Aku terkejut dan langsung berdiri.Ayahku ingin langsung pergi mencari Zayn untuk meminta uang, mana boleh begini?Nenek masih dirawat di rumah sakit.Zayn sudah sangat membenciku dan Anto juga sangat membenci keluargaku, bagaimana ayahku masih bisa mengganggu mereka?Aku buru-buru membuka ponselku dan menelepon ayah.Aku menelepon beberapa kali berturut-turut, tetapi ayahku tidak menjawab.Aku pun menelepon ibuku.Begitu panggilan tersambung, ibuku menangis di sana.Dia berkata, "Audrey, kenapa kamu menelepon? Kamu juga sudah tahu kegagalan investasi ayahmu? Sekarang sulit sekali bicara dengan ayahmu, aku cuma mengatakan beberapa hal kepadanya dan dia ....""Bu, mana ayah? Ada di rumah tidak?" Aku buru-buru menyela ibuku dan bertanya dengan cemas.Ibuku menangis dan berkata, "Tadi saat masih ada di rumah dia membentakku, lalu bilang kakakmu dan kamu tidak berbakti. Juga bilang karena kamu tidak peduli padanya, dia akan pergi mencari caranya sendiri.""Pokoknya dia pergi dengan marah d
Zayn juga melihat ke arahku.Tatapan Zayn masih begitu dingin.Jantungku berdegup kencang. Aku membuang muka sambil menahan rasa sakit di lututku dan berjalan ke arah mereka sambil berpura-pura bersikap biasa."Audrey, kebetulan saja kamu datang. Cepat bicara dengan Zayn ....""Ayah!"Aku menyela ayah dengan suara rendah, kemudian menariknya dan berkata, "Kita akan membicarakan masalahmu nanti, pulanglah bersamaku dulu.""Aduh!" Ayahku menepis tanganku dan berkata dengan kesal, "Dibicarakan nanti apanya? Masalah ayah sangat mendesak! Kalau kamu tidak mau membantu ayah, pergi saja dan jangan menghalangi ayah untuk membicarakan bisnis dengan Zayn!"Dia berkata sambil mendorongku ke samping.Aku menatap Zayn dengan cemas.Zayn sedang menyalakan rokok dengan kepala tertunduk.Dia menghisap rokok dan bertanya kepada ayahku dengan tenang, "Ada apa? Katakanlah.""Itu, Zayn ...." Ayahku menggosok tangannya dengan wajah menyanjung, benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda dari sebelumnya
Ayahku langsung tersenyum padanya dan berkata, "Zayn, kali ini ayah bekerja sama dalam sebuah proyek besar, cuma agak kurang beruntung dan kehilangan sedikit uang di awal.""Begini, bisakah kamu memberi ayah 60 miliar dulu? Setelah mendapatkan uang, ayah akan membagi dividennya denganmu.""Ayah!"Aku menatap ayahku dengan tidak percaya.Dia jelas hanya kehilangan 14 miliar, tetapi dia malah meminta 60 miliar kepada Zayn.Dia anggap Zayn apa?Dari mana dia mendapatkan kepercayaan diri untuk berpikir Zayn akan memberinya uang dan meminta begitu banyak?"60 miliar ...."Zayn tersenyum dan bertanya pada ayahku, "Terus pada akhirnya berapa banyak yang bisa kamu bagikan denganku?"Ayahku tertegun sejenak, takut apa yang dia sebut 'dividen' barusan hanyalah omong kosong. Tidak disangka Zayn benar-benar menginginkan dividen tersebut.Ayahku berkata dengan ragu, "Ini ... aku tidak bisa memastikannya. Setelah proyek selesai, kami akan membaginya sesuai dengan keuntungan yang didapatkan. Pokoknya
Zayn menepis tangan ayahku sambil terkekeh dan tidak bisa menyembunyikan nada sinisnya, "Barusan putrimu juga bilang kalau aku cuma orang luar. Karena kalian bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, selesaikan saja sendiri dan jangan menggangguku lagi!""Dialah yang bicara kosong. Dia itu pemalu dan merasa sungkan untuk bicara denganmu, makanya dia menyebutmu orang luar.""Nyatanya meski kalian sudah bercerai, kamu tetaplah menantu terbaikku.""Meski kelak Audrey sudah menikah, pria itu sama sekali tidak sebaik kamu."Aku yang berada di samping benar-benar marah saat mendengar ini.Kukira ayah sudah menyadari penolakan Zayn dan tidak akan terus mengganggunya tidak peduli seberapa tidak tahu malunya dia.Siapa sangka dia akan menyanjung Zayn lagi?Aku masih ingat betapa ayahku meremehkan Zayn saat baru menikah. Dia juga bilang Zayn hanya beruntung bisa menikah denganku.Dia juga bilang kalau saja masalah seperti itu tidak terjadi, Zayn sama sekali tidak layak untuk membawakan sepatuku.Se
"Ayah!"Aku menatap ayahku dengan tidak percaya, benar-benar sulit untuk percaya ternyata ayahku akan mengatakan hal seperti itu.Aku adalah putri kandungnya, putri kesayangan yang pernah dia manjakan.Bagaimana dia bisa mengabaikan kehormatanku dan mengatakan hal seperti itu kepada Zayn? Apa bedanya ini dengan mempermalukanku?Akan tetapi, ayahku bersikap seolah tidak mendengar teriakanku. Dia berkata kepada Zayn dengan marah, "Tidak perlu bicarakan yang lain. Meskipun sekarang kamu dan putriku bukan suami istri, kamu juga harus memberikan bayaran untuk tidur dengan putriku. Aku tidak bilang ingin memintanya darimu, pinjam saja bisa, 'kan?"Aku sangat marah hingga seluruh tubuhku menggigil setelah mendengar ucapan ayahku dan air mata terus bercucuran.Zayn menatapku tanpa ekspresi, kemudian tersenyum pada ayahku dan berkata, "Dia juga tidak harus tidur denganku. Pilihan ada di tangannya.""Apa maksudmu, kamu ...."Sebelum ayahku menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Anto bergegas keluar
"Tidak mungkin!" Aku menyela ucapan ayahku dengan datar dan memperingatkannya, "Jangan pernah berpikir untuk mencarinya. Kalau kamu masih punya martabat dan harga diri, kita akan memikirkan caranya sendiri."Ayahku melirik ke arahku dan mendengus, "Lihat betapa cemasnya kamu. Aku juga tidak bilang ingin mencarinya.""Lebih baik tidak!"Aku mendengus dan menoleh ke dalam rumah sakit, sama sekali tidak memperhatikan kilatan gelap di mata ayahku.Aku berjalan perlahan dan tertatih menuju pintu rumah sakit, tetapi tidak berani masuk ke dalam.Tadi kudengar Anto bilang Nenek Hera telah keluar dari ruang gawat darurat, entah sekarang bagaimana kondisinya.Setelah berada di dalam ruang gawat darurat sekian lama, kuharap Nenek Hera baik-baik saja.Aku mengusap gelang rusak itu di dalam sakuku dan rasa sakit yang luar biasa menyelimuti hatiku lagi.Setelah apa yang terjadi dengan nenek dan gangguan dari ayahku yang tidak tahu malu, Zayn pasti semakin membenciku.Takutnya dia tidak mau bertemu d
Saat kakakku memberitahuku hal ini, kebetulan saja aku ingat dia bilang dia pernah menyewa rumah sebelumnya.Aku mengambil majalah yang dia berikan kepadaku dan bertanya, "Kak, bukankah kamu pernah menyewa rumah sebelumnya?"Kakakku tertegun sesaat dan mengangguk, "Iya, ada apa?""Apa rumahnya sudah dikembalikan? Aku ingin ....""Belum, kamu mau tinggal di sana?" Kakakku buru-buru bertanya dan menatapku dengan agak khawatir."Audrey, bukankah kamu tinggal bersama Zayn sebelumnya? Apa dia ... ingin mengusirmu?"Saat menyebut Zayn, hatiku pasti akan terasa agak sakit.Aku langsung tersenyum pada kakakku dan berkata, "Tidak, dia tidak mengusirku. Hanya saja kamu juga tahu kalau kami sudah bercerai dan sudah pasti tidak pantas untuk tinggal bersama lagi.""Sekarang aku sudah punya pekerjaan, aku cuma ingin menyewa rumah dan menjalani hidupku sendiri."Kakakku menghela napas lega, kemudian mengangguk dan berkata, "Baguslah kalau kamu bisa begini. Sebenarnya sejak awal kakak tidak setuju kal
