Baskoro menyetir sebuah minibus dengan perlahan bukan karena ingin, namun karena Jakarta selalu menyajikan kemacetan dimana-mana. Padahal pembangunan flyover sudah dioptimalkan di beberapa titik pusat kemacetan, entah mengapa hanya sedikit saja teratasi.
Wulan yang berada disampingnya melihat ke sekitar dengan sesekali berdecak kagum melihat gedung pencakar langit yang berjajar rapi. Pemandangan yang tak pernah ia saksikan secara langsung kecuali dari tayangan televisi.
"Apakah ini dibangun manusia ya Mas?" Ucap Wulan sambil terkagum-kagum.
"Tentu saja, manusia mampu untuk merubah apapun Lan. Dulu Jakarta mungkin hanya kota seperti kota kecamatan saja tanpa gedung tinggi, tanpa jembatan layang. Namun karena tangan manusia, semuanya jadi berubah."
Wulan mengangguk-anggukkan kepalanya, sekarang rasa mual dan pusing menderanya karena ia tak terbiasa dengan bau AC mobil.
"Aku sangat pusing Mas,"
Baskoro menoleh, melihat Wulan yang mengeluh. Ia j
Sangat mengherankan bahwa Intan sempat mengaku pernah menikah di hadapan publik dan mengatakan "Saya butuh surat cerai yang sah!" Apakah artinya itu? Apakah dirinya masih merasa menjadi istrinya? Setelah sekian lama? Apakah itu masuk akal? Pikiran Baskoro melayang pada kejadian Intan menemuinya di desa waktu itu. Mengingat bagaimana Intan menangis dihadapannya. "Apakah kamu melupakan pernikahan kita?" Kata-kata intan tersebut mengusik Baskoro. . "Mas, apa Mas sudah capek?" Baskoro terpaku dengan penampilan Wulan yang hanya mengenakan pakaian satin tipis di tubuhnya, ia berdiri di pintu. "Hemm, enggak juga. Ada apa Lan?" "Tolong Mas gosokkan minyak angin di punggung Wulan," katanya. "Aku? Minyak angin?" Baskoro terbata. Dan Wulan mengangguk. "Rasa pusingku belum hilang sejak siang tadi Mas," jawab Wulan memelas. Baskoro masih terpaku tak bergerak. "Ya sudah kalau Mas nggak ma
"Cari pria bernama Baskoro itu, berikan dia sejumlah uang untuk menutup mulutnya. Jangan sampai wartawan tahu dan mengusut semua cerita tentang Intan" Abraham memerintahkan Dodi seorang sekretaris kepercayaan Abraham. "Baik tuan, akan tetapi kita telah lama kehilangan jejaknya Tuan. Kabar terakhir katanya dia telah pindah ke desa dan menikah disana," Abraham tersenyum puas, jangan sampai Intan menemukan pria itu karena Abraham tahu putrinya masih sangat terobsesi dengan pria itu. "Awasi dia mulai saat ini!" Dodi mengangguk dan berlalu dari hadapan Abraham. Abraham menyayangkan tindakan Intan yang membongkar masa lalunya dengan menyebutkan bahwa benar dirinya pernah menikah. Bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa dia belumlah bercerai. Bersamaan dengan itu Intan mengumumkan akan bertunangan. Abraham jadi memijat pelipisnya yang telah mengerut dimakan usia. "Ayah, mengapa ayah tidak membiarkan aku mati saja daripada memisahkan aku darinya? Aku
Semenjak keributan dengan ayahnya tempo hari, Intan banyak berdiam diri di kamarnya. Apa yang ia ucapkan sebenarnya untuk mewakili dirinya sepenuhnya. Ibu Intan memang pernah menceritakan penderitaannya ketika menikahi ayahnya, namun seiring berjalannya waktu ibunya bisa menerima demi dirinya yang telah lahir ke dunia ini.Intan hanya bisa memaki ayahnya dengan cara itu. Dia menyalahkan ayahnya atas nasib cintanya. Lalu bagaimana dengan dirinya saat ini? Seharusnya dia memperjuangkan Baskoro demi Bastian bukan? Akan tetapi karena semua itu sudah terlambat, Intan hanya bisa mempertahankan Bastian untuk dirinya sendiri. Ia harus melakukannya secepat mungkin sebelum pertunangannya berlangsung. Ia harus mendapatkan pengakuan bahwa dulu dia adalah istri sah Baskoro lalu diceraikan. Dengan malas Intan turun dari pembaringan, apapun yang terjadi dia harus bertemu Baskoro hari ini. Intan menyetop taksi dan meminta sopir taksi membawanya ke kawasan perumahan Pond
Apa yang kau lakukan disini? Baskoro menatap Intens pada manik mata Intan. Intan yang masih terkejut ikut membalas tatapannya. "Sepertinya aku selalu mengganggumu?" "Bagus! Kau sudah faham itu!" "Tanda tangani ini agar aku tidak akan pernah mengganggumu lagi!" Baskoro melihat Wulan yang sedang kebingungan melihat mereka bersitegang. Lalu ia melihat Intan yang sudah mengeluarkan selembar kertas dan meletakkannya di atas meja. Dengan wajah masam Baskoro mengambilnya kemudian membaca isi kertas itu. "Bah! Kamu memang sama liciknya dengan ayahmu! Kamu pikir aku akan dengan mudah menyerahkan tanda tanganku hanya karena kamu akan menikah lagi? Kamu bisa membuat tanda tangan palsu seperti ayahmu!" Cibir Baskoro. Intan menundukkan kepalanya, melihat lembaran kertas yang diletakkan kembali dihadapannya. "Aku ingin kalian hidup bahagia tanpa ada sesuatu yang menyulitkan kalian, lalu apakah aku tidak berhak untuk men
Intan menata duduknya, sesekali ia menggigit bibirnya. Apakah Baskoro telah jelas mengetahui siapa Bastian yang sebenarnya?"Dari semua kesalahanmu, aku semakin tidak mengerti dengan tujuanmu yang sebenarnya!" Baskoro mengeratkan giginya."Katakan sekarang Intan!" Baskoro mengguncang tubuh Intan."Baiklah, dengan satu syarat! Dengarkan baik-baik ucapanku, aku.tak mau kamu.selalu.salah faham kepadaku!""Salah faham katamu? Haruskah aku salah faham setelah hampir enam tahu lamanya? Apakah aku sebuah patung yang bisa menunggumu sepanjang masa?""Tapi Bas...""Tapi apa?!" Apakah kau mencariku karena bocah yang kau sembunyikan dariku?""Dia memang anakmu Bas," suaranya serak dan bergetar, terlalu berat ia mengatakan kebenaran itu."Jadi apa maumu?""Lihatlah mataku Bas, lihatlah agar kamu bisa melihat kebenaran. Tataplah sebentar saja, aku ingin mengatakan kebenarannya kepadamu!"Embun itu sudah menganak sungai di mata
Baskoro memijat pelipisnya, wanita dihadapannya ini sudah pingsan cukup lama namun belum juga sadarkan diri.Dokter mengatakan bahwa Intan menderita anemia. Itulah sebabnya ia harus segera mendapatkan perawatan dengan memberikan asupan melalui cairan infus."Kenapa kamu lemah sekali?" Gumamnya.Menyusuri pola wajah cantik dihadapannya, ia menyadari bahwa Intan sangat kurus sekarang. Wajah tirus membuatnya terlihat menyedihkan. Baskoro tak tahu harus menghubungi siapa melihatnya seperti ini.Seharusnya ada hanphone didalam tasnya yang menyimpan nomor teman, atau kekasihnya. Baskoro membuka tas tersebut. Ia mendapati dua buah handphone didalamnya.Ia mulai menekan tombol untuk membukanya, mencari seseorang yang sekiranya bisa dihubungi. Namun kedua hanphone itu terkunci. Baskoro mencoba mengingat tombol yang biasa Intan gunakan, yaitu tanggal dimana mereka menikah. Dan ternyata cara itu berhasil."Wanita aneh!" Gumam Baskoro, bagai
"Apa yang kamu lakukan disini? Ba-bagaimana kamu tahu aku disini?" Tanya Intan lagi."Ah, itu nggak penting. Sekarang yang terpenting adalah keadaanmu. Apakah kamu baik baik saja?" Andre menyentuh tangan Intan, namun refleks Intan menariknya. Andre sedikit heran melihat sikap Intan yang ketakutan, hingga netranya terperangkap pada sosok seorang pria di belakang Intan.Baskoro menarik Intan sedikit memaksa kembali ke brangkar rumah sakit."Susah payah aku membawamu kemari, tapi apa yang kamu lakukan?" Katanya sambil mendudukkan Intan di tepi tempat tidur. "Lihat wajahmu yang pucat, apa kau mau mati?!" Geramnya tepat di wajah Intan."Hei Bung! Apa yang kamu lakukan kepada seorang wanita? Tidak bisakah kamu sedikit lembut?" Andre mengomentari Baskoro yang kasar terhadap Intan."Ini juga bukan urusanmu!""Benarkah? Sejak kapan Intan menjadi urusanmu?" Andre melangkah mendekati Baskoro, matanya tajam menyoroti penampilan Baskoro yang le
"Tidak perlu kesal, sudah sewajarnya sebagai calon suaminya aku sendiri yang akan merawatnya. Apakah Istrimu tahu bahwa suaminya sedang mengurusi perempuan lain?"Suara Andre membuyarkan lamunan Baskoro yang sedang duduk di bawah pohon rindang di sekitar rumah sakit. Baskoro tampak duduk mengorek-ngorek tanah dengan wajah masam."Kamu terlalu banyak tahu urusan kami," kata Baskoro datar."Itu benar. Aku terlalu banyak tahu tentang urusan kalian dan yang paling aku ketahui adalah bagaimana perasaan wanita yang sudah kamu sakiti itu,"Andre berdiri disisi Baskoro dan bersandar pada batang pohon dengan tajuk melebar itu, sesekali hawa sejuk berhembus menghampiri mereka di cuaca yang terik itu. Namun tidak mengurangi panasnya perbincangan mereka. Kaki Andre bertekuk salah satunya, dan kedua tangannya tersimpan di saku celananya."Apa maumu?" Baskoro to the points."Itu tidak mudah. Karena aku yakin bahwa kau akan menyesalinya.""Menyesal?""Inta
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu