"Setiap hari aku hanya bisa berdoa. Dan, terus berusaha mencari rejeki yang halal agar bisa tetap hidup bersama dengan ibu yang terus sakit sakitan setelah tau Nizam di penjara."Sarah berucap dengan raut wajah yang begitu sedih."Bu Endang ... Sakit?" Rara sempat langsung kaget saat mendengar nama mantan mertuanya itu. Wanita yang. paling suka sekali memperlakukan Rara seperti sampah, dulu.Sarah langsung juga mengangguk lemah. "Ibu memang mulai terkena serangan jantung lemah. Awalnya dulu malah begitu drop, tetapi sekarang sudah berangsur membaik."Sejak tadi memang Rara belum menanyakan tentang keadaan mantan mertuanya itu. Karena jujur masih ada sedikit rasa sesal, karena rasa sakit yang ditorehkan dulu juga begitu dalam. Rara pernah berpikir sendiri dalam hati. Jika sebenarnya Nizam itu mencintai dia sepenuh hati, hanya saja memang sedikit cuek. Endang lah yang memiliki peran untuk menghasut Nizam agar berperilaku buruk pada Rara. Bahkan wanita paruh baya itu lah yang memberikan
"Apa kamu sudah siap?" Satria mendatangi kamar Rara. "Sepertinya rombongan Arjuna sudah berangkat dari rumah." Satria saat ini nampak begitu tampan dengan memakai jas berwarna hitam. Pria itu sudah siap untuk saat ini menjadi wali nikah sang adik."Sudah siap, Kak," jawab Rara yang memang baru saja selesai di make up.Dua orang perias segera meminta ijin untuk keluar ruangan, karena kali ini tugas mereka juga sudah usia."Terima kasih," ucap Arjuna pada dua perias itu saat persimpangan di samping pintu.Satria pun kemudian melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar Rara. Rara juga masih sibuk mematut diri di kaca, sembari menunggu kedatangan pengantin pria."Kamu cantik sekali, Ra. Mirip sekali dengan almarhum mama." Satria tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat ini.Rara memang terlihat begitu cantik dengan pakaian khas ijab qobul berwarna putih itu. Tak hanya cantik, tetapi juga terlihat anggun dan elegan. Tanpa riasan wajah saja Rara memang sudah begitu cantik, apa lagi ji
"Saya terima nikah dan kawinnya Rara Marena Wijaya binti almarhum Chandra Wijaya, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, emas murni 500 gram dan sebuah rumah di Orchid Regency, semuanya dibayar tunai!"Keringat dingin nampak memenuhi kening Arjuna saat mengucapkan kalimat ijab qobul itu."Bagaimana para saksi? Sah?" Penghulu pun menimpali dengan cepat.Sah!Kata singkat itu dengan kompak langsung terucap dari bibir seluruh tamu undangan yang hadir. Seperti menggema begitu keras di kediaman Wijaya saat itu."Alhamdulillah. Sekarang mari kita berdoa untuk kedua pasangan pengantin baru ini."Segera, doa pun diucapkan secara khidmat di tempat itu. Bulir bening hangat yang memancarkan kebahagian, hampir menetes di pipi para keluarga inti yang hadir. Tak ketinggalan Satria, pria berparas tampan itu pun sampai harus beberapa kali mengusap ujung matanya, agar air mata itu tak menetes.Sebenarnya, sebelum ada suasana hikmat seperti ini, terlebih dulu ruangan ini dipenuhi oleh gelak tawa pa
"Semua sudah siap Nyonya," ucap MUA setelah mengecek kembali riasan paripurna Rara."Terima kasih ya," jawab Rara dengan lembut.Kali ini, Rara dan Arjuna akan ada di pesta resepsi pernikahan mereka yang diadakan di sebuah hotel bintang lima paling megah di Nusantara ini. Pesta pernikahan yang pastinya akan diliput juga oleh banyak media. Karena seperti penyatuan dua kerajaan bisnis yang telah tersohor namanya sejak lama. Keluarga Wijaya dan Keluarga Pranama. Sesaat, Rara mematut dirinya di cermin dan lalu tersenyum sambil berucap, "Ra, kamu harus sudah siap dengan segala yang akan terjadi nanti."Kenapa Rara berkata seperti itu? Karena dia terus mencoba untuk memantapkan hati dan melenyapkan semua kenangan masa lalu yang menyakitkan itu. Meski berkali bibirnya berkata jika sudah siap, namun dalam hati kecil rasa takut itu masih ada. Membayangi ketika dia sedang sendiri seperti ini. "Aku pasti akan mendapatkan kebahagiaan ini."Dulu, ketika akan menikah dengan Nizam, Rara juga begitu