Eh!Sepertinya kakakku sangat mencintai gadis itu.Akan tetapi, dia bahkan tidak memiliki nomor telepon gadis itu dan gadis itu tidak bilang kapan akan datang menemuinya.Mungkin dia datang menemui kerabatnya dan merasa kasihan saat melihat kakak sendirian, jadi dia pun datang mengunjunginya.Ck, sepertinya kakakku hanya berangan-angan dan gadis ini sama sekali tidak berpikiran seperti itu.Aku mengerucutkan bibirku dan bertanya pada kakak sambil berpikir, "Itu ... apa kamu tahu kalau dia punya pacar?""Tidak ada!" Kakakku menjawab dengan sangat tegas.Sudut bibirku berkedut, "Kamu juga tahu?""Dia sendiri yang memberitahuku."Eh, oke.Kalau gadis itu bilang dia lajang kepada kakak, kemungkinan besar 'cinta yang tidak pasti' ini masih bisa dilanjutkan.Aku menepuk pundak kakakku sambil tersenyum dan berkata, "Semangat, lain kali saat bertemu dengan gadis itu, pastikan untuk minta nomornya. Ya ampun, aku sangat menantikan seperti apa rupa calon kakak iparku.""Hust, berjodoh saja belum,
"Jadi ... apa yang kamu katakan barusan, berarti kamu ... suka aku?"Aku mencengkeram selimut erat-erat, dan pada saat dia berbalik, aku tanpa sadar bertanya.Sebenarnya, begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesalinya.Pertanyaan ini, yang tadi terus dia desak, aku selalu menghindarinya. Sudah bertekad untuk tidak menanyakannya.Ironisnya, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu justru keluar dengan begitu mudahnya.Pada akhirnya, hatiku masih belum cukup teguh, bukan begitu?Tubuh Zayn tampak terdiam sejenak.Dia tidak berbalik, suaranya yang dingin disertai sedikit ejekan terdengar, "Suka kamu? Apa itu mungkin?"Setelah dia mengatakan itu, dia pergi, langkah kakinya tanpa sedikit pun keraguan.Pintu luar ditutup olehnya dengan keras, menghasilkan suara yang cukup keras.Aku menundukkan kepala, tersenyum pahit dengan rasa sedih.Jadi, pertanyaan itu memang seharusnya tidak dilontarkan, 'kan?Mengingat bagaimana dia pergi dengan penuh emosi, aku mentertawakan diri sendiri. N
"Kenapa tidak bertanya?"Tangannya makin berlebihan, dengan cerdik memancing sarafku.Pelan-pelan, aku merasa wajahku mulai memanas. Tubuhnya yang tadinya dingin kini terasa seperti membara.Aku yang berada di pelukannya, meskipun saraf tegang, kakiku lemas, hampir tidak mampu berdiri.Aku mencengkeram kerah bajunya, seluruh tubuhku hanya ditopang oleh kekuatan di pinggangku.Dengan susah payah, aku membuka mulut, "Ti ... tidak ada alasan, aku ... aku memang mau tidur."Mata hitamnya yang dalam menatapku lekat-lekat, mendesakku terus-menerus, "Kita bicara dulu baru tidur. Ayo, katakan padaku, apa sebenarnya yang mau kamu tanyakan tadi?"Nada suara berat dan lembut itu, seolah membawa daya tarik tersendiri, menyeret hatiku ke jurang yang makin dalam.Aku melihat ke dalam matanya yang dalam, hatiku terus bergetar.Tubuhku melemah oleh sentuhannya yang lembut.Dengan hampir memohon, aku berkata kepadanya, "Bisakah kamu berhenti seperti ini? Topik tadi, aku benar-benar tidak mau bahas lagi
