“Pak Rehan, apa Anda berkenan untuk makan malam dulu dengan kami?” tanya salah seorang dari pihak klien yang berhasil bekerja sama dengan perusahaan Dwipangga.“Maaf sebelumnya, Pak. Saya sudah ditunggu oleh istri dan anak saya di ruangan saya, jadi mohon maaf karena saya tidak bisa memenuhi undangan Anda. Lain kali, semoga kita bisa makan bersama lagi.”Rehan menyalami semua yang ada di pihak klien dan langsung bergegas ke ruangannya setelah mereka semua pamit. Selama meeting, Rehan sangat sulit untuk fokus. Untung saja dokumen yang dipresentasikan adalah dokumen yang sudah ia revisi kemarin sehingga sedikit banyak ia sudah tahu apa yang disampaikan.“Aku akan kembali ke ruangan dan langsung pulang. Selesaikan semua berkas yang kurang dan kirimkan hasil meeting hari ini ke email-ku,” titah Rehan kepada Dani, notulen meeting yang bertugas kali ini menggantikan Rahmi.“Baik, Pak.”Rehan langsung keluar dari ruang meeting dan menuju ruangan di mana Amora dan Oliver berada. Entah kenapa
Masih dengan posisi yang sama seperti sebelumnya, Rehan yang hampir menyentuh wajah Amora karena merasa rindu datang tiba-tiba, di saat itu juga Olivia masuk dan terperangah. Baik Rehan maupun Olivia sama-sama terkejut dan akhirnya terpaku di tempatnya.Setelah beberapa detik, Rehan tersadar duluan karena melihat Olivia yang siap berteriak untuk memakinya atau Amora. Rehan tak mau kalau sampai Amora dan Oliver bangun karena terkejut.Di saat yang bersamaan dengan Rehan yang menuju ke arahnya, Olivia tersadar dan ingin segera menarik rambut wanita yang seenaknya masuk ke ruang kerja suami orang, terlebih lagi wanita itu adalah mantan istrinya.“Kamu—” Belum juga Olivia berteriak, Rehan sudah menariknya keluar ruangan dengan paksa. Melihat istrinya dalam mode seperti itu, sudah pasti ia akan membuat masalah.Di luar, Rehan menghempas tubuh istrinya ke depan. Ia berusaha menahan amarahnya karena perlakuan Olivia terhadap anaknya sendiri ditambah sikap cemburuannya yang baru saja akan ia
“Dari mana saja kamu jam segini baru sampai rumah?” tanya Sofia ketika Amora baru saja menginjakkan kakinya di rumah kediaman keluarga Dwipangga.“Dari kantor Rehan, Bu,” jawab Amora dengan santai meski ia tahu ada nada tak suka dalam pertanyaan mertuanya.“Untuk apa kamu ke sana? Apa kamu mau menggoda Rehan lagi di saat kamu sudah menjerat Giandra?” Sofia yang tadinya sedang bersantai di depan TV langsung berdiri karena mengira Amora sedang berniat menghancurkan keluarganya.“Aku nggak tahu harus bilang soal ini atau nanti saja Olivia yang jelasin.” Amora memasang wajah bingung padahal dalam hati ia ingin sekali membeberkan kelakuan menantunya itu.“Katakan!”“Ya sudah. Kalau Ibu maunya begitu, tapi jangan salahkan aku kalau nanti ada perang dunia.”“Jangan berbelit-belit, cepat jelaskan saja apa yang diperbuat Olivia sampai kamu sesenang ini.”Amora akhirnya duduk di dekat mertuanya itu dan menghela napas untuk memulai cerita. Ia sedang merangkai kata untuk mendramatisir keadaan. Ji
Olivia berdiri sambil mengentakkan kakinya ke lantai. Wajahnya sudah sangat merah padam karena menahan amarah sejak tadi. Ia diam saja karena berpikir jika masalah ini memang karena ia ceroboh mengikuti saja kata-kata Randika untuk tetap bersamanya.Kalau saja ia menjemput Oliver dulu, maka kejadiannya tidak akan menjadi melebar ke mana-mana. Ia sadar kalau ini bukan waktunya untuk melawan, tapi mendengar dirinya terus-menerus dihina tentu bukan pilihan yang baik baginya.Randika memang menjanjikan cinta dan kenyamanan yang sama seperti Liam, mantan suaminya yang sudah meninggal. Namun, semua yang ia inginkan ada di diri Rehan. Kekayaan, cinta, dan juga masa depan bagi Oliver bisa ia dapatkan dari keluarga ini. Ia hanya perlu bertahan beberapa tahun lagi sampai wanita tua ini renta dan mati ditelan bumi.“Berhenti, Bu. Semakin aku diam, kata-kata ibu sangat melewati batas. Bisakah jangan membawa-bawa nama Liam dalam semua perdebatan kita? Oliver memang anak mendiang Liam, tapi Rehan a
Di saat makan malam, akhirnya Giandra mengajak Amora keluar padahal wanita itu malah asyik berkutat dengan buku kedokterannya. Ini juga yang membuatnya jatuh cinta kepada istrinya itu. Keuletan dan kegigihannya menjadi daya tarik tersendiri sehingga ia tidak mampu menolak ketika cinta datang.Sayangnya, di ruang makan, meja makannya terasa sangat dingin. Selain karena ayahnya tidak ada, ketiga orang lainnya malah saling diam dan seolah tak ingin ada percakapan di sana.“Kenapa sepi sekali di sini? Apa kalian sakit gigi semua?” ledek Amora yang langsung duduk setelah ditarikkan kursinya oleh sang suami. Giandra sendiri acuh tak acuh melihat pemandangan di depannya.“Tak perlu ikut campur urusan kami. Makan saja dan jangan lupa kalau malam ini giliranmu cuci piring.” Sofia menatap Amora dengan kesal.“Baiklah. Lagi pula, tak ada yang seru bicara saat sedang makan begini.”Lalu, keadaan terlalu hening. Hanya ada suara sendok dan garpu yang berdenting memecah keheningan. Amora mulai jenga
Rehan mulai muak dengan ibunya. Pernikahannya dengan Olivia juga tuntutan dan tuduhan ibunya membuat otaknya terasa mendidih. Malam ini pun setelah berusaha untuk memejamkan mata, dia tetap tidak bisa tidur padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Banyak hal memenuhi kepalanya dan membuat isi kepalanya menjadi semakin keruh.Maka, Rehan pun memutuskan untuk bangkit meninggalkan kamarnya dan pergi ke dapur. Dia mengambil sebotol bir dan menegak isi bir itu.“Sial!” umpatnya saking kesalnya dia dengan keadaan yang menimpanya ini.Rehan memijat keningnya yang terasa berdenyut. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.“Kenapa semuanya jadi begini?” tanyanya kepada diri sendiri.Semua yang dulu dikiranya akan berjalan dengan lancar dan berakhir bahagia ternyata tidak seperti itu. Pernikahannya dengan Olivia pun tak seperti apa yang diimpi-impikannya. Lima tahun mereka menikah dan Olivia yang tak kunjung hamil serta tuduhan Sofia kalau wanita itu sengaja KB dan men
Olivia datang menemui Randika. Saat ini hanya Randika lah yang dia butuhkan untuk membuat suasana hatinya yang sedang keruh menjadi lebih baik.Dan ketika sudah sampai di rumah Randika dan bertemu dengan pria itu, wajah Olivia sudah tampak tertekuk. Dia juga membanting dirinya ketika duduk di sebuah kursi karena saking sebalnya."Ada apa, Olivia?" tanya Randika yang kini berjalan menghampiri Olivia."Aku benar-benar lelah. Sangat lelah," keluh Olivia sambil menyandarkan dirinya pada sandaran kursi.Randika pun pamit sebentar untuk ke dapur dan tak lama kemudian muncul lagi di hadapan Olivia dengan segelas minuman dingin di tangannya. "Diminum dulu. Siapa tahu bisa membuatmu lebih seger," ucap Randika.Olivia menyambar gelas yang baru saja Randika taruh di meja dan menghabiskan isi gelas itu dalam sekali teguk, berharap apa yang Randika ucapkan benar, kalau air itu bisa membuatnya jadi lebih segar. Tapi percuma. Meski sudah menghabiskan seluruh isi gelas, Olivia tidak merasa lebih sega
Olivia sudah berada tekad untuk menjalankan apa yang dikatakan oleh Randika kemarin. Dia tidak akan mau menuruti permintaan ibu mertuanya yang aneh-aneh itu. Jelas ibu mertuanya sedang menyiksanya agar membuat dia pergi meninggalkan rumah ini. Tapi tidak semudah itu. Dia tidak akan menyerah. Dia akan menunjukkan kepada ibu mertuanya kalau dia tidak akan semudah itu disingkirkan."Kenapa aku harus bersikap seperti menantu sementara dia bersikap seperti majikan? Jangan harap! Aku tidak akan semudah itu disuruh-suruh seperti Amora. Aku tidak akan bernasib sama dengan wanita itu," ucap Olivia yang masih asyik berbaring di ranjangnya dan malah menarik selimut lebih tinggi lalu memejamkan mata.Jika Sofia memang sengaja memecat pembantu untuk memberdayakan Amora, tapi kemudian dia juga jadi kena imbasnya, maka Olivia tidak akan sudi. "Biar dia yang kerjakan sendiri jika memang tidak mau pekerjaan rumah ini dikerjakan oleh pembantu," ucap Olivia dengan kedua bahu terangkat tanda dia tidak pe
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak