duduk di bawah pohon dengan santai."Karena kita udah nggak mungkin manjat pohon ini lagi. Mending duduk di sini aja. Sama aja, kan." Bella mengikuti Rayhan duduk di sebelahnya tanpa protes, karena yang dikatakan Rayhan memang benar. Lagipula sudah belasan tahun berlalu, pohon kenangan mereka pun juga sudah
"Aku aja nggak pernah mimpi mau punya anak sama kamu." Ferly melanjutkan. "Gugurin aja, deh. Daripada bikin masalah tuh anak." Bella sudah tidak tahan, dia tidak mau terlalu jauh mengetahui masalah Nirina dan Ferly. Dia sudah tidak mau lagi terlibat masalah apapun dengan mereka. Bella tidak mau tahu apa yang terjadi pada mereka, dan dia memutuskan untuk pergi diam-diam kembali ke lokasi syuting. Menemui Daniel. "Bel, kamu dari mana aja, sih?" tanya Daniel. "Tadi aku ngelihat kamu waktu kamu dateng. Terus kamu ke mana?" Bella masih sedikit shock dengan apa yang dilihat dan didengarnya barusan, tapi berusaha tetap tenang. Dia tidak mau mencampuri urusan orang mengingat masalahnya sendiri saja sudah membuatnya pusing. "Oh ... nggak ke mana-mana, kok. Cuma jalan-jalan bentar." "Kamu tumben ke sini? Ada apa?" tanya Daniel dengan wajah cerianya. "Aku cuma mau ketemu sama kamu aja, Dan. Sejak aku nggak main lagi di drama ini, kita jadi jarang banget ngobrol bareng." Daniel gembira seka
Rayhan membuka kulkas di dapur rumahnya dan mengambil sebuah apel merah yang segar lalu memakannya sambil berjalan pergi. Saat dia melewati kamar papanya, dia melihat pintu sedikit terbuka. Dengan penasaran Rayhan mendekat untuk sekedar melihat apa yang dilakukan papanya di dalam kamar. Rayhan melihat Vicko---sang papa sedang duduk di pinggiran tempat tidur memandangi sebuah foto yang Rayhan tidak bisa melihat foto siapa itu. Tapi yang jelas, foto itu sangat berarti untuk Vicko melihat bagaimana cara pria itu memandangnya. "Aku minta maaf ...." kata Vicko pada foto itu dan Rayhan mendengarnya. "Aku sudah membuat kamu banyak menderita selama bertahun-tahun. Tapi kamu harus tahu, kalau dulu aku menikah dengan Naeri karena terpaksa. Aku tidak pernah berniat sedikitpun untuk menyakiti hati kamu. Aku sangat mencintai kamu, Evellyn. Seandainya saja kamu memberi aku kesempatan untuk menjelaskan ...." Rayhan baru tahu kalau foto yang dipegang papanya itu adalah foto Evellyn. Rayhan pun perg
Mike sedang sibuk dengan ponselnya---membaca berita di internet dalam keadaan tenang. Tiba-tiba ada keributan datang dan mengganggu ketenangannya. Empat anak kecil---dua perempuan dan dua laki-laki yang semuanya masih kecil-kecil berlari menghampirinya. "PAPA!!!!" Mike kaget dan buru-buru meletakkan ponselnya dan menyambut kedatangan mereka. "Ada apa? Kenapa ribut-ribut?" tanya Mike. "Kalian nggak sekolah?" "Aku belum sekolah, Pa," kata salah satu anak perempuannya yang masih kecil. "Aku masih tiga tahun." "Maksud Papa, kakak-kakak kamu itu." Mike menunjuk ketiga anaknya yang lainnya. "Kenapa kalian nggak sekolah?" "Ini kan hari Minggu, Pa," kata salah satu anak laki-lakinya. "Papa aja santai-santai di rumah, nggak kerja." "Apa?" Mike bengong. "Masa Papa nggak tahu kalau hari ini hari Minggu? Ih, ternyata Papa kita payah." Mike langsung kesal. "Hei, biar payah gini, aku ini papa kalian, tahu. Kalau Papa nggak ada, nggak mungkin kalian bakalan ada." Mike mengatakan hal-hal yan
