"Hemm ... Stella memang lucu."Rara terkekeh ketika berada di dalam mobil. Saat ini dia sedang bersama dengan Arjuna dan kedua anaknya. Tak lupa juga dengan dua orang pengasuh.Arjuna yang tengah menyetir langsung mengerutkan dahinya. "Lucu? Kenapa?" Ketika sedang weekend dan senggang seperti ini, memang kadang Arjuna lebih memilih untuk menyetir sendiri ketimbang harus bersama dengan sopir.Keluarga kecil itu baru saja pulang dari sebuah pusat perbelanjaan dan tadi memang Rara baru saja berbincang dengan Stella untuk beberapa saat."Dia sedang kebingungan menghadapi mamanya Raja." Rara berucap sambil tersenyum sembari mengingat seperti apa wajah Stella ketika bercerita tadi."Memangnya kenapa?" Arjuna memang tak mengerti akan hal ini.Rara dengan cepat brcerita pada suaminya itu. Persis seperti apa yang diceritakan oleh Stella tadi."Dia tadi sampai mau nangis loh," ucap Rara yang masih terus tak bisa menahan tawanya. "Pokonya lucu banget deh. Apa lagi kadang dia kan suka melebih le
"Bella kangen Ayah, Ma."DeghHati Rara langsung mencelos saat ini. Perasaan takut tiba tiba saja muncul di hati wanita cantik itu.Setelah menikah dengan Arjuna, sama sekali suaminya itu tak pernah mengatakan tentang Nizam. Bahkan saat Rara berkata jika memberi kesempatan kedua untuk Sarah dan juga Bu Endang. Arjuna seperti tak bisa menerima hal itu. Itu lah kenapa Rara sendiri akhirnya menyimpulkan jika Arjuna masih membenci mantan suaminya itu.Bella juga selama ini tak pernah mengatakan tentang Nizam, baru kali ini. Rara merasa takut jika nanti akhirnya Arjuna marah.Bukan tak boleh Bella menanyakan tentang ayah kandungnya, karena memang jelas jelas Nizam adalah ayahnya Bella. Tapi menurut Rara momentnya saat ini sedang tidak pas saja. Dia tak ingin jika sampai mood Arjuna akan rusak karena hal ini. Tetapi dia juga tak bisa menyalahkan Bella. Aliran darah itu memang tidak akan pernah bisa diputus, meski telah disia siakan, tetapi rasa kasih sayang itu tidak akan pernah pudar.Rara
"Sayang. Beneran nih nanti yang berangkat hanya aku dan Bella saja?" Rara kembali bertanya pada Arjuna pagi itu. Sebelum mereka sarapan pagi dan memulai aktifitas.Arjuna yang sudah siap dengan busana kerjanya dan nampak begitu tampan itu pun tersenyum. "Tentunya tidak hanya kamu dan Bella, tetapi ada sopir dan juga baby sitter dong," ucap Arjuna yang sedikit diselipi dengan candaan. Rara mendengus dan tersenyum kecut, maksudnya bukan seperti itu. Dan, pagi ini sebenarnya dia sedang tak ingin bercanda. Wanita cantik itu mulai sedikit menekuk wajahnya.Menyadari hal itu, Arjuna pun mendekati, dipeluknya dari belakang tubuh Rara."Aku percaya seribu persen sama kamu Sayang. Kamu wanita dan ibu yang hebat." Arjuna mencium pucuk rambut sang istri dari belakang. Tinggi Rara yang sebatas leher Arjuna, membuat gampang melakukan hal ini.Rara tersenyum senang, setiap diperlakukan seperti ini oleh sang suami, hatinya merasa begitu tenang dan nyaman. Pelukan dari Arjuna bisa seketika melupakan
Tok tok tokRara harus mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya pintu itu dibuka dari dalam. Wajah Bu Endang langsung terlihat, dengan penampilan yang sungguh sangat kacau."Bella?!"Mata wanita paruh baya itu melotot sempurna. Penampilannya nampak begitu menyeramkan dengan kantung mata dan sekitar mata yang menghitam. Membuat Bella yang tadi begitu bersemangat langsung mundur dan memeluk Rara. Sementara si pengasuh pun langsung dengan sigap menggendong Bella dan sedikit menjauh dari ibunda Nizam itu."Bu Endang." Sama seperti hal nya Bella yang kaget, Rara pun juga seperti itu. Pertemuan terakhir dengan mantan mertuanya itu, saat acara syukuran kehamilan Rara saat itu, sungguh jauh berbeda dengan apa yang tersaji di hadapannya saat ini.Bu Endang nampak sangat kacau sekali. Entah terlalu banyak menangis atau mungkin tak tidur selama beberapa hari, membuat penampilan wanita itu nampak menakutkan."Apa Bu Endang baik baik saja?" Rara bertanya lagi, karena Bu Endang sepertinya lebi
