Tatapannya sangat dalam dan intens, seolah-olah ingin melahapku habis.Aku bergeser sedikit ke belakang dengan gugup, lalu berkata, "Kamu, kamu mandi saja, lalu ... tidur."Saat Zayn mendekat, beberapa kancing kemejanya sudah terbuka, memperlihatkan dada bidang yang kekar.Aku menelan ludah, mendongak menatapnya.Aku terlalu mengenal tatapan ini.Setiap kali dia berada dalam "mode buasnya," dia selalu menatapku seperti ini.Namun, saat ini aku sama sekali tidak ingin melakukan hal semacam itu dengannya.Lututku dan telapak tanganku masih terasa sakit dan bayangan sikapnya yang kasar dan kejam tadi siang masih menghantui pikiranku.Aku benar-benar tidak bisa melakukannya. Sebelumnya, kami baru saja bertengkar, apakah aku sekarang bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa lalu bermesraan dengannya?Saat aku masih kebingungan, Zayn sudah membungkuk, menindihku.Dia menopang tubuhnya dengan kedua tangannya di sisi tubuhku, menjebakku di kepala tempat tidur, matanya menatapku dalam-da
Namun, aku merasakan napasnya di dekat telingaku menjadi lebih berat.Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan.Aku berkata dengan serius, "Selama itu anakmu, tidak peduli, apa aku ataupun Cindy yang lahirkan, itu tetap cicit nenek. Jadi, biarkan Cindy yang lahirkan untuk kamu."Anak yang lahir dari pasangan yang saling mencintai adalah buah cinta, ditunggu-tunggu sejak awal kehamilan.Namun, anak yang lahir dari seseorang yang dia benci sepertiku, hanya akan dianggap anak haram, tidak pernah diharapkan.Zayn sedikit duduk tegak, tangannya mencengkeram bahuku, menatapku dingin."Jadi, kamu tidak mau lahirkan anak untuk aku?""Tidak mau."Melahirkan anak untuk apa? Agar dibenci olehnya?Nenek ingin menggendong cicit, itu urusan lain. Namun, bagaimana kalau anakku dibenci oleh ayah kandungnya sendiri, bahkan dicap sebagai anak haram?Aku lebih baik tidak melahirkan.Aku tidak akan membiarkan anakku lahir untuk menderita dan diperlakukan tidak adil.Zayn menatapku dengan pandangan tajam dan d
Aku mendengar dia berkata, "Tunggu sebentar, aku segera ke sana."Selesai berbicara, dia langsung bangkit dari tubuhku tanpa sedikit pun keraguan.Dia bahkan seolah-olah sudah melupakan keberadaanku, dengan buru-buru mengenakan pakaian dan keluar dari kamar tanpa menoleh sedikit pun.Pintu kamar tertutup dan ruangan ini langsung menjadi sangat sunyi.Aroma samar yang masih tertinggal, seprai yang berantakan, serta bekas-bekas memalukan di tubuhku, semuanya terasa seperti ejekan yang menyakitkan.Mataku terasa panas dan perih.Tak lama, air mata mulai memenuhi pelupuk mataku, membuat cahaya lampu terlihat buram dan kabur.Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air mata itu.Tidak ada gunanya menangis. Bukankah aku sudah tahu bahwa orang yang dia cintai adalah Cindy?Namun, aku masih tidak mengerti. Kalau dia begitu mencintai dan peduli pada Cindy, kenapa dia masih menyentuhku?Kenapa dia ingin aku melahirkan anak untuknya?Melahirkan itu menyakitkan dan merusak tubuh.Apakah di