Sepuluh Tahun Kemudian .... Bella sedang menjalani syuting film terbarunya di sebuah taman bermain. Dia berdialog panjang sekali, sampai-sampai harus mengulang sampai tiga kali karena salah terus. Dan di take ke tiga-nya .... "Kamu nggak tahu kenapa aku melakukan ini?" kata Bella dalam dialognya bersama seorang pria yang menjadi lawan mainnya. "Sudah 15 tahun aku menunggu kamu, tapi apa? Kamu hanya memberikan janji-janji tapi nggak pernah menepatinya. Kalau kamu terus seperti ini, mendingan kita---" "MAMA!!!!" Dialog Bella lagi-lagi terputus, kali ini bukan karena Bella lupa dialognya, melainkan ada yang memanggilnya di luar syuting. Dua anak laki-laki memakai seragam SD dan seorang anak perempuan memakai seragam TK berlari ke arahnya dan memasuki lokasi syuting. Mereka bertiga mendekati Bella. "CUT! CUT! CUT!!" teriak sutradara. "Aduh, ada apa lagi sih, itu?!" Sutradara mulai frustrasg "Mama, ayo pulang!" rengek salah seorang anak laki-lakinya yang kembar. "Iya, Mama!" si kemb
Daniel melihat ke foto yang dirobek Naura, lalu tersenyum kecil. "Nyerah?" Naura terdiam, memandangi fotonya yang sudah terpisah dengan foto Rayhan. "Menurut kamu?" "Aku juga udah berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang aku mau. Tapi memang, ada hal-hal yang seharusnya memang bukan menjadi milik kita. Sekeras apapun usaha kita untuk ngejar dia, kalau emang dia bukan milik kita, pasti akan tetep ninggalin kita." Naura masih diam, memandangi foto Rayhan. "Gimana kalau aku nyaranin, mendingan kamu mulai lupain dia?" tanya Daniel. "Emang itu yang mau aku lakuin sekarang," jawab Naura. "Aku udah cukup bahagia Rayhan sekarang sembuh. Aku juga bahagia, kalau Rayhan bahagia." Daniel menoleh, memandangi Naura dengan tatapan aneh. Sebuah pemikiran pun terlintas di benaknya. "Ra?" "Iya, kenapa?" "Kamu mau ikut aku ke Sidney?" tanya Daniel tiba-tiba. Naura memandang Daniel---bingung. "Sidney?" "Aku bakal bantu kamu buat bisa ngelupain Rayhan sepenuhnya," ujar Daniel. "Untuk m
Satu tahun kemudian .... Bella berlari-lari sambil membawa sepatu hak tingginya. Dia berlari di atas rerumputan hijau yang subur, dan berkali-kali dia menginjak tanah becek karena sepertinya habis hujan deras tadi malam. Tentu saja dia sangat kesusahan berlari apalagi dengan mengenakan sepatu hak tinggi, makanya dia memutuskan untuk telanjang kaki saja.Setelah lari-lari dan menghadapi beberapa rintangan, seperti tanah becek, genangan air, dan lain-lain, Bella sampai juga di tempat tujuan. Sebuah pohon besar yang sudah tidak asing lagi untuknya. Napasnya terengah-engah dan hampir saja dia tidak bisa bernapas karena terlalu lelah."Terlambat dua menit, lima puluh tiga detik," kata seseorang.Bella berteriak kesal. "HEI!"Seseorang berdiri membelakangi Bella sambil menatap pohon besar tua di depan matanya yang daunnya tampak lebat dan hijau subur. Rayhan memutar tubuhnya dan tersenyum jahil padanya. "Aku kan udah bilang, aku nggak punya banyak waktu. Aku suruh kamu dateng dalam waktu l
FlashbackRayhan dan Vicko menghabiskan akhir pekannya dengan pergi memancing sesuai rencana. Tempat yang mereka pilih untuk acara memancing adalah sebuah sungai besar yang terletak di tepi hutan. Air sungai yang jernih serta dikelilingi banyak bebatuan, menjadikan tempat itu sangat nyaman untuk bersantai sambil memancing. "Udaranya seger ya, Pa?" Rayhan yang duduk di atas bebatuan sambil memegang kail pancingnya, berkata pada sang papa yang juga melakukan hal yang sama di sebelahnya. "Iya, kebetulan cuaca agak mendung jadi nggak panas. Mudah-mudahan aja nggak hujan." Vicko menengadah ke langit dan melihat gumpalan awan abu-abu yang tersebar di langit sejak pagi tadi. "Sebenernya ya, Pa. Dari pada mancing, aku lebih suka nyemplung aja ke sungai terus berenang." Rayhan berkata sembari tertawa. "Aku udah lupa kapan terakhir kali mandi di sungai." "Waktu kamu kelas 1 SD dan Papa bawa kamu pulang sambil dijewer kupingnya." Vicko menjawab sekaligus mengingatkan. Jawaban Vicko sukses m
