Dia menginginkan suaminya?
Bagaimana mungkin Raelina membiarkannya setelah menyebabkannya kehilangan anaknya.
Dia akan membuatnya tidak akan pernah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Dia tahu seberapa besar Leah mencintai Yosua sampai menginginkannya dikirim ke luar negeri dan berharap tidak akan pernah kembali setelah ditelantarkan di negara asing tanpa ada siapa pun dikenalnya.
“Su-sua ... Suami!” Mata Leah memelototinya. “Sepertinya kau yang memiliki delusi pada mantan suamimu!”
“Apa maksudmu? Kami tidak pernah bercerai,” balas Raelina menatapnya dengan pandangan provokatif.
Wajah Leah berubah menjadi ungu dengan kemarahan.
Raelina tampak menikmati memprovokasinya. Ini balasan untuk lima tahun yang lalu.
Raelina mencuci celana dalamnya yang dinodai dengan warna merah di wastafel kamar mandi. Handuk membalut tubuhnya yang putih. Dia mendongak menatap sosok pria tinggi yang muncul dari ambang pintu kamar mandi dengan sekantung plastik di tangannya, di cermin.Raut wajahnya tampak tidak puas saat dia mendekati Raelina dan menyerahkan kantung plastik itu padanya.“Apa yang ini?”Raelina melengkungnya bibirnya melihat pembalut wanita dalam kantung plastik itu. Dia tidak bisa menahan senyumnya saat berterima kasih pada Yosua.“Terima kasih, sayang.” Dia menggodanya sambil cekikikan. Tidak bisa membayang seseorang seperti Yosua akan pergi membeli pembalut wanita di supermarket.Tatapan Yosua tampak gelap memandang Raelina dari balik cermin. Kulitnya masih basah dengan tetesan air jatuh dari rambutnya yang basah di kulit putihnya.Tanda-tanda
Amira dengan cepat mengalihkan pandangannya pada sosok wanita cantik yang menghampiri mereka. Melihat betapa cantik dan muda wanita yang mirip dengannya membuat Amira hampir menggila. Mengingatkan akan dirinya yang sudah tua dan suaminya kedapatan berbuat intim dengan perempuan jalang itu!“Pelacur!”Plak!Raelina terhuyung mendapat tamparan keras begitu dia tiba. Rambutnya langsung dijambak kuat oleh Amira.“Semua salahmu!” Dia mengamuk menjambak rambut Raelina.“Apa yang kau lakukan!” Yosua berekspresi gelap melihat Raelina dipukul di depannya. Dia menjauhkan wanita paruh baya itu dan mencobs melepaskan tangannya dari rambut Raelina.Tetapi Amira terlalu kuat untuk ukuran seorang wanita tua. Dia tidak melepaskan jambakan dari Raelina dan tidak henti-hentinya mem
Raelina menghampiri dan bertanya dengan prihatin. “Apa merasa baik-baik saja? Di mana yang sakit?”Zeron mengangguk pelan, lalu menggeleng menjawab Raelina.“Kau sudah mendengar apa yang terjadi di luar, kan? Ibu ingin membawamu keluar dari rumah sakit untuk menebus ayahmu keluar dari penjara.”Remaja itu mengangguk sekali lagi. Raut wajahnya masih tidak memiliki ekspresi mendengar semua omongan ibunya yang menggunakannya untuk menembus ayahnya di penjara.Hati Raelina sakit melihatnya seperti itu. Zeron menjadi autis karena tekanan psikologis. Dia tidak bisa menahan diri dan menyalahkan Amira dalam sebagai penyebab utama. Bagaimana Amira bisa membiarkan Zeron menderita penganiayaan sementara sebenarnya dia bisa melindunginya.Raelina mengangkat tangannya untuk mengelus
Beberapa hari kemudian, seperti yang dia duga, Amira menolak keras untuk memberikan perwalian atas Zeron pada Raelina ataupun melakukan proses hukum perwalian.Meskipun Amira menolak, pengadilan sudah membuat keputusan bahwa dia tidak lagi memenuhi untuk merawat Zeron. Amira sudah tidak bisa menggunakan haknya sebagai ibu Zeron untuk berbuat sesukanya pada anak laki-lakinya.Tetapi Amira bukan orang yang peduli tentang hal itu dan membuat keributan setiap hari di rumah sakit untuk mengambil Zeron demi menebus suaminya yang dipenjara.Raelina yang menggunakan waktu cutinya untuk merawat Zeron tidak bisa menghadapi ibunya lagi dan akhirnya memanggil polisi untuk menangani Amira untuk membuatnya jera.Amira kunci di penjara selama dua 24 jam bersama para wanita penjahat dan mengalami penganiaya dalam penjara akhirnya jera setelah keluar dari penjara. Dia tidak membuat keributan lagi. Dia memfokuskan diri
