"Cari pria bernama Baskoro itu, berikan dia sejumlah uang untuk menutup mulutnya. Jangan sampai wartawan tahu dan mengusut semua cerita tentang Intan" Abraham memerintahkan Dodi seorang sekretaris kepercayaan Abraham.
"Baik tuan, akan tetapi kita telah lama kehilangan jejaknya Tuan. Kabar terakhir katanya dia telah pindah ke desa dan menikah disana,"
Abraham tersenyum puas, jangan sampai Intan menemukan pria itu karena Abraham tahu putrinya masih sangat terobsesi dengan pria itu.
"Awasi dia mulai saat ini!" Dodi mengangguk dan berlalu dari hadapan Abraham.
Abraham menyayangkan tindakan Intan yang membongkar masa lalunya dengan menyebutkan bahwa benar dirinya pernah menikah. Bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa dia belumlah bercerai. Bersamaan dengan itu Intan mengumumkan akan bertunangan. Abraham jadi memijat pelipisnya yang telah mengerut dimakan usia.
"Ayah, mengapa ayah tidak membiarkan aku mati saja daripada memisahkan aku darinya? Aku
Semenjak keributan dengan ayahnya tempo hari, Intan banyak berdiam diri di kamarnya. Apa yang ia ucapkan sebenarnya untuk mewakili dirinya sepenuhnya. Ibu Intan memang pernah menceritakan penderitaannya ketika menikahi ayahnya, namun seiring berjalannya waktu ibunya bisa menerima demi dirinya yang telah lahir ke dunia ini.Intan hanya bisa memaki ayahnya dengan cara itu. Dia menyalahkan ayahnya atas nasib cintanya. Lalu bagaimana dengan dirinya saat ini? Seharusnya dia memperjuangkan Baskoro demi Bastian bukan? Akan tetapi karena semua itu sudah terlambat, Intan hanya bisa mempertahankan Bastian untuk dirinya sendiri. Ia harus melakukannya secepat mungkin sebelum pertunangannya berlangsung. Ia harus mendapatkan pengakuan bahwa dulu dia adalah istri sah Baskoro lalu diceraikan. Dengan malas Intan turun dari pembaringan, apapun yang terjadi dia harus bertemu Baskoro hari ini. Intan menyetop taksi dan meminta sopir taksi membawanya ke kawasan perumahan Pond
Apa yang kau lakukan disini? Baskoro menatap Intens pada manik mata Intan. Intan yang masih terkejut ikut membalas tatapannya. "Sepertinya aku selalu mengganggumu?" "Bagus! Kau sudah faham itu!" "Tanda tangani ini agar aku tidak akan pernah mengganggumu lagi!" Baskoro melihat Wulan yang sedang kebingungan melihat mereka bersitegang. Lalu ia melihat Intan yang sudah mengeluarkan selembar kertas dan meletakkannya di atas meja. Dengan wajah masam Baskoro mengambilnya kemudian membaca isi kertas itu. "Bah! Kamu memang sama liciknya dengan ayahmu! Kamu pikir aku akan dengan mudah menyerahkan tanda tanganku hanya karena kamu akan menikah lagi? Kamu bisa membuat tanda tangan palsu seperti ayahmu!" Cibir Baskoro. Intan menundukkan kepalanya, melihat lembaran kertas yang diletakkan kembali dihadapannya. "Aku ingin kalian hidup bahagia tanpa ada sesuatu yang menyulitkan kalian, lalu apakah aku tidak berhak untuk men
Intan menata duduknya, sesekali ia menggigit bibirnya. Apakah Baskoro telah jelas mengetahui siapa Bastian yang sebenarnya?"Dari semua kesalahanmu, aku semakin tidak mengerti dengan tujuanmu yang sebenarnya!" Baskoro mengeratkan giginya."Katakan sekarang Intan!" Baskoro mengguncang tubuh Intan."Baiklah, dengan satu syarat! Dengarkan baik-baik ucapanku, aku.tak mau kamu.selalu.salah faham kepadaku!""Salah faham katamu? Haruskah aku salah faham setelah hampir enam tahu lamanya? Apakah aku sebuah patung yang bisa menunggumu sepanjang masa?""Tapi Bas...""Tapi apa?!" Apakah kau mencariku karena bocah yang kau sembunyikan dariku?""Dia memang anakmu Bas," suaranya serak dan bergetar, terlalu berat ia mengatakan kebenaran itu."Jadi apa maumu?""Lihatlah mataku Bas, lihatlah agar kamu bisa melihat kebenaran. Tataplah sebentar saja, aku ingin mengatakan kebenarannya kepadamu!"Embun itu sudah menganak sungai di mata