"Selamat Nona, eh maaf Nyonya Rara. Semoga menjadi pernikahan yang langgeng hingga maut memisahkan." Linda memberikan selamat pada Rara di acara resepsi pernikahan itu.Rara tersenyum manis dan mengangguk. "Terima kasih banyak Linda." Wanita Ini pun kemudian memindai penampilan sang asisten pribadi. "Kali ini kamu terlihat begitu cantik, Lin. Apa kamu datang membawa pasangan?" Rara menoleh ke kanan dan kiri sembari masih memegang telapak tangan Linda.Mendengar pujian bosnya itu, Linda nampak langsung tersipu malu. Lalu dia pun menggelengkan kepalanya. "Hanya datang sendirian, Nyonya."Rara pun mengangguk dan kemudian tersenyum penuh arti. "Hemm ... kalau begitu ini adalah kebetulan sekali!" Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Rara, tetapi saat ini wajah pengantin baru itu nampak begitu girang."Ada apa Nyonya?" Linda yang tak mengerti pun langsung bertanya.Rara tetap tak menjawab rasa penasaran Linda. "Gadis cantik dan pintar seperti kamu, pantas untuk mendapatkan pasangan yang t
"Aku sungguh bahagia," ucap Arjuna ketika kedua mempelai itu telah kembali berada di pelaminan. Setelah mereka kembali di make up dengan riasan baru dan gaun pernikahan yang baru."Aku juga begitu, Kak." Rara pun tak bisa. Menyembunyikan rasa bahagia itu. Pasangan yang begitu serasi itu pun saling berpegangan tangan. Hari ini memang sudah sore, sudah begitu banyak tamu undangan yang hadir untuk memberikan selamat.Daffa dan Bella pun malah sudah tertidur terlebih dulu di kamar hotel bersama dengan para pengasuhnya. Karena kecapekan berlarian sepanjang hari. "Bu Endang ... Kak Sarah." Rara berkata dengan begitu lirih ketika melihat kedua orang anggota keluarga Nizam itu datang. "Akhirnya mereka datang juga."Arjuna mengeryitkan kening dan melihat ke arah Rara memandang. Raut wajah bahagia itu pun berubah menjadi dingin. "Kenapa mereka harus datang kesini?" Nampaknya Arjuna tak begitu suka dengan kedatangan kedua orang itu, berbanding terbalik dengan Rara. "Aku yang mengundang merek
"Ibu seharusnya tak berlaku seperti itu tadi." Ketika sudah berada di dalam mobil taksi online, Sarah pun meluapkan rasa kekesalan hatinya pada sang ibu. "Itu sangat memalukan Bu."Endang sejak masuk ke dalam mobil itu hanya diam sambil bersedekap dada dengan wajah yang ditekuk. Sepertinya wanita paruh baya itu masih enggan untuk menanggapi omelan Sarah. Tetapi melihat ibunya yang hanya terdiam itu, tentu saja membuat Sarah makin kesal. "Bukankah kemarin aku sudah bilang, jika ibu nggak tenang. Maka lebih baik kita nggak usah datang ke resepsi pernikahan Rara itu," ucap Sarah kembali dengan sedikit emosi. "Kalau sudah begini, apa yang dipikirkan orang orang tentang kita Bu? Terlebih Rara. Dia pasti menganggap jika kita ini masih saja jahat seperti dahulu.""Terserah mereka mau berpikiran kita masih jahat atau apa, hal itu tak masalah bagi ibu." Endang kali ini menjawab dengan begitu cepat. "Ibu hanya ingin Nizam bisa bebas."Ternyata benar, apa yang ada di pikiran Endang emang tak ja
"Seharusnya para sampah itu tadi tak usah diperbolehkan masuk kesini!" Handi yang juga masih terus nampak emosi meski Endang dan juga Sarah sudah diusir pergi dari gedung pernikahan mewah itu. "Hanya membuat rusuh saja."Geram sekali lelaki tua itu karena kedatangan keluarga Nizam itu. Karena ulah Endang yang memang mau tak mau menjadi sorotan para tamu undangan yang kebanyakan orang papan atas itu."Sudahlah, Pa. Mereka kan sudah pergi." Rudi yang berdiri tepat di samping Handi, dengan tangan berada di saku celana, sebenarnya juga masih nampak emosi, hanya saja dia seperti bisa mengontrol emosi di tempat ramai ini."Memang para sampah itu sudah pergi, tetapi tetap saja akan menjadi perbincangan." Seperti biasa, Handi pun tetap keukeuh dengan pendiriannya. "Tak punya malu padahal ini kan di tempat umum. Siapa sih yang membiarkan mereka masuk?" Yasmin yang berada tepat di samping Rudi pun angkat bicara setelah menghela nafas panjang. "Rara yang telah mengundang mereka, Pa." Wanita be