"Bella kangen Ayah, Ma."DeghHati Rara langsung mencelos saat ini. Perasaan takut tiba tiba saja muncul di hati wanita cantik itu.Setelah menikah dengan Arjuna, sama sekali suaminya itu tak pernah mengatakan tentang Nizam. Bahkan saat Rara berkata jika memberi kesempatan kedua untuk Sarah dan juga Bu Endang. Arjuna seperti tak bisa menerima hal itu. Itu lah kenapa Rara sendiri akhirnya menyimpulkan jika Arjuna masih membenci mantan suaminya itu.Bella juga selama ini tak pernah mengatakan tentang Nizam, baru kali ini. Rara merasa takut jika nanti akhirnya Arjuna marah.Bukan tak boleh Bella menanyakan tentang ayah kandungnya, karena memang jelas jelas Nizam adalah ayahnya Bella. Tapi menurut Rara momentnya saat ini sedang tidak pas saja. Dia tak ingin jika sampai mood Arjuna akan rusak karena hal ini. Tetapi dia juga tak bisa menyalahkan Bella. Aliran darah itu memang tidak akan pernah bisa diputus, meski telah disia siakan, tetapi rasa kasih sayang itu tidak akan pernah pudar.Rara
"Sayang. Beneran nih nanti yang berangkat hanya aku dan Bella saja?" Rara kembali bertanya pada Arjuna pagi itu. Sebelum mereka sarapan pagi dan memulai aktifitas.Arjuna yang sudah siap dengan busana kerjanya dan nampak begitu tampan itu pun tersenyum. "Tentunya tidak hanya kamu dan Bella, tetapi ada sopir dan juga baby sitter dong," ucap Arjuna yang sedikit diselipi dengan candaan. Rara mendengus dan tersenyum kecut, maksudnya bukan seperti itu. Dan, pagi ini sebenarnya dia sedang tak ingin bercanda. Wanita cantik itu mulai sedikit menekuk wajahnya.Menyadari hal itu, Arjuna pun mendekati, dipeluknya dari belakang tubuh Rara."Aku percaya seribu persen sama kamu Sayang. Kamu wanita dan ibu yang hebat." Arjuna mencium pucuk rambut sang istri dari belakang. Tinggi Rara yang sebatas leher Arjuna, membuat gampang melakukan hal ini.Rara tersenyum senang, setiap diperlakukan seperti ini oleh sang suami, hatinya merasa begitu tenang dan nyaman. Pelukan dari Arjuna bisa seketika melupakan
Tok tok tokRara harus mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya pintu itu dibuka dari dalam. Wajah Bu Endang langsung terlihat, dengan penampilan yang sungguh sangat kacau."Bella?!"Mata wanita paruh baya itu melotot sempurna. Penampilannya nampak begitu menyeramkan dengan kantung mata dan sekitar mata yang menghitam. Membuat Bella yang tadi begitu bersemangat langsung mundur dan memeluk Rara. Sementara si pengasuh pun langsung dengan sigap menggendong Bella dan sedikit menjauh dari ibunda Nizam itu."Bu Endang." Sama seperti hal nya Bella yang kaget, Rara pun juga seperti itu. Pertemuan terakhir dengan mantan mertuanya itu, saat acara syukuran kehamilan Rara saat itu, sungguh jauh berbeda dengan apa yang tersaji di hadapannya saat ini.Bu Endang nampak sangat kacau sekali. Entah terlalu banyak menangis atau mungkin tak tidur selama beberapa hari, membuat penampilan wanita itu nampak menakutkan."Apa Bu Endang baik baik saja?" Rara bertanya lagi, karena Bu Endang sepertinya lebi
"Ayah mana? Bella mau ketemu ayah."Bella berkata sembari mengangkat kedua telapak tangannya ke atas dan menaikkan bahunya. Tanpa semua orang dewasa yang ada diajak sadari, sejak tiba di rumah Endang, iris mata hitam kelam milik Bella terus saja menyapu ruangan, mencari sosok sang ayah yang sejak lahir bahkan belum pernah sama sekali menggendong dia."Mau ayah." Sekali lagi Bella mengulangi ucapannya itu karena tak ada respon sama sekali.Bu Endang dan juga Rara sontak saking berpandangan saat itu. Bu Endang nampak begitu kaget dengan pertanyaan dari sang cucu, tentu saja alasannya karena Nizam tak ada di rumah dan sedang berada di tempat yang tak mungkin untuk diungkapkan pada gadis sekecil Bella ini. Tangisnya langsung berhenti dan mimik wajahnya pun amat tegang."Ayah saat ini sedang bekerja Sayang." Sedangkan Rara yang memang sejak tadi malam sudah mempersiapkan hal ini, sudah lebih dulu bisa menjawab. Ternyata memang apa yang dia pikirkan sangat benar sekali.Kening Bella nampak