"Ayah mana? Bella mau ketemu ayah."Bella berkata sembari mengangkat kedua telapak tangannya ke atas dan menaikkan bahunya. Tanpa semua orang dewasa yang ada diajak sadari, sejak tiba di rumah Endang, iris mata hitam kelam milik Bella terus saja menyapu ruangan, mencari sosok sang ayah yang sejak lahir bahkan belum pernah sama sekali menggendong dia."Mau ayah." Sekali lagi Bella mengulangi ucapannya itu karena tak ada respon sama sekali.Bu Endang dan juga Rara sontak saking berpandangan saat itu. Bu Endang nampak begitu kaget dengan pertanyaan dari sang cucu, tentu saja alasannya karena Nizam tak ada di rumah dan sedang berada di tempat yang tak mungkin untuk diungkapkan pada gadis sekecil Bella ini. Tangisnya langsung berhenti dan mimik wajahnya pun amat tegang."Ayah saat ini sedang bekerja Sayang." Sedangkan Rara yang memang sejak tadi malam sudah mempersiapkan hal ini, sudah lebih dulu bisa menjawab. Ternyata memang apa yang dia pikirkan sangat benar sekali.Kening Bella nampak
"Tante Sinta!" Sebuah panggilan suara sukses membuat ibunda Raja itu menoleh ke belakang. Saat ini Sinta tengah berada di pusat perbelanjaan bersama dengan bayi Thea dan pengasuhnya. Wanita paruh baya itu sedang mencari beberapa baju dan perlengkapan lain untuk cucu kesayangan itu."Siapa ya?" Sinta bertanya dengan sopan.Seorang wanita dengan penampilan begitu ayu dan lembut kini berdiri tepat di depan Sinta, dengan nafas yang naik turun karena baru saja berlari. "Tante Sinta lupa sama saya?"Tanpa menunggu beberapa detik, wanita dengan gamis dan jilbab berwarna coklat senada itu pun langsung mengambil telapak tangan Sinta, dan menciumnya.Sinta mengerutkan alisnya dan menarik tangannya. "Siapa ya?" Sekali lagi dia bertanya, karena memang merasa tidak mengenal sama sekali.Wanita berparas ayu itu malah tersenyum tipis. "Saya Dita, Tante. Apa Tante Sinta benar benar lupa sama saya?""Dita?" Sinta pun kembali berpikir, karena merasa nama itu bukan familiar lagi. Ditelitinya dengan se
Bab 207"Suami saya sudah meninggal Tante, tiga bulan yang lalu karena kecelakaan."*Sinta menatap dalam sosok Dita di depannya yang saat ini sedang menunduk. Senyum yang tak bisa diartikan entah kenapa kembali menghiasi bibirnya."Ya ampun. Maaf ya Dita." Sinta mengelus telapak tangan Dita sebagai bentuk duka cita. "Kamu yang kuat ya. Kecelakaan dimana sih?" Sinta terus saja kepo.Sebenarnya sosok Sinta itu bukanlah orang yang gampang ingin tahu suka ikut campur dengan urusan orang lain. Dia bahkan terkenal begitu cuek pada orang lain, meski pun tahu misal tetangga atau kenalannya terkena musibah, dia akan tetap diam jika yang bersangkutan tak meminta tolong.Tetapi nyatanya berbeda kasus dengan masalah Dita ini, Sinta nampak begitu antusias sekali. Meski mungkin pertanyaan itu nanti bisa membuat Dita merasakan sakit hati lagi."Kecelakaan di luar pulau juga Tante." Suara Dita terdengar begitu parau. Wanita mana sih yang tidak sedih ketika sang kekasih hati, apalagi itu adalah san
"Bagaimana tadi pertemuan Bella dengan neneknya, Sayang?" Saat memasuki kamar setelah makan malam, Arjuna langsung menanyakan hal itu pada sang istri.Rara langsung menarik kedua sudut bibirnya. "Sukses. Bella dan juga Bu Endang nampak senang sekali."Raut kebahagiaan terpancar di wajah cantik itu, mengingat seperti apa bahagianya Bella bertemu sang nenek.Meski pernah memiliki hubungan yang buruk di masa lalu, tetapi semua itu seperti sudah terkikis oleh rasa sayang dan pertautan hati. "Syukurlah. Aku bisa membayangkan seperti apa bahagianya Bella," ucap Arjuna kembali sambil tersenyum. Ada sedikit sesal dalam hati pria bertubuh tegap itu, karena tak bisa mengantarkan Bella. Memang tadi ada sebuah meeting yang penting dengan klien dari luar negeri.Sebenarnya Arjuna sudah akan membatalkan meeting tersebut untuk ikut serta mengantar Bella. Hanya saja Rara pun tak memperbolehkan hal itu. "Sangat bahagia. Sampai tadi pas waktunya pulang, sepertinya Bella begitu berat meninggalkan nen
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me