Dorin kembali berbicara denganku tentang beberapa hal sehari-hari, bahkan menanyakan tentang kondisi bayiku.Saat berbicara tentang bayi, aku perlahan melupakan kebingungan tadi.Aku memberitahukan Dorin bahwa sebelum perutku mulai terlihat besar, aku akan mencari kesempatan untuk meninggalkan Kota Jenara ini.Dia bilang saat itu nanti, filmnya juga sudah selesai, dan dia akan membantuku mencari jalan.Setelah mengobrol dengan Dorin, waktu sudah hampir pukul satu dini hari.Zayn belum juga kembali, atau mungkin, malam ini dia menemani Cindy di rumah sakit.Aku mematikan lampu dan masuk ke dalam selimut.Aku merasakan kasur suite presidensial yang besar dan lembut.Walau begitu, mungkin karena suasana hati yang tidak merasa aman, aku tidur dengan sangat gelisah.Aku terus-menerus terbangun beberapa kali, Dalam selang waktu belasan hingga dua puluh menit, aku selalu terbangun.Aku menghela napas dan mengambil ponsel sambil menggulir layarnya.Setelah sekitar setengah jam, mataku mulai te
Aku terpaku menatap wajah itu, sampai-sampai lupa bernapas.Pria itu mengenakan kostum tradisional. Terlihat alisnya yang tebal melengkung, matanya bersinar tajam, dengan rambut yang diikat tinggi dan dihias mahkota giok.Di bahunya tersampir mantel berbulu rubah, melengkapi wajahnya yang tampan luar biasa. Penampilannya memang memancarkan keanggunan tak tertandingi.Aku tertegun cukup lama sebelum akhirnya mengenali dia sebagai Arya.Melihat aku terpesona, Dorin di sampingku tertawa. "Audrey, kamu ini mata keranjang. Lihat pria tampan saja sampai matamu tidak bisa berpaling."Aku langsung memerah, lalu menatapnya dengan kesal, "Jangan asal bicara. Aku cuma butuh waktu untuk mengenali dia adalah Pak Arya.""Haha, Pak Arya memang tampan baik dalam kostum tradisional maupun pakaian modern. Tidak kalah dengan Zayn-mu, 'kan?"Arya tiba-tiba muncul di panggilan video kami. Suara Dorin masih terdengar di samping, tetapi sosoknya menghilang dari layar.Sekarang, di layar video hanya ada Arya,
"Maaf, Kak Zayn, aku ... aku selalu ganggu kalian. Maaf ...."Cindy berkata sambil air matanya terus mengalir.Tampangnya yang lemah dan menyedihkan itu jelas terlihat tidak dibuat-buat.Zayn terburu-buru menghiburnya, "Jangan berkata begitu. Kamu jatuh sakit, itu juga bukan keinginanmu.""Maaf, Kak Zayn ... ah, sakit sekali, Kak Zayn, dadaku sangat sakit. Apa yang harus kulakukan ...."Cindy menangis, tampak sangat kesakitan.Zayn segera menggendongnya dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang."Dia dengan tergesa-gesa menuju pintu lift.Setelah berjalan beberapa langkah, dia berbalik dengan gelisah menatapku, "Tunggu aku kembali."Aku menggigit bibir tanpa berkata apa-apa, tetapi hatiku terasa seperti ditusuk, sangat menyakitkan.Zayn menatapku dalam-dalam, lalu membawa Cindy masuk ke dalam lift.Sampai bayangan mereka menghilang di pintu lift, aku baru bisa memaksakan senyum kaku, dan air mata yang kutahan akhirnya jatuh juga.Saat itu, Henry tiba-
"Zayn, sebenarnya aku ....""Kak Zayn!"Aku baru saja membuka mulut ketika suara lembut nan manis tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.Tubuhku langsung membeku, dan getaran hati yang kurasakan tadi seketika menghilang tanpa jejak.Aku tersenyum pahit pada diriku sendiri.Bagaimana bisa aku lupa kalau ada Cindy?Barusan aku hampir saja kehilangan akal di bawah suara rendah dan lembut Zayn, hampir membuka hati padanya.Zayn tetap menatapku dengan dalam.Aku mendorong dadanya pelan, mengingatkannya dengan suara rendah, "Nona Cindy sudah datang.""Audrey!"Zayn mengerutkan alisnya dan dengan keras kepala berkata, "Jawab dulu pertanyaanku tadi!""Lalu, apa yang mau kamu dengar? Katakan saja."Aku menatapnya.Tatapan kami bertemu. Matanya gelap dan dalam, hingga akhirnya secara perlahan muncul secercah sikap dingin."Apa maksudmu?"Aku menundukkan kepala, berkata datar, "Tidak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang, apa pun jawaban yang mau Pak Zayn dengar, itulah yang akan kukatakan
Uh ....Henry berkata dengan kesal, "Baiklah, aku kalah bicara. Aku mau kembali ke kamar untuk tidur."Dia berbalik dan berjalan beberapa langkah, lalu sepertinya teringat sesuatu dan buru-buru menoleh, mengingatkan Zayn, "Jangan lupa belikan aku mantel kulit, ya.""Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu, beli sendiri."Mendengar itu, mata Henry membelalak, lalu segera memeriksa ponselnya.Beberapa saat kemudian, dia tertawa kecil, "Lumayan, lebih banyak dari yang kupikirkan. Nanti aku juga bawakan satu untukmu, ya.""Tidak perlu." Zayn menjawab dingin tanpa ekspresi.Henry melanjutkan, "Kalau begitu, aku bawakan untuk Audrey saja.""Tidak boleh!" Zayn memotong dengan dingin dua kata.Henry memonyongkan bibirnya, "Kalau tidak boleh, ya sudah. Uang lebihnya bisa kupakai beli yang lain."Setelah berkata demikian, dia langsung kabur ke kamarnya sendiri.Begitu Henry pergi, aku merasa suasana di sekitarku jadi agak menekan.Aku memegang tasku dan mundur dua langkah hingga punggungku meny
Aku segera memanggilnya, "Tuan Henry, tunggu sebentar."Henry tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahku, "Kenapa, Audrey?""Itu ... kamar aku di mana?"Henry tampak terkejut, "Bukankah ini kamar kamu?"Sambil berbicara, pandangannya jatuh pada tas yang kubawa, dan dia bertanya, "Kamu tidak mau tinggal di kamar ini? Ini adalah satu-satunya kamar suite presidensial yang aku pesan, kamar terbaik di hotel ini.""Tapi, ini kamar Zayn."Henry tertawa kecil, "Kamarnya dia 'kan sama saja dengan kamar kamu? Kalian dulu pasangan suami istri, hal-hal yang harus dilakukan juga sudah dilakukan, kenapa masih dipisah-pisah?"Melihatku mengerutkan kening, dia segera tertawa lagi, "Baiklah, aku tidak canda lagi.""Tapi, aku cuma pesan tiga kamar, kalau kamu tidak tinggal di kamar ini, mau tinggal di mana?""Kalau begitu, aku akan pesan kamar biasa saja."Henry buru-buru menghentikan aku, "Jangan repot-repot, ini hotel terbaik di daerah ini, sudah penuh sejak lama. Aku harus pesan jauh sebelumnya untuk d
Namun meskipun tidak disukai oleh Keluarga Hale sejak masih kecil, Zayn tetaplah Tuan Muda dari Keluarga Hale. Bagaimana bisa terlibat dengan seorang gadis desa?"Ya, dulu Cindy dari pedesaan. Zayn menjemputnya setelah bercerai denganmu."Setelah mendengar ini, aku merasakan kepedihan di hatiku.Terlepas Cindy adalah orang pedesaan atau bukan, Zayn menceraikan aku karena Cindy."Hei, Cindy sebenarnya cukup menyebalkan, sangat lemah bahkan tidak bisa teriak ataupun berbicara.""Pikiran dan perasaannya begitu aneh sehingga aku harus berhati-hati saat berbicara dengannya.""Aku benar-benar tidak tahu kenapa Zayn bersikeras bersikap baik padanya. Audrey, kamu jauh lebih baik darinya. "Henry berkata dengan ekspresi jijik.Aku menahan ketidaknyamanan di hatiku dan berkata sambil tersenyum tipis, "Setiap orang punya daya tarik masing-masing. Mungkin Zayn hanya menyukai yang itu.""Tidak ...." Henry mengerutkan kening dan berkata, "Menurutku Zayn belum tentu menyukai Cindy, tapi tidak bisa di