ora berjalan dengan sedikit menunduk, berharap agar Sofia Tidak mengenali wajahnya meski itu adalah suatu kemustahilan. Amora hanya ingin menjalankan pekerjaan ini dengan baik dan melupakan Dari mana asal usul pasien yang akan dirawat sekarang.Saat dia akan melewati pintu, lengannya mendadak ditarik. Dia hampir mamak karena terkejut, beruntung dia bisa menahannya.Sofia yang dari beberapa jarak menatap dua dokter yang berjalan ke ruangan di mana suaminya dirawat itu, jelas tanpa memiliki dugaan tentang apa yang dia lihat. Awalnya Sofia berusaha menepis tentang hal itu, tetapi semakin dekat jarak antara dirinya dengan wanita berjas dokter itu dia semakin yakin.Wanita tersebut adalah Amora, mantan menantunya yang sangat Dia benci."Apa yang kamu lakukan di sini?!" Jelas aja itu pertanyaan yang sudah pasti dengan jawaban. Sofia hanya terkejut dan tidak menyangka melihat pemandangan seperti ini.Sofia lantas memindai penampilan Amora dengan tatapan tidak suka. "Bagaimana bisa kamu jadi
"Apa katamu?! Sekali lagi ulangi kata-katamu tadi!" Rehan mengeras dan sorot matanya menusuk tepat ketika dia berhadapan dengan Amora."Aku tidak mengulangi kata-kata yang sudah aku lontarkan Aku juga yakin kalau keturunan keluarga Dwipangga tidak mungkin tuli ya kan?" Amora dengan santai tersenyum menyeringai.Saat itulah Rehan tanpa berpikir panjang langsung mendorong Amora dengan kasar hingga membuat tubuh wanita itu terjerembab di atas lantai. "Dasar wanita tidak tahu diri!"Semua orang terkejut, beberapa perawat yang sedang bertugas pun memetik histeris karena melihat salah satu dokter di sana mendapat perlakuan buruk dari keluarga pasien. Namun, hal tersebut tidak lantas membuat wanita malang itu mendapat pembelaan yang layak.Dengan adanya seseorang yang dirawat di ruang VIP itu jelas menandakan bahwa keluarga Dwipangga bukanlah keluarga sembarangan. Di mana hal itu sangat berpengaruh bagi mereka yang hanya bekerja dengan tugas melayani pasien.Dokter William bahkan tidak berku
Bagaimanapun juga, permasalahan ini adalah urusan pribadi yang seharusnya tidak dibawa-bawa karena pekerjaan tetapi siapa yang peduli akan hal itu? Sofia tidak pandang bulu jika sudah menyangkut tentang kebencian terhadapnya.Amora masih tergolong baru di rumah sakit ini, sehingga akan sangat buruk citranya jika sampai terjadi masalah yang bahkan membawa hukum. Dia tidak marah sama menyesal karena sudah menjawab atau melawan ucapan Sofia kepadanya tadi, tetapi dia juga harus mengambil langkah agar rumah sakit ini tidak mengalami masalah."Tidak bisa semudah itu Nyonya. Mau bagaimanapun Amora tetap saja memiliki hak hak untuk menangani pasien." Dokter William terlihat kewalahan."Jadi, kalian akan lebih memilih membiarkan pasien VIP ini mencari rumah sakit lain? Itu bisa membuat nama baik rumah sakit ini menjadi buruk." Sofia tersenyum mengejek ketika melihat ekspresi wajah dokter William yang mendadak berubah."Baiklah kalau begitu," jawab Amora. "Saya akan mengundurkan diri dan mengi
Giandra melirik Amora yang saat ini hanya terdiam, tetapi kepala wanita itu masih tegak. Ada senyum samar yang tidak dapat dilihat oleh orang-orang yang berada di sana."Tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa seorang yatim piatu tidak bisa menjadi dokter beasiswa bisa didapatkan dengan berbagai cara yang tentu saja tanpa harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Dan lagi menjadi dokter tidak semudah hanya dengan memalsukan dokumen pendidikan.” Giandra kembali menatap ibunya."Dia juga berkompeten dengan gelarnya sebagai dokter seperti yang anda tahu bahwa rumah sakit ini adalah yang terbaik tidak mudah untuk masuk ke sini, kecuali mendapatkan rekomendasi dari yang sudah berpengalaman dan tentu saja dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh orang tersebut," lanjut Giandra menjelaskan.Sofia bungkam, diamnya menunjukkan betapa dia tidak menyangka bahwa putranya akan lebih membela Amora dibanding dirinya. Terlebih hal itu menunjukkan betapa sempit pemikiran Sofia yang berada di k
