Billy mengangguk, kemudian berbalik dan berjalan menuju taksi yang sejak tadi menunggu. Namun, langkahnya tiba-tiba berhenti ketika melihat sebuah mobil putih memasuki halaman depan rumah sewa Nindy.Saat melihat Denis turun dari mobil, Billy mengernyit, kemudian menoleh pada Nindy dan bertanya padanya, "Kamu janjian sama Denis?"Nindy segera menggeleng dan menghampiri Billy ketika melihat tatapan curiga darinya. "Aku juga nggak tahu kalau dia mau ke sini."Dia tidak memberitahu Denis mengenai kepulangannya. Selain Dimas dan Dewi, tidak ada yang tahu kalau dirinya akan kembali hari ini ke Surabaya. Itu berarti salah satu dari mereka pasti yang memberi tahu Denis.Setelah jarak antara mereka bertiga tidak terlalu jauh, Denis segera menyapa Billy dan Nindy. Billy hanya diam, sementara Nindy menjawab sambil tersenyum kaku."Aku dengar dari Dimas, kamu balik ke sini pagi tadi," ucap Denis basa-basi."Iya. Aku cuma izin sehari sama Pak Edwin.""Nin, bisa kita bicara berdua?" tanya Denis se
"Kamu temui yang lain dulu, aku mau bicara sama Pak Reno dulu," ucap Billy pada Nindy setelah keduanya tiba di depan kantor.Mereka datang ke sana pukul 7 pagi dan jam kerja belum dimulaiI. Itu sebabnya Billy meminta Nindy untuk menemui rekan kerjanya terlebih dahulu, sebelum nanti menemui Pak Edwin dan Pak Reno."Iya."Mereka berpisah di lantai 2, Nindy pergi ke ruangannya, sementara Billy pergi ke ruangan Pak Reno, orang yang menggantikan posisi Pak Hengky sebelumnya.Di ruangannya, Nindy menyampaikan mengenai kepindahannya ke kantor pusat, sekalian dia berpamitan dengan yang lainnya. Responnya beragam, ada yang mencibirnya diam-diam, ada ikut senang mendengarnya, ada yang iri, dan ada juga yang bersikap sinis. Namun, Nindy lebih banyak yang merasa senang dan memberikan ucapan selamat pada Nindy."Dea ke mana?"Nindy akhirnya bertanya pada Dewi setelah selesai mengumumkan kepindahannya."Di pecat."Mata Nindy membola. "Kenapa?"Dewi mendekatkan kursi kepada Nindy, kemudian berbisik,
"Besok kita kembali ke Jakarta jam berapa?" tanya Nindy. Mereka baru saja duduk di sofa ruangan tamu setelah selesai makan di restoran hotel tempat Billy menginap. "Jam 7 pagi. Kita berangkat penerbangan pertama." Rencana mereka akan langsung kembali ke Jakarta karena Nindy akan bekerja di kantor pusat mulai lusa. "Ya, udah. Nanti aku minta Dimas untuk ngurusin barang dan baju-baju aku di sini biar bisa di kirim ke Jakarta." "Nggak usah. Aku udah nyuruh orang buat merapihkan semua barang kamu tadi siang." "Jadi, kamu minjem kunci rumah aku buat itu?" "Iya. Selesai mereka mengepak semua barang kamu, nanti baru dikirim ke Jakarta." Pagi tadi, Billy meminjam kunci rumahnya saat menjemput Nindy. Ketika Nindy bertanya untuk apa, Billy hanya mengatakan kalau dia ingin menyuruh orang untuk membersihkan rumah sewa Nindy yang berantakan. Karena ketika Nindy pergi ke Jakarta, rumah itu memang belum sempat dia bereskan. "Harusnya, kamu nggak perlu lakuin itu. Aku bisa minta Dimas untuk u
"Aku mau ..." Billy semakin memajukan wajahnya hingga membuat Nindy panik dan tanpa sadar memejamkan mata dengan wajah mengerut."Kenapa tutup mata? Kamu ngarep aku cium?"Seketika itu juga Nindy membuka mata dan mendorong tubuh Billy menjauh karena kesal saat melihat senyuman menggoda kekasihnya itu."Udah, cepet kamu keluar. Jangan usilin aku terus."Billy kembali tersenyum melihat kekesalan Nindy. "Ya, udah. Aku pergi."Setelah membuka pintu, Billy tiba-tiba berbalik, meraih dagu Nindy dan memberikan kecupan singkat di bibirnya hingga membuat Nindy mematung di tempat karena terkejut dengan tindakannya yang tidak terduga."Kenapa melamun? Minta dicium lagi?"Nindy akhirnya tersadar dan melayangkan tatapan tajam pada Billy. "Udah, sana. Jangan godain aku terus.""Iya, Sayang."Nindy menggeleng. Tidak habis pikir dengan tingkah Billy yang tiba-tiba berubah menjadi usil dan genit.Setelah selesai mandi, Nindy merebahkan tubuhnya di ranjang. Saat sedang mengetik sesuatu di ponselnya, ti