Aku mengernyit, berjalan beberapa langkah, lalu membuka pintu."Ada apa?"Ibu tiri Zayn berjinjit, melongok ke belakangku, lalu mendengus sambil tertawa kecil, "Oh, jadi Zayn tidak ada di sini."Aku tidak menanggapinya.Dia memperhatikanku dari ujung kepala hingga kaki, lalu tertawa lagi dengan nada mengejek, "Hah, pakai baju seperti itu saja kamu tetap tidak bisa buat dia bertahan. Bisa dilihat betapa dia sangat benci kamu.""Cumanya anakku yang bodoh dan buta yang bisa jatuh cinta pada wanita sepertimu."Melihat ejekan di wajahnya, aku hanya merasa ironi yang sangat tajam.Aku masih ingat, dulu ketika aku dan Yosef sering bermain bersama, dia pernah membawaku untuk bertemu ibunya.Itu adalah wanita kaya yang sekarang berdiri di depanku ini.Saat itu, keluargaku masih menjadi salah satu keluarga terpandang di Kota Jenara dan dia melayaniku dengan sangat ramah.Dia memujiku cantik, memujiku dengan sopan, mengatakan berbagai hal baik tentangku.Bahkan dia mengatakan, kalau putranya bisa
Melihat situasinya, ini tampaknya bukan perangkap yang dibuat oleh ibu tiri untuk menjebakku.Sepertinya, benar-benar ada sesuatu yang berharga yang hilang dari Keluarga Hale.Mengingat hal ini, meskipun ibu tiri ini sangat membenciku dan menentang hubungan antara Yosef dan diriku, dia tidak perlu membuat rencana besar untuk menjebakku.Saat berpikir demikian, ibu tiri berjalan ke samping Tuan Anto, mencoba menenangkan dia, "Ah, suamiku, jangan khawatir, barang itu pasti tidak hilang di halaman ini. Kita cari dengan saksama, pasti bisa ditemukan."Lagi pula, meskipun barang itu dicuri, orangnya masih ada di sini, kita bisa periksa satu per satu."Mendengar kata-katanya, barang yang hilang sepertinya sangat berharga.Aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya kepada pelayan di sampingku, "Apa sebenarnya yang hilang?"Pelayan itu menggelengkan kepala, "Aku juga tidak tahu, tapi aku dengar itu adalah barang milik nenek."Barang milik nenek?Aku tanpa sadar meraba gelang giok di lenganku,
Wanita itu berkata sambil menyilangkan tangan di depan dada dan berjalan ke arahku dengan wajah sinis, "Ck, ck, ck ... tidak kusangka keluargamu akan berada di dalam kondisi yang sangat terpuruk sampai akan melakukan hal-hal licik.""Tidak!" Aku menatapnya dan Anto sebelum berkata dengan tenang, "Ini pemberian Nenek. Kalau tidak percaya, kalian bisa bertanya padanya atau Zayn."Bagaimanapun, Zayn juga tahu tentang gelang itu dan masih menyuruhku untuk menyimpannya dengan baik, jadi aku tidak merasa terlalu cemas.Akan tetapi, aku masih merasa sangat aneh.Jelas-jelas nenek yang memberikannya kepadaku, mengapa nenek bilang dia kehilangan gelangnya?Aku menunduk dan kecurigaan yang mengerikan dan menyedihkan samar-samar muncul di dalam hatiku.Semoga saja tidak seperti yang kupikirkan.Anto segera menyuruh seseorang untuk mengundang Nenek Hera kemari.Setelah beberapa saat, Nenek Hera berjalan mendekat dengan tongkat dan bantuan seorang pelayan."Sudah ketemu? Kalian sudah menemukan gela
Aku mendorong Nenek Hera menjauh.Aku tentu saja tidak mendorongnya dengan kuat. Lagi pula, dia adalah seorang wanita tua berusia lebih dari 60 tahun.Nenek Hera mundur beberapa langkah.Anto buru-buru mendukungnya dan menatapku dengan tatapan dingin, "Audrey, jaga sikapmu!"Plak!Lalu, wanita itu menamparku.Dia mencibir ke arahku, "Sudah mencuri barang Nyonya Hera, beraninya kamu mendorongnya!"Aku menutupi wajahku yang merah dan bengkak sambil menatapnya dengan dingin.Dia mendengus ke arahku, "Tidak ada gunanya kamu melihatku seperti itu. Biar kuberitahu, Yosef sudah pergi setelah jamuan makan. Jangan berharap dia akan muncul untuk melindungimu.""Benar, tidak tahu malu. Suka merayu pria di mana-mana dan sekarang dia berani mencuri gelang Nyonya Hera!""Kulihat keluarga mereka sudah terpuruk hingga menjadi tergila-gila pada uang sampai datang untuk mencuri!""Konyol sekali, dia benar-benar meremehkan Tuan Muda sebelumnya. Memang harus membiarkan Tuan Muda melihat betapa liciknya di
