Dering ponsel gue berbunyi dari nomor yang enggak terdaftar di kontak. Biasanya walaupun kontak enggak di kenal, gue coba angkat. Namun karena nomor ini nelpon di tengah malam gini, gue jadi takut kalau memang orang aneh yang nelpon.Gue membiarkan panggilannya mati sendiri karena mau lanjut tidur. Sebelum tidur, gue mau nyalain mode hening di handphone. Namun sebelum jari gue sempat meng klik mode hening, nomor itu nelpon lagi."Ck! Siapa sih?!" umpat gueGue mikir sebentar, "kalau misalnya ini adalah nomor handphone keluarga gue, atau bahkan ini memang telepon penting, kan gak bagus juga gak gue angat.""Angkat aja kali ya?" Gue pun memutuskan untuk mengangkat telponnya."Halo? Ini siapa ya?" tanya gue dengan lembut."Ini.... gue" ucap seseorang dari sebrang sana. Suara yang familiar dan gue kenal betul meskipun melalui telepon, suara Winanta."Hah... ngapain Lo nelpon? Udah ya, gue mau tidur""Tunggu! Tunggu dulu. Gue gak bisa tidur Van" ucap Winanta "Ya terus?" Cuek gue"Gue gak
Setelah selesai belanja, sesuai perintah Mama gue bantuin mama bikin pancake. Sebenarnya gue kurang suka sama bau durian, tapi mau gimana lagi. Walaupun udah pakai masker masih juga kecium bau nya. Mama bilang tadi mau bahas Winanta sambil bikin pancake, tapi kok pancake nya udah mau siap dan tinggal di bungkus belum ada bicara sama sekali. Apa mama lupa? "Ma, kita gak jadi bahas soal hubungan Vanes dan Winanta?" tanya gue memulai percakapan dan supaya besok-besok gak ada lagi obrolan soal Winanta. "Astaga iya, kenapa mama bisa lupa ya? Padahal dari semalam mama masih ingat mau bahas itu" ucap mama sambil menyusun pancake ke mika (*untuk tempat pancake terbuat dari plastik) "Jadi, sebenarnya kalian tuh sejak kapan udah putus- tunggu.. itu gak penting. Yang penting sekarang, kenapa kalian bisa putus? Winanta ketahuan selingkuh? Memang benar dia selingkuh?" tanya Mama. "Iya ma, dia selingkuh. Yang waktu itu ada pesan pancake atas nama Dilla, cewek itu ternyata pacar baru W
Gue dan Farez akhirnya makan bareng. "Nanti mau lanjut ke perpustakaan?" tanya gue "Iya, mau bareng? Kayak waktu itu" ucap Farez "Oke, boleh aja" ucap gue. Setelah selesai makan, gue dan Farez jalan menuju perpustakaan. "Elo sering banget yah ternyata ke kafe itu" ucap gue membuka pembicaraan sambil jalan. "Ya lumayanlah, dekat juga dari rumah." "Oh? Omong-omong rumah lo dimana?" tanya gue lagi. "Gak jauh kok dari kafe, kapan-kapan aku ajak ya" tawar Farez. "Haha gak usah juga gak masalah kok, kan gak harus tau juga kalo emang lo ga mau gue tau apapun tentang lo" ucap gue yang sedikit mengarah tentang Farez yang menyembunyikan identitasnya. Farez sejenak terdiam, seperti mempertanyakan sesuatu di dalam hatinya. Atau entah apa yang dia pikirkan. "Ya... yaudah kalau memang kamu enggak mau aku ajak mampir kapan-kapan." ucap Farez "Astaga, bukan gitu maksud gue--" Gue panik sendiri karena kayaknya Farez udah salah paham. "Udah yuk masuk, jangan ribut" uca
Gak disangka, gue dan Farez selalu bersama ke perpustakaan. Hingga hari terakhir kita belajar bersama, ia berkata, "Semangat ya ujiannya, selesai ujian kita ketemu lagi" ucapnya saat itu seakan jadi salam perpisahan karena kami gak bakalan jumpa dulu sebelum selesai ujian. Walaupun udah lumayan belajar, tapi otak gue memang seketika beku dan mata rasanya sakit begitu liat lembaran soal ujian. Tentu saja sangat berbanding terbalik dengan Winanta si jenius itu. Ibaratnya gue baru baca soal, dia udah mengerjakan soal berikutnya. Hari-hari ujian yang membosankan pun gue lalui dengan segenap nyawa. Ternyata walaupun gue bersyukur Winanta gak posesif, tapi ada rasa kehilangan dari diri gue. Terutama saat masa ujian. Biasanya selesai ujian, dia langsung mengelus kepala gue sambil mensupport dengan perkataan yang manis. Tapi gue yakin gue akan move on walaupun butuh waktu yang lama. Karena itu gue mulai jalan sama Farez. ******* "Akhirnyaaa~ akhirnya ujian selesai juga!!" Ter
Kami udah nyobain makanan di beberapa tempat. Mulai dari sejenis roti sampai makanan pedas. Rasanya beneran kayak nge-date walaupun cuma jalan-jalan sama teman. "Van, coba kemari" ucap Farez sambil memegang bando. kami sedang. melihat-lihat pita. Gue pun menghampirinya dan Farez langsung memakaikan bando kucing itu di kepala gue. "Haha gak cocok" ucap Farez dan langsung menaruh kembali bando itu. "iih nyebelin juga elo ya" ucap gue. "Udah yuk, lanjut lagi liat-liat yang lain" gue memimpin jalan. "Mau liat perhiasan enggak?" tanya Farez. "Enggak" jawab gue. "Itu ada promo daster--" "Gue gak pake daster" "Mau liat-liat baju renang gak?" tanya Farez yang tidak serius. "Haha apa sih? Ngelawak ya. Gue gak pernah berenang pake baju renang" ucap gue, sekarang kami udah sejajar jalannya. "Loh, ternyata kamu bisa berenang ya?" tanya Farez. "Iya, bisa. Gaya batu haha" Farez ikut tertawa, tapi seketika tawa gue terhenti karena melihat orang yang ada di depa
Di mall. Gue dan Farez baru selesai keliling dan mau cari kafe untuk kami makan. Sementara Winanta ada nampak gue dari kejauhan. Dia juga keliling mall bareng Dilla. "Vanes!" teriak Winanta yang enggak gue dengar. "Vanes siapa yang?" tanya Dilla sambil menggandeng tangan Winanta. "Vanes mantan aku lah, siapa lagi" jawab Winanta dengan tidak melihat ke arah Dilla. "Bisa ya kamu manggil mantan kamu di depan pacar kamu" Dilla sedikit meninggikan suara. "Haduh udah ya, aku lagi gak mau ribut sama kamu sekarang" "Nyatanya kamu yang cari ribut" ucap Dilla. Winanta tidak menghiraukan ucapan Dilla. Ia langsung mengambil handphonenya dan mencoba menghubungi Vanessa. Namun nihil karena nomor Winanta udah gue blokir. "AH SIAL!" umpat Winanta mematikan telponnya dan memasukan handphonenya lagi ke dalam saku celana. "Sayang, sekarang kamu lagi ngapain sih?!" Dilla kesal karena Winanta sibuk sendiri. "Sayang, coba minjam handphone kamu dulu" ucap Winanta mengarahkan tan
"Van, lo masih ada hubungan kan, sama Winanta?" Tanya Kayla Monica, Sahabat gue sejak kelas dua SMP, disaat kita baru aja mau duduk di kursi kantin sambil bawa pesanan kami. Biasa, emang jarang sarapan pagi di rumah. Jadinya yah sebelum bel masuk kami mampir ke kantin dulu. Walaupun sering banget kena marah karena gurunya masuk duluan. Bahkan disaat udah mulai belajar. "Hah? Maksud lo? " tanya gue. "Iya, lo masih jadian kan, sama si Winanta? " jelas Kayla lagi. "Iya, masih kok. kenapa sih memangnya?" tanya gue spontan. "Semalam gue ke bioskop sama Dimas, gue kayak ada ngeliat dia gitu sama cewek. Coba aja film yang gue mau tonton belum mulai, pasti gue samperin dia"Ini bukan kali pertama gue dengar kabar kalau cowok gue ada jalan sama cewek lain. Udah sering banget anak sekolah bahkan bukan sekelas bilang itu ke gue. Namun yah gue gak mau percaya. Bisa jadi itu cuma hoax dan meraka hanya sekedar manas-manasin gue. karena lo tau? Gue dan Winanta jadian itu, adalah hari patah hati
Hari ini harusnya begitu pulang sekolah gue mau langsung ke rumah Winanta, tapi ternyata Mama gue kebanjiran pesanan pancake. Oh iya, omong-omong kami punya usaha pancake durian.Alhamdulillah udah berjalan satu tahun walaupun gak selalu ramai pembeli. Awalnya bikin usaha ini tuh karena dari dulu Mama pengen banget bikin pancake durian, tapi gak dibolehin sama Papa karena Papa beneran gak bisa nyium bau durian. Jadinya setelah mereka pisah karena Papa ketahuan selingkuh, beberapa bulan kemudian Mama mencoba bikin usaha kecil-kecilan.Bersyukur banget walaupun dikerjakan sendiri, tapi masih bisa bertahan sampai sekarang. Yah gue sebagai anaknya juga bantu-bantu dong.. bantu mengemas dan antarkan pesanan naik Honda yang nganggur di rumah, satu-satunya harta yang ditinggalin Papa gue."Ma, mama gak ada lihat Winanta dari pagi?" tanya gue basa-basi sambil membungkus pancake."Enggak, Mama dari pagi di rumah gak ada lihat dia. Motor dia juga gak ada kelihatan." jawab Mama gue dan langsung m