"Harusnya kamu ngaca! Apa kamu belum sadar juga setelah bertahun-tahun lamanya?!" Tangan Giandra menunjuk ke Amora, sementara tatapan itu masih menjurus kepada adiknya. "Apa yang sudah kamu lakukan kepada Amora, dan apa yang kalian lakukan dengan semua penghinaan itu! Apa belum cukup juga hah?!" Amora yang hendak melerai kini terdiam membeku. Dia tidak pernah melihat Giandra semarah ini, terlebih sekarang yang sedang dilawan oleh dokter itu adalah mantan suaminya. ini situasi yang sangat buruk, tetapi dia sendiri bingung harus melakukan apa. "Kau memilah wanita murahan itu?! Memangnya kau tahu apa tentang kami hah?! Hidupmu selama ini dalam pelarian dan seolah-olah menjadi orang yang paling benar dan mengabaikan keluarganya seperti keluarga penjahat!" Rehan berkata dengan emosi yang berapi-api. "Ini dia masalahmu dan ibumu pada seru kalian tidak pernah sadar dengan kesalahan kalian sendiri dan selalu melihat kelemahan orang lain untuk dijadikan pelampiasan! Sampai kapan kamu harus b
Bohong. Kalimat terakhir yang diungkapkan oleh Amora itu akan sangat sulit bagi dirinya untuk diwujudkan. Rasa benci dan dendam sudah begitu mengakar dalam dirinya terhadap keluarga Dwipangga.Baru saja Rehan membuka mulutnya, Giandra lebih dulu berbicara, "apa yang kamu tunggu? Pergi dari hadapan kami sekarang.""Kenapa aku yang harus pergi? Agar kalian bisa bermesraan lagi seperti tadi?" balas Rehan sinis.Amora mendesak frustrasi. Rehan benar-benar dungu. Sulit sekali untuk membuat lelaki itu percaya dengan ucapannya.Giandra juga merasakan hal yang sama dia benar-benar muak dengan sikap adiknya yang tidak pernah dewasa. Karena itulah, dia lebih memilih untuk menarik tangan Amora dan membawanya pergi dari tempat itu menghilang dari hadapan Rehan.Melihat itu tentu saja membuat Rehan merasa jengkel. Terlebih sudut bibirnya yang mulai menunjukkan memar dan darah semakin menyulut emosinya."Mereka berdua benar-benar kurang ajar! Biasa aja apa yang akan aku lakukan kepada kalian!"Sete
Sedari tadi dirinya memang hanya berdiri setelah melangkah beberapa kali dari pintu. Terdiam seperti orang bodoh melihat kesenangan orang lain dan tanpa sadar ada perasaan iri ketika melihat mantan sahabatnya itu bercanda ria dengan sang putra.Olivia yang sekarang memang terlihat lebih bahagia dari 5 tahun yang lalu dan tentu saja hal itu didapatkan dengan kehadiran seorang putra manis bernama Oliver. Tanpa disadari hal itu membuat Amora berandai-andai. Jika saja dulu bayinya selamat pasti akan berusia sama seperti Oliver dan memiliki sisi imut dan menggemaskan seperti anak itu."Apa yang kamu lakukan di sana?" Teguran itu berasal dari Sofia.Amora mengerjapkan matanya, dalam hati dia memaki diri sendiri lantaran bersikap bodoh di hadapan keluarga Dwipangga."Oh maaf mengganggu waktunya sebentar saya datang untuk memeriksa pasien." Dia Menuju ke ranjang Erlangga.Sofia memasang ekspresi masam ketika Amora mendekat ke arah suaminya. Sofia dan anggota keluarga yang lain sedang duduk
"Aku belum selesai bicara. Ini hanya sudut pandang saja." Kedua tangannya terlipat di dada lalu menaikkan dagu sambil memandang rendah Amora."Terlepas dari kecerdasan otak seseorang mereka yang hanya mengandalkan kemampuan akademi saja akan sulit bertahan di dunia yang penuh dengan persaingan dan selalu bergantung pada kekuasaan. Aku yakin kamu tidak akan lama bertahan di dunia seperti ini."Amora pikir Setelah 5 tahun bebas dari keluarga Dwipangga maka kehidupan selanjutnya adalah tentang ketenangan dan kebebasan ternyata penghinaan itu datang kembali hanya sekarang yang berbeda adalah posisinya."Apakah tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan dari menghinaku? Apakah hidupku semenarik itu untuk kalian usik dan hina setiap hari?!""Apa katamu?!" Sofia mau buang nafas kasar kemudian beralih menatap menantu, anak dan cucunya.Satu tangan menunjuk tempat di depan wajah Amora."Lihat! Kalian lihat sendiri kan inilah alasan kenapa anak yatim piatu yang tidak pernah dididik oleh orang tu
Setelah memesan, dia lebih memilih untuk duduk di depan meja bar tender alih-alih bergabung di tengah sekumpulan manusia yang sedang menikmati alunan musik disco dengan tarian yang heboh."Aku pikir kamu tidak akan ke sini lagi Setelah sekian lama Amora."Pelayan itu adalah salah satu kenalan Amora di kota ini. Seperti yang dikatakan oleh pria jatuh tertinggi dengan rambut blonde itu, Amora sudah lama tidak menghabiskan malamnya di tempat seperti ini."Banyak hal yang terjadi di luar rencana. Ketika hal buruk sedang menimpa diri seseorang alkohol adalah yang terbaik sebagai jalan tercepat untuk melupakan." Amora membalasnya dengan suara rendah, hampir tertutup oleh alunan musik yang sangat keras di sana."Kamu terlihat sangat kacau," komentar lelaki itu."Ya. Aku sedang tidak ingin terlihat baik saja." Karena selama ini yang dia lakukan hanyalah menutupi rasa sakit yang dia rasakan. Malam ini dia akan melepas semua beban, meski hanya seperkian saja.Bagi Amora, beban itu hanya akan be
"Tok tok tok dokter Giandra! Buka pintunya tanda seru anak magang ingin bertamu!" Dia bertingkah seperti anak kecil yang sedang mengajak temannya untuk bermain. Beberapa kali dia membenturkan kepalanya ke daun pintu yang masih tertutup dengan mata yang terpejam.Pintu itu mendadak terbuka dari dalam hal tersebut membuat Amora hilang keseimbangan. Diandra yang sudah bersiap untuk menopang tubuh wanita itu mendapat serangan mendadak.Amora seolah-olah sengaja menjatuhkan diri kepelukan Giandra dan memeluk tubuh akar lelaki itu dengan sangat."Kamu mabuk?" Giandra mencium aroma alkohol yang menyengat."Aku sangat benci keluargamu, Bagaimana bisa mereka merendahkan ku seperti ini!" Masih di posisi yang sama, Amora berteriak dan sesekali menangis histeris.Karena takut hal itu dapat mengambil perhatian banyak orang akhirnya Giandra membawa masuk Amora dan membiarkan wanita itu melakukan apa saja yang dia mau."Aku ingin keluarga Dwipangga hancur! Sehancur-hancurnya!" Amora masih meracau sa
Amora terpaku melihat mantan suaminya pagi-pagi di apartemen Giandra.“Kamu ... apa yang kamu lakukan di sini?!” Suara Rehan terdengar terkejut. Matanya menyipit melihat Amora hanya mengenakan kameja putih yang kebesaran milik seorang pria di tubuhnya yang mungil. Hanya dengan melihat penampilannya saja membuat pikiran Rehan berkeliaran.Dia menatap Giandra dan Amora dengan tatapan tidak percaya.“Apa yang sebenarnya kalian lakukan?!” Dia kemudian melirik Amora dengan tatapan marah dan merendahkan.“Mengapa dia ada di sini dan mengenakan kemejamu?!” serunya pada Giandra sambil menunjuk Amora.Giandra membalas dengan acuh tak acuh sambil merangkul pinggang Amora dengan mesra.“Di ada di sini atau tidak, bukan urusan kamu.”Balasan Giandra justru memicu amarah Rehan dan sikap mesra yang ditunjukkan dua orang di depannya membuat lelaki itu semakin marah.“Apa kamu tahu siapa dia?!”“Ya, aku tahu. Lalu kenapa?” balas Giandra menantang.Rehan ingin membalasnya dengan marah lalu teringat Am
Giliran Amora yang tertawa mencemooh.“Terserah kamu ingin percaya atau tidak. Kamu pikir semua wanita tergila-gila denganmu?” cibirnya dingin.Rehan tidak bisa menerima bahwa mantan istrinya tidur dengan kakak kandungnya.“Dari semua orang, mengapa kamu mendekati Giandra? dia kakak kandung yang berarti adalah mantan kakak iparmu! Apa tidak ada pria yang lebih baik di dunia ini sampai kamu tidur dengan mantan kakak iparmu?! Nggak kusangka kamu perempuan murahan seperti ini!” Serunya marah memandang rendah Amora. Namun kecemburuan membuncah di dadanya.“Tutup mulutmu!” Amora maju mendorong Rehan dengan marah, tidak terima dengan penghinaan dari mantan suaminya.“Memang ada banyak pria di dunia. Tapi tidak ada orang setulus Giandra. Giandra seratus kali lebih baik baik daripada siapa pun, bahkan kamu tidak bisa dibandingkan dengannya!”Apa yang paling dibenci Rehan adalah dibanding-bandingkan dengan saudara laki-lakinya. Ucapan Amora sangat menusuknya dan membangkitkan amarahnya.“Tutup
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak