Saat menatap ke arah luar, senyum Rara sedikit berkurang. "Lin, tolong panggil Sarah untuk menghadap saya sekarang juga."Meski nampak sedikit bingung, tetapi tentu saja Linda tak bisa menolak keinginan bos nya. "Baik Nyonya."Segera Linda pun melaksanakan perintah Rara dan beberapa menit kemudian Linda telah kembali bersama dengan Sarah."Terima kasih banyak Linda." Rara menyuguhkan senyumnya yang paling manis. "Tolong bisa tinggalkan kami berdua?"Rara kembali. memberikan titah yang kemudian langsung dilaksanakan oleh Linda. Ketika tadi melihat Sarah melintas, Rara langsung teringat dengan Bu Endang. Jika saja saat itu Handi tidak meninggal dunia, Rara pasti sudah mengajak ngobrol mantan kakak iparnya itu. "Ada yang bisa dibantu, Nyonya." Sarah yang sejak tadi menunduk pun langsung bertanya.Hubungan keduanya memang sudah dekat sebelum hari ini, mereka akrab. Tetapi jika berada di lingkungan kerja,Sarah tetap memposisikan Rara sebagai big bosnya."Panggil Rara saja Mbak kalau sed
Bab 215POV Sarah" Sudah cepat masak dan bersiap ke kantor. Ingat, jangan sampai apa yang terjadi di rumah ini kamu ceritakan pada orang lain. Aku tak akan memaafkan hal itu."**Selama usiaku hampir tiga puluh tahun, sama sekali aku belum pernah merasakan sakit yang sedalam ini. Rasa sakit yang bahkan melebihi sakitnya hancur karena kehilangan keperawanan.Aku begitu berharap banyak pada Mas Ardi, bulat kuberikan hati ini dan kupasrahkan hidupku. Tetapi apa yang aku dapatkan? Hanya luka dan sakit hati saja.Ternyata memang semua tak selalu seindah yang kita inginkan. Bahkan ketika aku sudah mulai memperbaiki diri, Tuhan malah masih memberikan aku cobaan yang begitu berat."Sarah, apa kamu mau menikah denganku?" tanya Mas Ardi saat dulu ingin meminangku.Mulutku melongo saat itu, kaget. Karena tak menyangka jika Mas Ardi sudah ingin menikah denganku, padahal kami baru saja berhubungan kurang lebih dua bulan. "Apa Mas nggak salah ngomong?" tanyaku dengan sedikit salah tingkah dan pipi
" Sarah ... sejak bertemu aku itu sudah suka sama kamu. Mau nggak kamu jadi pacarku? Aku akan memberikan banyak uang untuk kamu. Kamu cantik sekali."Begitu enteng sekali Mas Yudi berucap, seperti aku ini bukanlah adik iparnya saja. Kuhentakkan dengan keras pakaian basah yang tadi sudah kukucek, sebagai tanda tak suka atas apa yang baru saja dia ucapkan."Mas, tolong jaga ucapannya! Kita ini saudara ipar, rasanya tak pantas Mas Yudi berkata seperti itu!" Tatapan mata tak suka kutunjukkan saat ini.Aku memang bersikap seolah tak takut, padahal sesungguhnya dalam hati aku begitu takut. Pria gila di depanku ini, pasti bisa saja melakukan hal apa pun tanpa diduga. Aku pun sudah siap berteriak kencang dan lari jika dia melakukan hal yang nekat. Hal ini sebenarnya sudah pernah aku duga sebelumnya. Orang jahat seperti ini, akan selalu mencari kesempatan dalam kesempitan.Mas Yudi mendengus sambil tersenyum licik. "Apanya sih Sarah yang tidak pantas? Hidup kok dibikin susah. Kamu itu cantik
Nasi Goreng Dari Kulkas"Aww sakit!"Terdengar teriakan Mbak Sarah pagi ini, saat aku tengah menyapu di teras. Berarti kejutan pertamaku sudah sukses."Apaan sih Ma? Pagi-pagi udah teriak, ini si Desta jadi kebangun lho! Gangguin tidur papa saja sih!" ucap Mas Rusli kesal.Haduh jam tujuh kok katanya masih pagi sih? Dasar pemalas kerjaannya cuma makan dan tidur saja!"Kamu tuh Pa, bukannya nolongin malah marah-marah! Siapa sih yang naruh popok penuh ini di depan pintu? Kan aku jadi kepleset, sakit tau!!""Paling juga kamu sendiri, Ma. Udah ah nih si Desta aku mau tidur lagi!" ucap Mas Rusli.Mendengar ucapan pria benalu itu aku langsung masuk ke dalam."Mas Rusli ini sudah siang loh, masak mau tidur lagi? Nggak capek seharian tiduran mulu? Jangan tidur lagi dong, tuh dari tadi di cari Mas Johan, ada kerjaan katanya. Temui sekarang sana, keburu suamiku itu berangkat ke kantor!" Mataku kali ini membulat sempurna ke arahnya.Dan ternyata dia langsung menuruti permintaanku, walau dari ra