Seluruh tubuhku menggigil, entah apakah aku yang terlalu kedinginan atau terlalu marah.Aku menatapnya dengan marah dan berteriak kepadanya, "Aku sudah menghancurkannya! Kalian semua pembohong, pembohong!""Zayn, kalau kamu membenciku, bunuh saja aku! Menyenangkan sekali mempermainkanku dengan nenekmu seperti ini, ya!?""Kamu dan nenekmu sangat ahli dalam berakting! Cara akting kalian benar-benar menjijikkan!""Audrey!" Zayn menggertakkan gigi dan meneriakkan namaku dengan raut wajah kejam seolah ingin mencabik-cabikku.Tidak masalah, benar-benar tidak masalah.Aku sama sekali tidak takut. Hal terburuk yang akan dia lakukan adalah membunuhku.Aku berteriak padanya dengan penuh kebencian, "Kamu dan nenekmu sangat hebat dalam berakting! Yang satu bilang gelang itu adalah warisan leluhur dan memberikannya kepadaku, juga bilang dia menyukaiku si cucu menantunya.""Yang lainnya berpura-pura mengancamku dan memperingatkanku kalau aku harus menyimpan gelang itu.""Tapi ternyata itu adalah jeb
"Jadi ... apa yang kamu katakan barusan, berarti kamu ... suka aku?"Aku mencengkeram selimut erat-erat, dan pada saat dia berbalik, aku tanpa sadar bertanya.Sebenarnya, begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesalinya.Pertanyaan ini, yang tadi terus dia desak, aku selalu menghindarinya. Sudah bertekad untuk tidak menanyakannya.Ironisnya, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu justru keluar dengan begitu mudahnya.Pada akhirnya, hatiku masih belum cukup teguh, bukan begitu?Tubuh Zayn tampak terdiam sejenak.Dia tidak berbalik, suaranya yang dingin disertai sedikit ejekan terdengar, "Suka kamu? Apa itu mungkin?"Setelah dia mengatakan itu, dia pergi, langkah kakinya tanpa sedikit pun keraguan.Pintu luar ditutup olehnya dengan keras, menghasilkan suara yang cukup keras.Aku menundukkan kepala, tersenyum pahit dengan rasa sedih.Jadi, pertanyaan itu memang seharusnya tidak dilontarkan, 'kan?Mengingat bagaimana dia pergi dengan penuh emosi, aku mentertawakan diri sendiri. N
"Kenapa tidak bertanya?"Tangannya makin berlebihan, dengan cerdik memancing sarafku.Pelan-pelan, aku merasa wajahku mulai memanas. Tubuhnya yang tadinya dingin kini terasa seperti membara.Aku yang berada di pelukannya, meskipun saraf tegang, kakiku lemas, hampir tidak mampu berdiri.Aku mencengkeram kerah bajunya, seluruh tubuhku hanya ditopang oleh kekuatan di pinggangku.Dengan susah payah, aku membuka mulut, "Ti ... tidak ada alasan, aku ... aku memang mau tidur."Mata hitamnya yang dalam menatapku lekat-lekat, mendesakku terus-menerus, "Kita bicara dulu baru tidur. Ayo, katakan padaku, apa sebenarnya yang mau kamu tanyakan tadi?"Nada suara berat dan lembut itu, seolah membawa daya tarik tersendiri, menyeret hatiku ke jurang yang makin dalam.Aku melihat ke dalam matanya yang dalam, hatiku terus bergetar.Tubuhku melemah oleh sentuhannya yang lembut.Dengan hampir memohon, aku berkata kepadanya, "Bisakah kamu berhenti seperti ini? Topik tadi, aku benar-benar tidak mau bahas lagi
Dorin kembali berbicara denganku tentang beberapa hal sehari-hari, bahkan menanyakan tentang kondisi bayiku.Saat berbicara tentang bayi, aku perlahan melupakan kebingungan tadi.Aku memberitahukan Dorin bahwa sebelum perutku mulai terlihat besar, aku akan mencari kesempatan untuk meninggalkan Kota Jenara ini.Dia bilang saat itu nanti, filmnya juga sudah selesai, dan dia akan membantuku mencari jalan.Setelah mengobrol dengan Dorin, waktu sudah hampir pukul satu dini hari.Zayn belum juga kembali, atau mungkin, malam ini dia menemani Cindy di rumah sakit.Aku mematikan lampu dan masuk ke dalam selimut.Aku merasakan kasur suite presidensial yang besar dan lembut.Walau begitu, mungkin karena suasana hati yang tidak merasa aman, aku tidur dengan sangat gelisah.Aku terus-menerus terbangun beberapa kali, Dalam selang waktu belasan hingga dua puluh menit, aku selalu terbangun.Aku menghela napas dan mengambil ponsel sambil menggulir layarnya.Setelah sekitar setengah jam, mataku mulai te
Aku terpaku menatap wajah itu, sampai-sampai lupa bernapas.Pria itu mengenakan kostum tradisional. Terlihat alisnya yang tebal melengkung, matanya bersinar tajam, dengan rambut yang diikat tinggi dan dihias mahkota giok.Di bahunya tersampir mantel berbulu rubah, melengkapi wajahnya yang tampan luar biasa. Penampilannya memang memancarkan keanggunan tak tertandingi.Aku tertegun cukup lama sebelum akhirnya mengenali dia sebagai Arya.Melihat aku terpesona, Dorin di sampingku tertawa. "Audrey, kamu ini mata keranjang. Lihat pria tampan saja sampai matamu tidak bisa berpaling."Aku langsung memerah, lalu menatapnya dengan kesal, "Jangan asal bicara. Aku cuma butuh waktu untuk mengenali dia adalah Pak Arya.""Haha, Pak Arya memang tampan baik dalam kostum tradisional maupun pakaian modern. Tidak kalah dengan Zayn-mu, 'kan?"Arya tiba-tiba muncul di panggilan video kami. Suara Dorin masih terdengar di samping, tetapi sosoknya menghilang dari layar.Sekarang, di layar video hanya ada Arya,
"Maaf, Kak Zayn, aku ... aku selalu ganggu kalian. Maaf ...."Cindy berkata sambil air matanya terus mengalir.Tampangnya yang lemah dan menyedihkan itu jelas terlihat tidak dibuat-buat.Zayn terburu-buru menghiburnya, "Jangan berkata begitu. Kamu jatuh sakit, itu juga bukan keinginanmu.""Maaf, Kak Zayn ... ah, sakit sekali, Kak Zayn, dadaku sangat sakit. Apa yang harus kulakukan ...."Cindy menangis, tampak sangat kesakitan.Zayn segera menggendongnya dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang."Dia dengan tergesa-gesa menuju pintu lift.Setelah berjalan beberapa langkah, dia berbalik dengan gelisah menatapku, "Tunggu aku kembali."Aku menggigit bibir tanpa berkata apa-apa, tetapi hatiku terasa seperti ditusuk, sangat menyakitkan.Zayn menatapku dalam-dalam, lalu membawa Cindy masuk ke dalam lift.Sampai bayangan mereka menghilang di pintu lift, aku baru bisa memaksakan senyum kaku, dan air mata yang kutahan akhirnya jatuh juga.Saat itu, Henry tiba-
"Zayn, sebenarnya aku ....""Kak Zayn!"Aku baru saja membuka mulut ketika suara lembut nan manis tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.Tubuhku langsung membeku, dan getaran hati yang kurasakan tadi seketika menghilang tanpa jejak.Aku tersenyum pahit pada diriku sendiri.Bagaimana bisa aku lupa kalau ada Cindy?Barusan aku hampir saja kehilangan akal di bawah suara rendah dan lembut Zayn, hampir membuka hati padanya.Zayn tetap menatapku dengan dalam.Aku mendorong dadanya pelan, mengingatkannya dengan suara rendah, "Nona Cindy sudah datang.""Audrey!"Zayn mengerutkan alisnya dan dengan keras kepala berkata, "Jawab dulu pertanyaanku tadi!""Lalu, apa yang mau kamu dengar? Katakan saja."Aku menatapnya.Tatapan kami bertemu. Matanya gelap dan dalam, hingga akhirnya secara perlahan muncul secercah sikap dingin."Apa maksudmu?"Aku menundukkan kepala, berkata datar, "Tidak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang, apa pun jawaban yang mau Pak Zayn dengar, itulah yang akan kukatakan
Uh ....Henry berkata dengan kesal, "Baiklah, aku kalah bicara. Aku mau kembali ke kamar untuk tidur."Dia berbalik dan berjalan beberapa langkah, lalu sepertinya teringat sesuatu dan buru-buru menoleh, mengingatkan Zayn, "Jangan lupa belikan aku mantel kulit, ya.""Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu, beli sendiri."Mendengar itu, mata Henry membelalak, lalu segera memeriksa ponselnya.Beberapa saat kemudian, dia tertawa kecil, "Lumayan, lebih banyak dari yang kupikirkan. Nanti aku juga bawakan satu untukmu, ya.""Tidak perlu." Zayn menjawab dingin tanpa ekspresi.Henry melanjutkan, "Kalau begitu, aku bawakan untuk Audrey saja.""Tidak boleh!" Zayn memotong dengan dingin dua kata.Henry memonyongkan bibirnya, "Kalau tidak boleh, ya sudah. Uang lebihnya bisa kupakai beli yang lain."Setelah berkata demikian, dia langsung kabur ke kamarnya sendiri.Begitu Henry pergi, aku merasa suasana di sekitarku jadi agak menekan.Aku memegang tasku dan mundur dua langkah hingga punggungku meny
Aku segera memanggilnya, "Tuan Henry, tunggu sebentar."Henry tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahku, "Kenapa, Audrey?""Itu ... kamar aku di mana?"Henry tampak terkejut, "Bukankah ini kamar kamu?"Sambil berbicara, pandangannya jatuh pada tas yang kubawa, dan dia bertanya, "Kamu tidak mau tinggal di kamar ini? Ini adalah satu-satunya kamar suite presidensial yang aku pesan, kamar terbaik di hotel ini.""Tapi, ini kamar Zayn."Henry tertawa kecil, "Kamarnya dia 'kan sama saja dengan kamar kamu? Kalian dulu pasangan suami istri, hal-hal yang harus dilakukan juga sudah dilakukan, kenapa masih dipisah-pisah?"Melihatku mengerutkan kening, dia segera tertawa lagi, "Baiklah, aku tidak canda lagi.""Tapi, aku cuma pesan tiga kamar, kalau kamu tidak tinggal di kamar ini, mau tinggal di mana?""Kalau begitu, aku akan pesan kamar biasa saja."Henry buru-buru menghentikan aku, "Jangan repot-repot, ini hotel terbaik di daerah ini, sudah penuh sejak lama. Aku harus pesan jauh sebelumnya untuk d
Namun meskipun tidak disukai oleh Keluarga Hale sejak masih kecil, Zayn tetaplah Tuan Muda dari Keluarga Hale. Bagaimana bisa terlibat dengan seorang gadis desa?"Ya, dulu Cindy dari pedesaan. Zayn menjemputnya setelah bercerai denganmu."Setelah mendengar ini, aku merasakan kepedihan di hatiku.Terlepas Cindy adalah orang pedesaan atau bukan, Zayn menceraikan aku karena Cindy."Hei, Cindy sebenarnya cukup menyebalkan, sangat lemah bahkan tidak bisa teriak ataupun berbicara.""Pikiran dan perasaannya begitu aneh sehingga aku harus berhati-hati saat berbicara dengannya.""Aku benar-benar tidak tahu kenapa Zayn bersikeras bersikap baik padanya. Audrey, kamu jauh lebih baik darinya. "Henry berkata dengan ekspresi jijik.Aku menahan ketidaknyamanan di hatiku dan berkata sambil tersenyum tipis, "Setiap orang punya daya tarik masing-masing. Mungkin Zayn hanya menyukai yang itu.""Tidak ...." Henry mengerutkan kening dan berkata, "Menurutku Zayn belum tentu menyukai Cindy, tapi tidak bisa di