Sambungan flashback"Aku janji nggak akan lupa sama pelajaran sekolah kok, Ma." Bella memberikan pembelaan. "Sekolah tetep jadi yang utama buat aku. Lagian, kita pacarannya nggak akan macem-macem, kok."Rayhan mengangguk lagi, mengiyakan ucapan Bella. "Betul, Mama---emm maksud saya Tante. Kita berdua nggak akan ngelakuin hal-hal yang aneh, kok.""Saya sudah menyuruh kamu diam, ya." Evellyn melotot ke arah Rayhan. "Kenapa kamu main nyerobot saja dari tadi? Diam."Rayhan menutup mulutnya rapat-rapat dan kembali menganggukkan kepalanya.Evellyn kembali menatap ke arah putrinya. "Bella, kamu nggak pacaran aja nilai kamu sudah jelek. Kamu bahkan menempati urutan ke tiga terendah di kelas kamu. Apalagi sekarang kamu sok-sok an pacaran segala? Mau jadi apa kamu nanti? Sebenarnya kamu ke sekolah buat belajar apa buat pacaran, sih?""Aku janji bakal rajin belajar kalau Mama ngijinin aku sama Rayhan pacaran, Ma." Bella tetap bersikeras. "Kamu pikir Mama percaya? Pokoknya Mama nggak setuju kali
Bella kembali ke lantai dasar dan sampai di lapangan basket sekolah. Dulu, tempat itu selalu ramai tiap kali jam istirahat karena ada banyak murid laki-laki yang bermain basket di sana dan para murid perempuan menjadi penonton.Di sisi yang lain, dulu pernah ada sebuah panggung hiburan di sana saat pentas seni sekolah. Di panggung itu dulu Bella dan Rayhan berduet menyanyikan lagu sampai tragedi Rayhan lupa lirik dan semua teman-temannya melempari mereka dengan segala macam benda yang ada termasuk sepatu.Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan oleh Bella."Bella!"Bella menoleh lagi mendengar namanya disebut. Lalu dia seolah berada di masa belasan tahun yang lalu, saat hujan turun ketika pelajaran olahraga.Rayhan remaja membawakan payung berwarna kuning dan menghampiri Bella remaja yang sedang asik menikmati hujan pertama di lapangan, sementara semua teman-temannya berteduh."Kamu ngapain hujan-hujanan?" tanya Rayhan remaja sambil memayungi Bella remaja yang seragam olahraganya s
Hari ini tiba-tiba Bella ingin mengunjungi SMA tempatnya dulu bersekolah. Setelah berkali-kali hanya lewat dan lebih sering mengunjungi taman belakangnya yang merupakan tempat kencan favoritnya bersama Rayhan, kali ini Bella menyempatkan mendatangi sekolah lamanya dan menyapa beberapa guru yang dulu pernah mengajarnya di kelas. SMA Pelangi---papan nama itu masih tetap terpampang dengan jelas di atas pintu gerbang. Bella sengaja datang di saat jam pelajaran berlangsung karena dia ingin berjalan-jalan di sekolah tanpa ada keramaian. Ketika melangkahkan kakinya memasuki halaman sekolah, Bella langsung bernostalgia tentang masa-masa SMA nya dulu. Seolah dia melihat dirinya sendiri yang memakai seragam SMA sedang berlarian bersama teman-temannya---dengan tawa candanya. Senyuman Bella mengembang saat dia mulai teringat masa remajanya dulu. Dia melanjutkan langkahnya menuju serambi sekolah. Suasana sangat sepi seperti yang dia harapkan dikarenakan proses belajar mengajar masih berlangsung
Bella memarkir mobilnya di tepi jalan dengan lampu sein sebelah kiri menyala. Di dalam ada Daniel yang duduk di sebelahnya. Suara kendaraan berlalu lalang menjadi latar belakang."Sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu, Bel." Daniel membuka percakapan mereka. "Aku minta maaf karena udah minta kamu buat ketemu sama mama aku. Aku juga nggak tahu ternyata mamaku kayak gitu. Aku pikir dia minta mau ketemu kamu buat tujuan yang baik. Nggak tahunya ...." Daniel benar-benar menyesalkan semuanya."Nggak apa-apa. Aku ngerti, kok." Bella berusaha memahami perasaan Daniel, walaupun dia merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Catherine tempo hari. "Aku juga minta maaf mewakili mama aku, Bel. Aku janji, aku bakal kasih pengertian lagi ke mama. Aku nggak akan nyerah biar mama aku bisa terima kamu.""Dan." Bella berusaha menjelaskan. "Aku yang harus minta maaf ke kamu. Mungkin selama ini aku terkesan ngasih harapan palsu ke kamu."Daniel seolah tahu apa yang akan dikatakan Bella selanjutnya, tamp