Rehan yang sejak tadi diam saja akhirnya bersuara, "kamu berani membentak ibumu sendiri?! Sudah gila ya?! Berani membela orang lain dan mengabaikan ibumu?!" Dia tak merasa tidak terima karena Sofia dibentak-bentak oleh saudara sulungnya."Sudah kubilang di sini adalah rumah sakit. Dan saya adalah penanggung jawab dari tenaga medis yang bertugas untuk melayani pasien yang ada di dalam ruangan itu. Lagi pula, seharusnya yang lebih tua yang jauh lebih paham, bagaimana harus bersikap dan memposisikan diri di situasi." Giandra menyindir Sofia."Kamu ini benar-benar enggak tahu diri ya! Dia adalah ibu kamu!""Dia ibuku atau bukan, kalau sikapnya salah apakah aku harus tetap membelanya seperti yang kamu lakukan sekarang? Bukankah itu yang dilakukan oleh orang yang tidak berpendidikan?" Giandra melempar kembali ejekan yang Sofia berikan kepada Amora. "Aku yakin keluarga Dwipangga tidak ada yang yatim piatu, tetapi kenapa mereka bersikap seolah-olah tidak pernah dididik? Mereka yang memiliki k
Namun, dia tidak bisa melakukan apapun terlebih saat ini dia sedang berhadapan dengan putra sulungnya. Sofia tidak mungkin tidak tahu bahwa rumah sakit ini memang yang terbaik terlebih jajaran tenaga medis yang berada di dalamnya juga bukan orang biasa.Jika Sofia menganggap remeh Amora, tidak ada bedanya dia juga melakukan hal yang sama untuk Giandra dan semua dokter hebat yang ada di rumah sakit ini.Sementara itu, Giandra yang merasa sudah selesai dengan tugasnya hendak berbalik pergi.Setelah menunggu beberapa saat Amora dan beberapa dokter lainnya keluar dari ruangan pasien. Dia kembali bertatap muka dengan Sofia dan mantan suaminya. Namun, kali ini dia tidak lebih dari 3 detik saat bersitatap dengan mereka dan melanjutkan langkahnya."Dasar wanita licik! Dia pasti senang karena sudah mendapat pembelaan dari Giandra!" Sofia kembali menggerutu setelah kepergian Amora.Sementara itu, Amora masih mendengar sayup-sayup apa yang dikatakan oleh mantan Ibu mertuanya, tetapi dia tidak me
Saat ini Amora sudah berada di rooftop. Di sebuah bangku panjang dia duduk sambil menatap hamparan langit dan landscape kota Singapura yang tampak gedung-gedung pencakar langit."Aku tidak tahu kalau kamu harus bersusah payah naik tangga untuk sampai ke sini." Tanpa aba-aba, Giandra menyeletuk. "Apa gunanya ada lift?"Amora terperanjat karena suara khas dari lelaki itu. Dia menoleh ke sumber suara dan mendapati Giandra berdiri sambil melipat tangan di depan dada. "Kenapa dokter ada di sini?"Giandra menghela panjang kemudian menurunkan tangan seraya melangkahkan kaki mendekat ke arah wanita itu. "Kenapa harus menyendiri di tempat seperti ini hanya untuk bersedih karena masalah tadi?"Amora berdecih sinis kemudian melengos. "Kalau dokter hanya berniat untuk mengejek saya seperti yang dilakukan oleh keluarga Dwipangga yang lainnya lebih baik hentikan. Suasana hati saya sedang buruk jadi daripada saya mengamuk kepada dokter mending dokter pergi saja."Giandra tampak terkejut, dia tidak m
Saat air mata Amora menetes detik berikutnya Giandra menarik tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. Dia mengusap punggung mungil Amora dengan penuh perhatian. "Maaf," katanya dengan lirih."Aku benci padamu karena kamu adalah keluarga mereka!""Maaf.""Selamanya Aku tidak akan memaafkan mereka yang menghinaku!""Maaf."Amora tidak lagi mengatakan apapun dan sekarang hanya tinggal Isak tangisnya yang menderu."Aku berjanji kepadamu untuk membalaskan setiap amarah dan luka yang ada di dadamu. Semua penghinaan ini, semua cacian dan apa yang membuat kamu menderita sampai sekarang, aku akan membantumu untuk membalaskannya." Giandra berkata dengan sungguh-sungguh, tatapannya yang dingin dan penuh intimidasi itu adalah bentuk keseriusannya."Tapi mereka adalah keluargamu.""Sudah kubilang, aku hanya menyandang nama belakang mereka saja. Kamu tahu sendiri kalau aku sudah lama hidup dengan berpikir bahwa aku hanyalah satu-satunya Dwipangga yang tersisa di dunia ini."Bab 64Pertarungan EmosiSa
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak