[Kapan kamu akan membayar uang sewamu? Kamu sudah menunggak selama dua bulan! Bayaran bulan ini saya tunggu sampai besok kalau tidak bayar juga, pergilah! Banyak yang ingin menyewa tempat saya!]
Pesan yang dibaca oleh Amora itu seolah memiliki nada. Murni, pemilik kos yang Amora tempat itu sangat cepat naik darah.Belum lagi, Amora memang sudah menunggak biaya sewa selama beberapa bulan. Entah sudah berapa kali Murni mengetuk pintu kos Amora selama satu minggu terakhir.Oh, ralat! Bukan mengetuk, melainkan menggedor!“Aaaargh!” jerit Amora kesal sambil memaksa matanya terpejam dan memukul kepalanya beberapa kali.Sejak hasil tes DNA anak yang dikandung Amora terkuak, dunia wanita itu runtuh. Dia masih saja merasa hatinya terbakar setiap kali mengingat momen itu, terutama saat Adam juga memecatnya.Amora menatap berbagai merek mewah sepatu, tas, dan pakaian yang tersusun tidak rapi di sudut kamar kos dekat pintu. Barang-barang yan“Jadi anak itu pergi ke tempat yang jauh untuk pertama kalinya dan tidak meminta izin pada saya?” tanya Thomas saat mendapat kabar tentang Gauri dari Bergas.Amelia yang ada di sana, mendengar itu semua. Dia menarik napas panjang, bersiap-siap melihat reaksi Thomas.“Ya, Tuan. Apa saya perlu mengirim pengawal ke sana?” Bergas menawarkan. Dalam hatinya, dia berharap hubungan Thomas dan Gauri akan membaik. Namun sebagai pelayan rendahan, dia tidak akan berani mencampuri urusan majikannya.Thomas menyeringai. “Tidak perlu! Itu lebih baik daripada saya harus mengurungnya di ruang bawah tanah!”Pria tua itu mengambil tongkatnya dan perlahan berdiri. Lalu, dia melangkah mendekati Amelia yang berdiri di dekat pintu masuk ruang kerjanya di rumah.Amelia sedikit membungkuk dan menunggu Thomas melewatinya. Namun, pria itu justru berhenti tepat di hadapannya.“Amelia,” panggil Thomas dengan suara berat dan tatapan mata tajam. “Ikut saya!”Thomas berjalan lebih dulu. Saat itu Amelia menoleh pada
“Saya suka dengan jam tangan Mas Adam. Itu edisi terbatas jam tangan pria di Afnan Watch, bukan?” ucap Rosa yang sejak tadi mencoba mencairkan es batu di depannya.Wanita cantik berambut hitam panjang itu menyugar rambutnya ke belakang telinga, sengaja memperlihatkan leher jenjangnya ada Adam. Dia juga terus mengukir senyum termanis di wajahnya.Adam sangat jarang datang ke perkumpulan para sosialita seperti siang ini, jika Arum tidak memaksanya. Awalnya Arum bilang hanya ingin diantar, tetapi sesampainya mereka di lokasi, wanita paruh baya itu justru menyeret Adam untuk berkenalan dengan anak temannya.“Saya juga punya,” tambah Rosa karena Adam tidak membuka mulutnya dan hanya menatapnya tajam. “Edisi wanita. Hanya ada dua, milik saya dan milik istri CEO Afnan Watch.”Rosa mengatakannya dengan bangga. Namun, Adam sama sekali tidak tertarik. Pria itu mendesah dan memalingkan wajahnya. Dia sudah cukup lama bertahan di tempat ini.Adam perlahan bangkit. “Saya ada urusan. Permisi.”Tanpa
5 tahun kemudian ….Setelah menyelesaikan pendidikan setara S2 di Amerika Serikat, Gauri memutuskan kembali ke Indonesia. Wanita yang bertambah cantik itu ingin membangun hidupnya di sini, di tanah yang sama dengan makam kedua orang tuanya, tanah Indonesia.“Kita sudah sampai, Nona,” ucap sopir taksi membangunkan Gauri. “Saya tidak bisa masuk tanpa kartu akses. Apakah Nona punya?”Gauri terbangun. “Ya, punya. Tolong dekatkan taksinya ke para penjaga.”Sopir itu mengikuti perintah Gauri. Saat seorang penjaga mendekat, Gauri segera membuka kaca jendelanya.Penjaga tersebut membuka akses masuk untuknya setelah melihat siapa yang duduk di kursi belakang taksi. Wajah Gauri adalah akses masuk ke Rona Village yang paling efisien. Dia tidak perlu menggunakan kartu akses yang dimiliki oleh penghuni lain.Kedatangan Gauri kali ini mengingatkannya pada saat pertama kali dia menginjakkan kaki di sini. Bergas menyambut dengan senyum ramah, di
“Gauri, kamu harus menikah dengan saya,” ucap Ezra sambil berlutut di depan Gauri yang duduk manis di sebuah kursi. Pria itu juga memperlihatkan cincin berlian yang bersinar indah.Ezra mengajak Gauri makan malam di sebuah restoran mewah dengan pemandangan lampu gedung khas ibu kota. Seperti yang Gauri tebak, pria itu melamarnya di sana.Gauri tersenyum lalu menipiskan jarak dengan Ezra. Wanita cantik dengan gaun hitam itu mengelus rambut Ezra.“Bukankah kalimat itu seharusnya dikatakan tanpa unsur paksaan?” tanya Gauri lembut.“Saya tidak sedang memaksa,” sahut Ezra tersenyum palsu.Gauri meraba kotak perhiasan itu dan juga cincin di dalamnya. Perhiasan yang cantik dan siapa pun yang memakainya pasti akan merasa bangga.“Cincin itu diukir khusus untuk kamu. Satu-satunya di dunia, seperti kamu, Sayang,” ujar Ezra lagi karena Gauri tidak kunjung menjawab.Gauri tertawa pelan. Wanita itu menarik tangganya dan perlahan berd