"Tante Sinta!" Sebuah panggilan suara sukses membuat ibunda Raja itu menoleh ke belakang. Saat ini Sinta tengah berada di pusat perbelanjaan bersama dengan bayi Thea dan pengasuhnya. Wanita paruh baya itu sedang mencari beberapa baju dan perlengkapan lain untuk cucu kesayangan itu."Siapa ya?" Sinta bertanya dengan sopan.Seorang wanita dengan penampilan begitu ayu dan lembut kini berdiri tepat di depan Sinta, dengan nafas yang naik turun karena baru saja berlari. "Tante Sinta lupa sama saya?"Tanpa menunggu beberapa detik, wanita dengan gamis dan jilbab berwarna coklat senada itu pun langsung mengambil telapak tangan Sinta, dan menciumnya.Sinta mengerutkan alisnya dan menarik tangannya. "Siapa ya?" Sekali lagi dia bertanya, karena memang merasa tidak mengenal sama sekali.Wanita berparas ayu itu malah tersenyum tipis. "Saya Dita, Tante. Apa Tante Sinta benar benar lupa sama saya?""Dita?" Sinta pun kembali berpikir, karena merasa nama itu bukan familiar lagi. Ditelitinya dengan se
Bab 207"Suami saya sudah meninggal Tante, tiga bulan yang lalu karena kecelakaan."*Sinta menatap dalam sosok Dita di depannya yang saat ini sedang menunduk. Senyum yang tak bisa diartikan entah kenapa kembali menghiasi bibirnya."Ya ampun. Maaf ya Dita." Sinta mengelus telapak tangan Dita sebagai bentuk duka cita. "Kamu yang kuat ya. Kecelakaan dimana sih?" Sinta terus saja kepo.Sebenarnya sosok Sinta itu bukanlah orang yang gampang ingin tahu suka ikut campur dengan urusan orang lain. Dia bahkan terkenal begitu cuek pada orang lain, meski pun tahu misal tetangga atau kenalannya terkena musibah, dia akan tetap diam jika yang bersangkutan tak meminta tolong.Tetapi nyatanya berbeda kasus dengan masalah Dita ini, Sinta nampak begitu antusias sekali. Meski mungkin pertanyaan itu nanti bisa membuat Dita merasakan sakit hati lagi."Kecelakaan di luar pulau juga Tante." Suara Dita terdengar begitu parau. Wanita mana sih yang tidak sedih ketika sang kekasih hati, apalagi itu adalah san
"Bagaimana tadi pertemuan Bella dengan neneknya, Sayang?" Saat memasuki kamar setelah makan malam, Arjuna langsung menanyakan hal itu pada sang istri.Rara langsung menarik kedua sudut bibirnya. "Sukses. Bella dan juga Bu Endang nampak senang sekali."Raut kebahagiaan terpancar di wajah cantik itu, mengingat seperti apa bahagianya Bella bertemu sang nenek.Meski pernah memiliki hubungan yang buruk di masa lalu, tetapi semua itu seperti sudah terkikis oleh rasa sayang dan pertautan hati. "Syukurlah. Aku bisa membayangkan seperti apa bahagianya Bella," ucap Arjuna kembali sambil tersenyum. Ada sedikit sesal dalam hati pria bertubuh tegap itu, karena tak bisa mengantarkan Bella. Memang tadi ada sebuah meeting yang penting dengan klien dari luar negeri.Sebenarnya Arjuna sudah akan membatalkan meeting tersebut untuk ikut serta mengantar Bella. Hanya saja Rara pun tak memperbolehkan hal itu. "Sangat bahagia. Sampai tadi pas waktunya pulang, sepertinya Bella begitu berat meninggalkan nen
"Sarah! Cepat kesini!"teriakan Bu Mila terdengar begitu kencang pagi itu."Sebentar Bu," jawab Sarah yang saat itu tengah menjemur pakaian di halaman belakang. Wanita itu segera berlari dengan begitu tergopoh gopoh, nampak sekali jika wanita itu begitu takut."Dari mana saja sih kamu itu? Dipanggil kok nggak datang datang?" tukas Bu Mira sambil berkacak pinggang ketika Sarah sudah berdiri di depannya."Maaf Bu," kata Sarah sambil menetralkan irama nafasnya yang naik turun. "Tadi saya sedang menjemur pakaian di belakang, jadi agak kurang dengar."Rumah milik Bu Mira ini memang lumayan panjang, berukuran lima kali delapan belas meter. Jadi lumrah juga jika tak begitu terdengar."Dasar kamu meleng dan melamun saja kan?!" Nyatanya Bu Mira tak mau memaklumi hal itu. "Sampai capek aku manggil kamu dari tadi!" Wanita paruh baya itu menatap nyalang penuh kebencian pada Sarah.Padahal, sebenarnya Bu Mira hanya baru satu kali saja memanggil Sarah dan Sarah langsung menyahutinya. Hanya saja mem