Baskoro memijat pelipisnya, wanita dihadapannya ini sudah pingsan cukup lama namun belum juga sadarkan diri.Dokter mengatakan bahwa Intan menderita anemia. Itulah sebabnya ia harus segera mendapatkan perawatan dengan memberikan asupan melalui cairan infus."Kenapa kamu lemah sekali?" Gumamnya.Menyusuri pola wajah cantik dihadapannya, ia menyadari bahwa Intan sangat kurus sekarang. Wajah tirus membuatnya terlihat menyedihkan. Baskoro tak tahu harus menghubungi siapa melihatnya seperti ini.Seharusnya ada hanphone didalam tasnya yang menyimpan nomor teman, atau kekasihnya. Baskoro membuka tas tersebut. Ia mendapati dua buah handphone didalamnya.Ia mulai menekan tombol untuk membukanya, mencari seseorang yang sekiranya bisa dihubungi. Namun kedua hanphone itu terkunci. Baskoro mencoba mengingat tombol yang biasa Intan gunakan, yaitu tanggal dimana mereka menikah. Dan ternyata cara itu berhasil."Wanita aneh!" Gumam Baskoro, bagai
"Apa yang kamu lakukan disini? Ba-bagaimana kamu tahu aku disini?" Tanya Intan lagi."Ah, itu nggak penting. Sekarang yang terpenting adalah keadaanmu. Apakah kamu baik baik saja?" Andre menyentuh tangan Intan, namun refleks Intan menariknya. Andre sedikit heran melihat sikap Intan yang ketakutan, hingga netranya terperangkap pada sosok seorang pria di belakang Intan.Baskoro menarik Intan sedikit memaksa kembali ke brangkar rumah sakit."Susah payah aku membawamu kemari, tapi apa yang kamu lakukan?" Katanya sambil mendudukkan Intan di tepi tempat tidur. "Lihat wajahmu yang pucat, apa kau mau mati?!" Geramnya tepat di wajah Intan."Hei Bung! Apa yang kamu lakukan kepada seorang wanita? Tidak bisakah kamu sedikit lembut?" Andre mengomentari Baskoro yang kasar terhadap Intan."Ini juga bukan urusanmu!""Benarkah? Sejak kapan Intan menjadi urusanmu?" Andre melangkah mendekati Baskoro, matanya tajam menyoroti penampilan Baskoro yang le
"Tidak perlu kesal, sudah sewajarnya sebagai calon suaminya aku sendiri yang akan merawatnya. Apakah Istrimu tahu bahwa suaminya sedang mengurusi perempuan lain?"Suara Andre membuyarkan lamunan Baskoro yang sedang duduk di bawah pohon rindang di sekitar rumah sakit. Baskoro tampak duduk mengorek-ngorek tanah dengan wajah masam."Kamu terlalu banyak tahu urusan kami," kata Baskoro datar."Itu benar. Aku terlalu banyak tahu tentang urusan kalian dan yang paling aku ketahui adalah bagaimana perasaan wanita yang sudah kamu sakiti itu,"Andre berdiri disisi Baskoro dan bersandar pada batang pohon dengan tajuk melebar itu, sesekali hawa sejuk berhembus menghampiri mereka di cuaca yang terik itu. Namun tidak mengurangi panasnya perbincangan mereka. Kaki Andre bertekuk salah satunya, dan kedua tangannya tersimpan di saku celananya."Apa maumu?" Baskoro to the points."Itu tidak mudah. Karena aku yakin bahwa kau akan menyesalinya.""Menyesal?""Inta
"Tuan, Nona Intan pergi ke rumah seorang pegawai dari salah satu cabang perusahaan kita. Ia tinggal bersama istrinya di kawasan Jakarta Utara." "Siapa nama pria itu?" "Dari informasi yang kami dapatkan, dia bernama Abbas." "Abbas?" Abraham telah mengutus beberapa orang untuk mengikuti kemana Intan pergi. Itulah sebabnya Abraham juga tahu Intan di bawa ke rumah sakit. Bahkan mereka juga mengabarkan bahwasanya Intan pingsan dan dibawa oleh seorang pria tak di kenal ke rumah sakit. Itulah sebabnya Abraham telah berada di rumah sakit mengunjungi putrinya. "Adakah seseorang yang kau kunjungi?""Ah, di - dia hanya mandor proyek yang bekerja di salah satu perusahaan kita, untuk apa ayah mengurusi hal semacam itu?" Intan mengelak diinterogasi."Apa tidak bisa kau wakilkan kepada orang lain, atau setidaknya ada sopir yang mengantarmu?""Aah, ayah. Intan bertanggung jawab dengan proyek ini. Jadi ayah tidak perlu khawatir Ayah,"Sekarang Inta
Baskoro masih mengingat dengan jelas siluet pria tua itu, dia berdiri dengan seorang pengawal di sisinya.Sekilas ia melirik Wulan yang kebingungan."Mas, siapa mereka sebenarnya?""Kamu tidak perlu takut, tapi sebaiknya tetaplah di dalam kamar," perintah Baskoro yang diikuti anggukan Wulan.Baskoro membuka pintu, tak ada senyuman di wajahnya saat pria tua itu menatapnya."Aku tak mengerti mengapa putriku selalu terobsesi dengan pria brengsek sepertimu!"Baskoro melebarkan telinganya, mencermati ucapan Abraham."Anda datang hanya untuk memaki Tuan? Tampaknya itu tidaklah sesuai dengan anda. Bukankah kita tidak punya urusan apapun untuk dibicarakan?"Abraham terkekeh."Kamu bahkan berada dibawah naungan perusahaanku, aku tak pernah menyangka ada tikus got di bawahku. Mulai besok, hentikan proyek itu! Dan satu hal lagi, selesaikan urusanmu dengan Intan secepatnya!" Abraham mengeluarkan sebuah amplop besar dan tebal lalu melemparkannya ke ata