Raelina pulang dari rumah sakit setelah menjenguk Zeron ketika harus sudah gelap. Dia setelah mandi, dia memasak makan malam untuk Stella dan bubur untuk Zeron. Dia akan mengunjungi Zeron setelah berganti pakaian. Dia berencana menginap untuk beberapa hari ke depan untuk merawat Zeron.Dia khawatir Zeron memiliki beban psikologis setelah mendengar ayahnya di penjara maksimal 20 tahun. Biar bagaimanapun Erwin tetap ayah kandungnya dan Amira tidak memedulikannya.Zeron masih remaja dan mudah di pengaruhi emosi kecil. Meskipun sehari-hari wajahnya tanpa ekspresi, dia pasti memiliki beban dalam hatinya.Raelina ingin tinggal di sisinya sebagai keluarganya untuk memberi dukungan moral.Setelah selesai memasak dan makan malam. Raelina menyiapkan termos bubur ketika ponselnya bergetar. Dia melirik melihat nomor Yosua dan menjawab teleponnya.“Raelina ....” Suara Yosua terdengar magnetis dan rendah menggeli
Mereka memisahkan diri dengan napas terengah-engah. Yosua menjilat bibir bawahnya menatap bibir mungil bengkak dan basah oleh saliva mereka. Dia semakin terbakar dengan keinginan.Raelina menatapnya malu-malu melihat hasrat besar di sorot mata pria itu. Dia menundukkan kepalanya dan berbisik di telinganya.“Mens-ku sudah selesai.”Mata Yosua cerah saat dia menatapnya dengan lapar. “Apa itu sebuah undangan?” bisiknya dengan suara serak.Raelina mengangguk malu, saat dia berbisik, “Mau di kamarku?”Raelina ingin menampar mulutnya. Bagaimana dia mengucapkan kalimat mengundang itu dengan nada genit. Dia tidak setebal muka seperti Yosua. Perasaan malu melingkupinya, dia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria itu.Sementara sorot mata Yosua semakin gelap mendengar suara genitnya. Dia berbisik, “Kaitkan kakimu.”Raelina melingkarkan kakinya ke pinggang berotot pria it
“Aku stres menghadapi provokatif terus menerus dari Leah hingga akhirnya keguguran. Tetapi tidak ada yang menghiburku dan ibumu terus mencaciku karena tidak bisa mempertahankan anakku. "Mereka tampaknya bertekad untuk membuatku mati dalam kemarahan dengan membeberkan kebenaran dibalik pernikahan kita saat aku terpuruk karena keguguran. Karena aku tidak mati dalam kemarahan, mereka mendesakku untuk bercerai denganmu dan mengusirku ke luar negeri. "Tetapi pada akhirnya aku ditelantarkan di negara asing.”Tangisan Raelina akhirnya pecah.Raut wajah Yosua tampak buruk dari pada tangisan. Setiap detail cerita Raelina terngiang-ngiang dalam benaknya. Tangisannya merobek jantungnya. Dia berharap dia Raelina menembaknya untuk menembus rasa bersalah yang teramat besar dalam dadanya.Rasa bersalahnya jauh lebih besar daripada saat dia salah sasaran dan menembak ma
Matahari mulai meninggi, tetapi dalam kamar itu masih gelap dan panas. Gorden masih tertutup, memblokir sinar matahari dari luar.Di atas ranjang, dua sejoli masih merekat erat. Raelina merasa lemas setengah mati di atas pangkuan Yosua. Kepalanya bersandar di bahu pria itu dengan paha mengangkang. Cairan putih keluar melalui celah-celah anggota intim mereka yang masih merekat.Yosua menyentakkan kepalanya dengan napas terengah-engah memandang langit kamar. Tangannya yang berotot menyandar ke belakang di atas kasur, menikmati otot-otot kewanitaan Raelina berdenyut-denyut meremasnya mesra. Dia masih belum mengendur, masih tegang di dalam.Raelina menoleh menatapnya tidak percaya. “Kapan kau akan mengendur!”Tanpa dia sadari ucapan genitnya merangsang Yosua. Dia menghisap telinganya gemas saat dia berbisik menggoda, “Sekali lagi?” Diikuti
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa. Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab. Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu. “Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua. Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca. Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai. “Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya. Pria itu cegukan dengan wajah memerah. “Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya. “Kamu
Yosua mengambil cuti kerja satu hari untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina bersama Raelina dan Stella.Setelah apa yang terjadi di toko gaun, Yosua sangat enggan datang ke pesta ulang tahun Arina. Namun dia harus hadir karena bukan semata-mata datang ke pesta ulang tahun Arina, karena dia sudah berjanji akan menjenguk orang tuanya bersama Raelina.Pada pukul tujuh malam, Raelina dan Yosua ke kediaman Rajjata untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina dengan mobil. Stella ikut bersama mereka. Zeron tidak bisa ikut karena dia harus kerja kelompok di rumah temannya.Saat mereka tiba, Raelina melihat kediaman keluarga Rajjata dipenuhi dengan mobil para tamu yang berdatangan. Halaman kediaman Rajjata yang mewah dipenuhi mobil-mobil mewah yang berjejer.“Apa seperti ini pesta ulang tahun Arina yang selalu di adakan Arina?” Raelina bertanya takjub melihat betapa mewah suasana pesta kediaman Rajjata.Karena ini adalah kediaman seorang J
“Tidak ada. Ayo pergi.” Raelina menarik lengan Yosua mencegahnya melihat Fiona dalam toko.Yosua mengalihkan pandangannya bingung saat Raelina menariknya menjauh dari toko itu.Saat mereka menjauh daro toko gaun itu, Raelina melirik Yosua beberapa kali. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.Penampilan Fiona hari ini membuatnya gelisah. Dia bahkan lupa memberitahu Yosua dia bertemu dengan Arina dan bertengkar dengan adik iparnya.“Ada apa? Kenapa kamu terus melirikku? Ada yang ingin kamu tanyakan?” Yosua menundukkan kepalanya menatap Raelina di sebelahnya.Raelina tersentak gugup dan menggelengkan kepalanya.“Tidak apa-apa,” ujarnya mengalihkan pandangannya ke depan.Yosua mengangkat alisnya bingung, “Kamu aneh hari ini.”Raelina hanya tersenyum datar.“Aku mau ke kamar mandi,” ujarnya melangkah menuju ke kamar mandi tanpa menunggu Yosua.“Apa
Raelina membeku menatap wajah gadis itu. Dia merasa akrab dengan wajahnya.Dia melihat wajah gadis dalam foto yang dikirimkan oleh orang misterius di mana dia berpelukan dengan Yosua beberapa bulan yang lalu?Sudah lima bulan berlalu Raelina menghindari pembahasan tentang gadis itu meski Yosua bekerja sebagai pengawalnya.“Nyonya, kamu baik-baik saja ....” Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Raelina melihat wanita hamil itu terdiam dengan ekspresi aneh di wajahnyaDia mencemaskan Raelina karena wanita itu sedang hamil.Raelina mengerjapkan matanya tersadar.“Ahh ....” Dia mencoba tersenyum namun wajahnya justru terlihat aneh.Raelina memeluk perutnya yang besar dan berkata pada gadis itu. “Terima kasih sudah menolongku,” ujarnya.Fiona tersenyum lega.“Syukurlah kalau Anda baik-baik saja.” Senyum wanita muda itu sangat lembut.Sekilas orang melihat d