"Kapan mereka pulang?" tanya Billy lagi. "Belum tau. Mama nggak bilang apa-apa." Seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh kekasihnya, Nindy kembali berbicara, "Kamu tenang aja, aku bakal langsung kasih tau orang tuaku setelah mereka pulang. Aku nggak akan menunda lagi." Bagaiman pun, dia merasa bersalah pada Billy karena sudah meminta kekasihnya itu merahasiakan hubungan mereka dari orang tuanya. Padahal, Billy sendiri dengan berani memberitahu orang tuanya mengenai hubungan mereka. "Aku harap orang tua kamu mau menerimaku." Nindy juga harap seperti itu. Hanya saja, apa ibunya mau menerima Billy setelah tahu yang sebenarnya. "Iya." "Jadi, selama orang tua kamu belum pulang, kamu sendirian di rumah?" "Iya. Selvi disuruh Mama menginap di rumah Oma." Sebenarnya, Nindy juga diminta oleh ibunya untuk menginap di rumah neneknya, tapi Nindy menolak karena lokasi yang jauh dan berada di daerah yang macet. Mulai besok, dia akan mulai bekerja, dia takut terlambat jika menginap di sana
"Untuk apa kamu mengajakku bertemu di sini?"Shela menatap Nindy dengan angkuh ketika baru saja tiba di sebuah taman yang lokasi berada tidak jauh dari rumahnya.Plaaakkk!Wajah Shela terlempar ke samping kanan ketika mendapatkan tamparan keras dari Nindy. Dia memegang wajah kirinya dengan mata membola, kemudian beralih pada Nindy yang berada di depannya."Nindy, apa kamu sudah gila? Kenapa kamu menamparku?" hardik Shela dengan marah sambil memegang wajah kirinya yang terasa panas akibat tamparan Nindy. Namun, bukan jawaban yang dia dapat melainkan sebuah tamparan keras di pipi kanannya. Shela yang tidak menyangka mendapatkan tamparan itu membeku selama beberapa detik dengan mata membelalak. Baru setelah itu, dia memalingkan kembali wajahnya ke depan dengan wajah memerah"Nindy, beraninya kamu ..." Saat Shela akan membalas Nindy dan mengayunkan tangan, dengan sigap Nindy menangkap pergelangan tangan Shela hingga tangan wanita itu terhenti di udara."Lepas!" hardik Shela dengan wajah
"Kenapa mukanya ditekuk gitu?"Billy menatap heran wajah Nindy yang baru saja terpampang di layar ponselnya. Billy baru saja melakukan panggilan vidio setelah dia selesai makan malam.Sore tadi, setelah pulang kerja, Billy langsung mengantar Nindy pulang. Rencana mereka untuk makan malam bersama tiba-tiba terpaksa dibatalkan karena kekasihnya itu mengatakan kalau dirinya ada urusan mendadak dengan teman dekatnya."Lagi kesel sama siapa?" tanya Billy lagi.Nindy terlihat menghela napas panjang dan tidak lama kemudian dia merebahkan tubuhnya di ranjang dengan wajah yang masih tertuju pada kamera ponselnya."Nggak kesel sama siapa-siapa. Aku cuma lagi capek."Padahal, dia masih terbawa emosi akibat bertemu dengan Shela sore tadi. Bagaimana tidak kesal, dugaannya selama itu ternyata benar, kalau Shela adalah dalang dibalik kejadian 6 tahun lalu.Ucapannya pada Shela sore tadi sebenarnya hanya tebakannya semata. Dia hanya mencoba untuk memancing Shela dan ternyata dia mengakui semuanya. Pa
Belum sempat Nindy bicara, pintu ruangan Billy tiba-tiba diketuk dari luar dan tidak lama setelahnya, pintu terbuka dan muncul sosok wanita dari sana."Permisi, Pak.""Ya. Masuk."Wanita itu baru berani melangkah masuk setelah mendapatkan izin dari Billy, sementara Nindy yang tadi duduk di dekat Billy segera menjauh dan tersenyum ke arah wanita itu dengan kaku. Wanita yang baru masuk ke ruangan Billy adalah Manager HRD. Nindy sempat bertemu dengan wanita itu kemarin ketika Billy membawanya ke ruangan HRD."Ini berkas yang Bapak minta. Sudah saya tanda tangani."Billy mengangguk, kemudian mengambil berkas itu. "Kamu boleh keluar."Wanita berumur 38 tahun itu menganggukkan kepala, kemudian keluar dari sana."Itu berkas apa?" tanya Nindy saat melihat Billy sedang membaca kertas putih yang berada di tangannya."Berkas untuk mengikat kamu," jawab Billy dengan senyuman menggoda."Bill, aku serius," ucap Nindy sambil memukul bahu Billy dengan pelan. Dia merasa kesal karena Billy terlihat se