"Mama nanti akan cerita, tetapi kamu harus bilang dulu. Dulu pernah nggak sih kamu itu punya rasa tertarik sama Dita? Ya ... Mungkin saja rasa yang terpendam gitu, karena dulu dia kan begitu tomboy dan cuek."Kali ini Raja nampak makin heran saja. "Sebentar deh Ma. Kenapa sih?" Nyatanya pria itu tak memberikan jawaban juga, tetapi malah balik bertanya. Sinta menggelengkan kepala sambil menggerakkan telunjuk ya di depan wajah Raja. "No no. Pokoknya kamu harus jawab dulu dengan jujur, baru nanti mama cerita deh. Ayo jawab," ucap Sinta yang terus menuntut.Raja menghela nafas panjang. Dia paham dengan sifat sang mama yang begitu keras kepala, apa yang diminta itu yang harus didapatkan. Jadi, kali ini Raja pun akan bercerita. Karena memang pria yang satu ini juga terbiasa untuk selalu berkata jujur pada sang mama."Dita itu sebenarnya dulu seorang gadis yang cantik dan manis. Periang dan selalu membuat orang lain terhibur dengan candaannya, yang meski kadang terdengar begitu garing." Sa
Bab 219"Duh maaf ya Ra. Aku telat dikit tadi." Stella dengan tergopoh gopoh tadi masuk ke dalam rumah makan dan langsung mengambil tempat duduk tepat di samping Rara. "beneran deh, maaf banget ya."Rara hanya bisa mendengus sambil mengaduk minumannya yang telah habis es batunya. "Tapi ini bukan telat dikit lagi Stella, sudah lima belas menit loh." Rara pun mulai protes dan mencebik. "Satu menit lagi kamu nggak dateng, yakin deh aku pasti langsung pulang." Rara memutar bola matanya dengan malas.Stella membuka lebar mulutnya, sepetinya dia kaget dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. "Ya ampun, beneran deh Ra. Aku minta maaf banget." Stella menyesal karena telah membuat Rara menunggu begitu lama. "Tadi itu tiba tiba ada fans yang datang dan minta tanda tangan. Eh tau tau malah pingsan. Nggak mungkin kan aku langsung tinggal begitu saja? Maafin ya Ra." Stella sampai menangkupkan kedua tangannya di depan Rara.Dia tak menyangka jika Rara akan marah, karena selama ini dia
Bab 220Beberapa detik terdiam dan nampak berpikir, kedua sudut bibir Stella tertarik, membentuk sebuah senyuman yang sulit diartikan. "Aku punya sebuah cara, Ra. Aku ingin tahu lebih dalam Ra."Stella berkata dengan senyum yang sumringah. Raut wajahnya yang tadi sempat terlihat sedih dan seperti gundah gulana, saat ini malah kembali bersinar.Rara mengerutkan dahinya dan ikut tersenyum. Tentu saja dia merasa senang karena Stella kembali bersemangat. "Ide apa nih?"Stella langsung berdiri dan beranjak mendekati Rara, artis cantik Itu pun kemudian membisikkan sesuatu tepat di telinga Rara. Rara yang mendengarkan malah terus memasang senyum di bibirnya, sembari memutar bola matanya. "Ide yang bagus!" seru Rara ketika Stella bahkan belum beranjak dari tempatnya."Menurut kamu bakal berhasil nggak sih?" tanya Stella lagi, meski tadi Rara sudah mengatakan jika ide itu bagus sekali. Sesaat kemudian sang artis kembali duduk ke tempatnya semula."Bagus dan aku yakin jika akan berhasil nanti
"Semua hancur, Ra. Apa yang aku impikan dan bayangkan, ternyata begitu jauh dari ekspektasi." Sarah mulai berkata dengan masih terisak."Kehidupan rumah tanggaku hancur, keluarga suamiku hanya menjadikan aku sapi perah saja."*"Semoga saja ada hikmah yang bisa dipetik. Dia bahkan sangat ingin bertemu dengan Bu Endang. Tetapi dia tak bisa bergerak bahkan ketika ada di luar rumah." Rara kembali bercerita.Sesaat terdiam, Stella pun kembali berucap. "Tapi namanya juga manusia harus saling bantu kan? Setelah masalah dengan Raja selesai. Bagaimana kalau kita bantu Sarah. Takut jika nanti mentalnya malah nggak kuat lagi."Rara mengangguk setuju, tapi sejurus kemudian raut wajahnya nampak sedikit dingin. "Tetapi sepertinya kita harus sedikit lebih cepat. Karena kemarin dia berkata jika ingin mengakhiri hidupnya. Dia sudah mulai putus asa."Stella langsung menautkan kedua alisnya. Artis cantik itu kembali bertanya, "putus asa? Putus asa seperti apa maksud kamu?" Rara mende-ngus kasar. "Yang