“Kamu banyak berubah,” ucap Adam sambil menuangkan bir pada gelas sloki Gauri. Pria itu terlalu gengsi untuk mengatakan bahwa yang dia maksud berubah adalah mantan istrinya semakin cantik dan menawan.Gauri menghela napas. Sejak wanita itu berada dalam satu ruangan yang sama dengan Adam, dia merasa oksigen di ruangan ini berkurang.“Kamu juga,” balas Gauri sambil memandangi rahang tegas Adam yang ditumbuhi dengan bulu tipis, menambah kejantanannya.Adam memberikan gelas sloki yang terisi pada Gauri. “Sejak kapan kamu di Indonesia?”“Belum lama,” jawab Gauri sambil menerima gelas dari tangan Adam. Wanita itu mulai meminumnya, begitu pula dengan Adam.“Mengapa aku tidak mendapat kabar?” tanya Adam mulai menggunakan bahasa yang lebih santai. “Bahkan, sejak kamu memutuskan pergi.”Jantung Gauri berdegup kencang saat menemui tatapan yang sudah lama tidak dia jumpai itu. Adam masih memancarkan aura yang gelap, tetapi Gauri merasakan ad
“Ahh!” desah Gauri sambil memegang kepalanya.Rasa pusing dan sinar matahari yang menyengat membuat wanita cantik itu terbangun. Lalu, dia meraba ranjang di sekitarnya untuk mencari kenyamanan.Setelah beberapa menit mencoba menyesuaikan diri, Gauri membuka matanya. Dia mengerjapkan mata, sedikit memaksa supaya dia sadar sepenuhnya.“Kamu sudah bangun?” Suara seorang pria seketika membangunkan Gauri sepenuhnya.Gauri spontan menggerakan badannya untuk bangun. Lalu, wanita itu menoleh ke sumber suara. Jantungnya berdebar keras ketika melihat siapa yang ada di ruangan ini bersamanya.“M-mas Adam?” Gauri terperangah.Adam yang masih mengenakan pakaian kemarin malam, tengah berbaring di sofa panjang yang terletak di sebelah ranjang Gauri. Tubuh bagian bawahnya masih tertutup selimut dan wajahnya bengkak.Gauri segera membuang wajah. Ini pertama kalinya wanita itu melihat Adam bangun tidur. Rambut pria itu sedikit berantakan
“Mengapa menganggap ciuman itu sebagai kesalahan, Gauri? Bukankah itu yang kita tunggu selama ini?” Adam menambahkan sambil menyugar rambut dengan frustasi.Mata Adam mencoba menatap mata Gauri, tetapi wanita itu terus menghindar. Gauri tidak bisa membalas tatapan pria itu. Dia khawatir Adam akan langsung mengetahui segalanya.Amora berdeham. Menyadarkan Adam bahwa ada orang lain selain dirinya dan Gauri di koridor hotel itu. Saat melihat Amora, keinginan Adam untuk melenyapkan wanita yang menghancurkan hubungannya dengan Gauri itu tiba-tiba meningkat.“Kalian tidur bersama?” tanya Amora tersenyum masam. “Ini berita besar. Bukan begitu, Gauri?”Gauri yang berada di samping Adam langsung merasakan panasnya sindiran itu. Dia tahu, Amora tidak sekadar berbicara. Ucapan itu mengandung duri tajam yang diarahkan khusus pada Gauri.Tatapan Gauri mengeras, tetapi ia tetap berusaha menjaga ketenangannya. Seperti seorang pemain catur yang waspada pada setiap gerakan lawan, ia memperhatikan Amor
“Senang bisa bekerja denganmu lagi, Nona Gauri.” Amelia membungkukan badan saat menyapa Gauri di ruangan kerjanya yang baru.Meja dengan papan nama CEO Uno Rekayasa Industri itu kini sudah menjadi milik Gauri mulai hari ini. Wanita cantik yang baru saja selesai menghadiri rapat pengangkatannya, masih asyik memindai ke seluruh ruangan.Dengan memakai blazer dan rok sebatas lutut berwarna krem, Gauri terlihat sangat cantik dan pintar. Bukan hanya terlihat dari luar, Gauri memang memiliki kemampuan yang sesuai dengan visualnya.Pepatah yang mengatakan bahwa orang cantik biasanya bodoh, tidak berlaku untuk Gauri. Wanita itu bahkan meraih gelar lulusan S1 dan S2 terbaik pada usia 25 tahun setelah mengikuti program akselerasi di kampusnya.“Saya harap yang kali ini tidak mengecewakan, Amelia,” sahut Gauri menggunakan bahasa yang lebih formal daripada lima tahun lalu saat mereka sangat dekat.“Maaf, Nona,” ucap Amelia tidak membantah sedikit pun
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil