selamat pagi. maaf updatenya masih sedikit ya. nanti agak siangan saya update lagi
"Maaf terlambat." Arjuna telah sampai di restoran sekitar satu menit setelah kedatangan Rara. Pria tersebut langsung duduk di kursi tepat di depan Rara. "Sudah lama?"Rara nampak tersenyum tipis. "Nggak masalah Kak, hanya satu menit." Rara tadi memang langsung menuju restoran sesaat setelah mengirimkan pesan terakhir pada Arjuna. Sedangkan Arjuna yang kantornya lebih dekat dari restoran ini datang sedikit lebih lambat karena tadi memang sedang ada Satria. Arjuna nampak tersenyum dan sesaat terpesona dengan penampilan Rara. "Cantik." Sedangkan Rara malah terlihat kesal, "Kenapa Kak Juna terus tersenyum?"Seulas senyum tipis di wajah Rara tadi langsung berganti menjadi kesal, karena dia juga mengingat tentang kejadian makan malam kemarin. Dia juga merasa salah tingkah karena Arjuna yang tampak terus memperhatikan. Arjuna hanya menggelengkan kepala dan lalu mengalihkan pandangan pada sekitar, tak menjawab sama sekali pertanyaan Rara itu.Tak ayal hal tersebut malah membuat Rara semakin
"Ada apa Sayang?" tanya Yasmin di seberang saat menerima panggilan dari Clara itu. Wanita cantik berusia paruh baya itu, saat ini sedang bersantai setelah pulangnya menjemput Daffa di sekolah. "Apa ada masalah?" Yasmin memang begitu perhatian pada Clara. Karena di mata Yasmin, Clara adalah seorang gadis muda yang lembut dan penyayang serta selalu harus dilindungi."Bukan masalah sih, Tan. Tetapi lebih pada melaporkan suatu kejadian," ucap Clara sambil tersenyum licik dan malah terkesan bertele-tele. Yasmin langsung mengerutkan keningnya saat itu. "Melaporkan hal apa Sayang? Apa ini bersangkutan dengan Arjuna?"Tebakan Yasmin tentu saja benar, apa lagi yang akan dilaporkan oleh Clara jika bukan tentang calon suaminya itu."Iya Tante. Saat ini saya sedang berada di restoran Sandy's." Clara menjawab sembari terus menatap ke depan dan cemburu melihat Arjuna dan Rara. "Arjuna dan si penganggu itu saat ini sedang makan siang."Yasmin mengangguk di seberang. "Dengan siapa lagi?" Yasmin sebe
"Aku akan menghancurkan Rara dengan bantuan masa lalunya." Lirih Clara berucap dengan tetap tersenyum licik sambil mengawasi Arjuna yang saat ini malah sedang mengelap sudut bibir Rara yang terkena saos.Hatinya semakin terbakar dan malah semakin berniat untuk semakin menghancurkan kehidupan Rara. "Clara Sayang, kamu masih disana?" Yasmin akhirnya bertanya karena Clara beberapa saat yang lalu trus diam. "Oh iya, Tante." Rara sebenarnya sempat kaget tadi. "Ini loh sedang melihat kelakuan Rara yang semakin memalukan." Kembali Clara pun berbalik menyalahkan Rara.Yasmin menghela nafas panjang, tiap kebohongan yang keluar dari mulut Clara, semakin membuat wanita paruh baya ini membenci Rara."Itu baru di awal, entah, Tante pun takut jika nanti misalnya Arjuna dan Rara menikah, hanya akan mempermalukan keluarga saja," ucap Yasmin.Clara pun kembali tersenyum licik. "Kemungkinan besar sih begitu, Tante. Ya ... sudah terbiasa dengan kehidupan kalangan bawah yang menjijikan. Oh iya, Tan. La
"Bagaimana perkembangan hubungan kamu dengan Rara? Apa sudah lebih maju?" Handi bertanya pada Arjuna yang sedang memainkan ponselnya.Saat berada di kediaman Pranama, saat itu Arjuna sedang berada di teras bersama dengan Handi. Hampir setiap saat Handi seperti selalu mempertanyakan hal ini pada Arjuna. Pria tua itu memang begitu terniat untuk segera menikahkan Arjuna dengan Rara. Seperti perjodohan pertama kali yang dia atur untuk Arjuna dulu, Handi ingin apa yang menurutnya terbaik segera terjadi. Namun ketimbang yang pertama dulu, kali ini Handi lebih yakin jika pernikahan kedua Arjuna akan langgeng untuk selamanya, asal itu dengan Rara."Masih sama saja, Kek." Arjuna pun menjawab dengan wajah datarnya. " Malah Satria yang sepertinya mulai mengetahui hal itu."Arjuna memang selalu begitu, dia jarang sekali mengekspresikan apa yang ada di dalam hatinya. Sehingga orang begitu sulit untuk menebak apa yang sedang dirasakan saat ini.Handi yang tadi juga sedang asyik dengan ponselnya p
"Tante, aku pup di celana!" Daffa berteriak sambil memegangi perutnya dengan kedua tangan.Clara yang sejak masuk ke dalam mobil tadi terus menampakkan wajah sumringah dan bernyanyi, sontak menoleh pada Daffa yang berada di sampingnya. "Eh, kamu barusan bilang apa?" Clara sebenarnya mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Daffa, hanya saja otaknya tak ingin mempercayai hal itu."Perut aku sakit, Tante. Nggak bisa nahan pup ini, rasanya seperti sudah keluar di celana,' ucap Daffa dengan wajah memelas seperti ingin menangis.Ciittt Saat itu juga Clara langsung mengerem mendadak mobilnya. Untung saja saat itu dia sedang melajukan mobilnya dengan pelan, hingga tak begitu membuat kaget. "Kamu ... eek di celana sekarang?" Clara langsung kembali bertanya pada Daffa dengan wajah yang pias dan raut muka yang memelas bercampur dengan jijik.Daffa pun menganggukan kepalanya dengan cepat. "Iya Tante. Habisnya Daffa udah nggak tahan," seru Daffa dengan lirih, sembari mengurut perutnya.'Du
"Selamat Nona Rara. Anda sudah membuat Jaya Corp semakin maju." Saat ini Rara sedang berada di kantor dan baru saja menyelesaikan sebuah meeting penting. Baru beberapa bulan menjadi presiden direktur Jaya Corp, Rara memang sudah memberikan banyak kemajuan dan perubahan, tak ayal beberapa rekanan pun memberikan selamat padanya. "Anda benar-benar hebat. Pasti Tuan Satria Wijaya sangat bangga." Rekanan yang lain pun juga memberikan selamat.Sebenarnya tanpa Rara dan Satria ketahui, ketika pertama kali Rara menjabat sebagai presiden direktur Jaya Corp, banyak rekanan yang meragukan ketrampilan berbisnis Rara.Tak salah ketika mereka berpikiran seperti itu, karena diketahui jika Rara belum punya pengalaman memimpin sebuah perusahaan besar.Mereka tentu takut jika Jaya Corp malah akan merugi dan berujung pailit. Hanya saja karena saat itu sangat menghormati Satria Wijaya, mereka pun lebih memilih diam sembari terus memperhatikan perkembangan presdir Jaya Corp yang baru itu.Saat ini, mer
"Sudah-sudah, jangan pikirkan orang licik seperti itu." Stella pun berkata saat melihat mata sahabatnya itu penuh amarah. "Sekarang kamu harus fokus istirahat."Rara pun mengenal nafas panjang, dia memang sesaat tadi sempat emosi, tetapi saat ini dia mulai menstabilkan emosinya. Mengingat Clara yang licik, tak ayal membuat Rara pun ingat dengan berapa liciknya sang mantan mertua dan juga mantan suaminya.Pengalaman saat itu pun mengajarkan pada Rara, untuk lebih berhati-hati dan tak lupa menyiapkan banyak strategi jitu agar tak ketinggalan dari orang-orang jahat itu.Namun Stella juga benar, saat ini Rara tak lagi boleh terlalu memforsir pikiran dan tenaganya. Dia masih drop dan memang butuh istirahat agar besok bisa kembali lebih fresh."Bagaimana perkembangan hubungan kamu dengan Arjuna?" Stella pun mulai kembali bertanya. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tak ingin dijawab oleh Rara."Berjalan mengalir saja, Stel. Seperti air," jawab Rara lirih. Saat ini Stella hanya mengangguk da
"Raja Sanjaya," ucap Raja yang nampak sekali tidak percaya diri dihadapan Stella.Pria itu malah terlihat sedikit kikuk. Biasanya pria akan agresif, tetapi tidak pada Raja. Tampangnya memang cool tetapi pemalu, apa lagi jika berhadapan dengan wanita yang bisa mengugah hatinya. "Estrella Caramela," ucap Stella dengan cepat dan nampak begitu bersemangat.Raja hanya tersenyum tipis sembari menganguk, setelahnya dia tak lagi berkata-kata. Seperti sama sekali tak tertarik untuk menanyakan apa pun perihal wanita cantik di depannya itu.Stella tersenyum dalam hati dan malah menganggap jika sosok seperti Raja ini sangat menarik. 'Kenapa dia begitu lucu dan unik?"Karena beberapa pria dalam dunia artis yang dia temui malah selalu agresif dan kadang membuat dia ilfeel.Ehem ehemRara berdehem saat melihat Stella yang terus memperhatikan Raja sambil tersenyum. "Jangan terus melotot seperti itu, Stel. Takut nanti bola matanya loncat," ucap Rara sambil terkekeh."Apaan sih." Wajah Stella merona
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me