Lauren sangat membenci Lydia di dalam hati, tetapi dia khawatir dengan informasi mengenainya yang dimiliki wanita ini, jadi dia tidak berani marah secara terang-terangan.“Pengalamanku dalam memimpin sebuah tim nggak kalah bagusnya dengan pengalaman orang lain. Kinerjaku termasuk yang terbaik di antara para manajer senior. Bu Lydia, apa Ibu masih marah dengan apa yang terjadi waktu itu?”Lauren jelas tidak senang.Lydia menunduk dan tersenyum. “Itu nggak benar. Aku ingat Bu Lauren pernah meremehkan kerja sama dengan Julist Group sebelumnya. Sikapmu akan memengaruhi suasana kerja sama, jadi ….”“Tentu saja aku akan menuruti keputusan perusahaan,” kata Lauren cepat-cepat.Lydia tersenyum bijaksana dan berkata, “Daftar namanya sudah diserahkan ke dewan direksi. Sayangnya nggak bisa diganti lagi. Lain kali saja kalau ada kesempatan lagi.”Dia sudah mulai mengemasi barang-barangnya, mengira dia sudah “mengusir” tamunya itu dengan jelas.Lauren menggertakkan gigi dan berkata, “Akan ada solus
Lydia menjadi tidak senang sejak mengetahui bahwa Dylan yang akan secara pribadi bertanggung jawab atas proyek tersebut. Dia tidak ingin berhubungan dengan pria itu, tetapi bertemu dan berbicara selama kerja sama tidak dapat dihindari.Itu sangat menjengkelkan.Keesokan paginya, Lydia langsung pergi ke kantor Julist Group bersama timnya. Kevin sudah menyiapkan semuanya dan membawanya langsung untuk mengunjungi ruang penelitian.Ada hasil penelitian terbaru di ruang penelitian, dan mereka dapat merasakan kemajuan eksperimennya secara nyata.Sebelum mereka sampai di pintu, Lydia sedang mengobrol dan bercanda dengan Kevin. Dia tidak menyadari ada sesuatu yang kecil yang muncul di depannya dan bergerak mengarah padanya. Orang di belakangnya berseru, “Hati-hati ….”Jika diperhatikan lebih dekat, ternyata adalah seekor harimau gemuk yang telinganya runcing. Bahkan kumis di kedua sisinya wajahnya terlalu kecil dan lucu. Badannya berbulu tebal dari ujung kepala sampai ujung kaki. Selain keliha
Pria itu sudah punya persiapan sejak awal. Dia melepas bajunya tanpa merasa malu, memperlihatkan dadanya, dan melakukan pose yang disuruh. Lydia adalah satu-satunya wanita di antara begitu banyak orang. Dia tertegun melihatnya. Wajahnya memanas dan memerah, dan dia cepat-cepat menatap Kevin.“Ini ….”“Untuk mengembangkan simulasi kecerdasan yang berbeda sesuai dengan preferensi yang dimanusiakan. Kami sedang mengumpulkan sampel kebugaran fisik yang berbeda.”Kevin memberikan perkenalan singkat, dan Lydia mengerti.Ini benar-benar pekerjaan yang menyenangkan.Asisten Kevin tiba-tiba masuk dengan terburu-buru dan membisikkan beberapa patah kata kepada Kevin. Raut muka Kevin menjadi serius, dan dia menatap Lydia.“Bu Lydia tetap di sini dan bantu berjaga sebentar. Orang-orang lain akan kubawa. Kalian semua, ikut aku.” Begitu dia berkata seperti itu, semua orang segera mengikutinya keluar.Lydia tetap disana dengan ekspresi tercengang. Dia menyentuh “harimau” di pelukannya itu dan berkatan
Lydia sudah lama memblokir Dylan, sehingga dia tidak memiliki kontak pria itu sama sekali. Dia tidak menyangka akan melihat nama pria itu di postingan Thomas. Lingkaran pertemanan mereka ternyata memang tidak sebesar itu.Komentar Dylan adalah, “Meniru orang lain, tapi hasilnya sangat berbeda.”Tidak terlalu menyakiti hati orang, tapi sangat menghina!Thomas sangat marah hingga memaki puluhan kali di bawah komentar pria itu, tapi Dylan tidak bergeming lagi. Perang berakhir.Lydia memutar matanya seolah tidak bisa berkata-kata. “Thomas nggak ada kerjaan lagi, ya?”“Dia sangat tertarik padamu. Semua orang bisa melihatnya. Bagaimana kalau kamu memberinya kesempatan? Sebaiknya kamu menggunakan kesempatan ini untuk membuat Dylan kesal...”“Aku nggak akan menyukai teman sendiri. Kalau aku suka padanya, aku sudah menerimanya sejak awal. Jangan beromong kosong!”Lydia mengerutkan kening, berpikir pasti ada cara untuk menghadapi Thomas. “Kalau begitu, jangan dipikirkan lagi, deh. Aku sedang me
Monika pergi dengan malu dan marah. Gabrielle segera mengambil kartu itu dan melihat sekeliling dengan heran. “Kok kamu bisa punya kartu ini?”Lydia mengerucutkan bibirnya dan berkata, “Kakak ketigaku memberikannya kpadaku pada ulang tahunku yang kedelapan belas. Dia menyuruhku membawa kartu itu saat aku keluar. Aku nggak menyangka kartu itu benar-benar berfungsi.”“Mengapa Tuhan nggak memberiku kakak ketiga?” Gabrielle mengangkat kepalanya dan menghadap ke langit-langit karena iri.Lydia tersenyum dan menyerahkan kartu itu pada Gabrielle, “Kalau kamu suka, untukmu saja.”“Nggak boleh. Kartu ini disertifikasi seumur hidup. Kalau diberikan ke orang lain, jadi nggak valid. Kamu saja yang menyimpannya. Kamu dapat membelikan barang untukku kalau aku menyukainya.”Lydia mengangguk. Begitu juga boleh.Setelah membeli kalung itu, Gabrielle dengan senang hati mengajak temannya itu lanjut berbelanja sebentar, sebelum akhirnya pulang.Lydia kembali ke kantor dengan suasana hati yang baik. Lauren
Ruangan itu seketika menjadi heboh. Mata semua orang tertuju pada Lydia.Brandon memandangnya dengan bingung dan berkata, “Kamu mau itu untuk apa?”Lydia mengerutkan bibirnya dan berkata, “Kelihatannya cukup bagus, bukan?”“Aku nggak merasa begitu.”Apa bagusnya pipa rokok yang kelihatannya biasa saja?Lydia melihat mata Erika dan Monika terfokus padanya. Dia tersenyum tipis dan memandang ke arah mereka tanpa menghindar.Mereka berdua jelas terkejut. Mereka tahu bahwa dia mengenali pipa giok itu.Saat Erika meminta Lydia membersihkan balai leluhur sendirian di malam hari, wanita itu sengaja mengeluarkan pipa rokok tersebut, tidak menaruhnya di brankas dan hanya menaruhnya di rak yang tinggi, dengan harapan Lydia akan “tidak sengaja” memecahkan pipa giok tersebut, sehingga diusir dari rumah keluarga Tansen. Namun, wanita itu tidak menyangka Lydia bahkan tidak menyentuhnya.Kalau bukan karena di balai leluhur itu ada kamera CCTV, Erika rasanya ingin sekali memecahkan benda itu dan menudu
Staf di berada di samping meletakkan barang itu dengan sopan di depan Lydia. Lydia mengangkat barang itu dan melihatnya. Ada bintik merah kecil pada dasar pipa. Memang bagus. Barang ini asli.“Terima kasih,” kata Lydia kepada staf itu.Dia benar-benar mengabaikan dua orang yang berdiri di dekat sana. Erika tidak dapat menahannya lagi, mendengus dingin dan berkata, “Lydia, apa matamu ada di kaki? Kamu bahkan nggak bisa bersikap sopan ketika bertemu dengan yang lebih tua?”Memangnya bagaimana mereka memperlakukannya dulu? Mereka bahkan tidak memperlakukannya sebagai orang yang lebih muda, dan sekarang malah berlagak seperti orang yang lebih tua?Lydia mengerjapkan matanya dan mengangkat alisnya. “Oh, Bu Erika ada di sini. Kebetulan sekali.”Apa yang dia katakan itu bisa membuat orang marah setengah mati.Wajah Erika memerah karena marah. “Kamu benar-benar melawanku, ya. Kamu sudah nggak menghormatiku lagi mentang-mentang sudah punya pendukung? Jangan lupa, aku ini ibu mertuamu!”Sebelum
Melihat orang itu datang, mata Erika langsung memerah. Dia segera menghampiri orang itu dengan bersemangat dan memanggil, “Dylan ….”“Kak, Lydia yang merebut pipa rokok itu. Itu barang kesayangan Kakek. Kalau Kakek nggak menemukannya, gawat nanti!” ucap Monika dengan panik.Dylan berdiri di depan pintu. Tubuhnya sebagian terkena sinar lampu, dan sebagian lagi berada di kegelapan. Dia tinggi dan tampan, memandang orang-orang di ruangan itu dengan mata yang dalam dan dingin.“Diam! Berani sekali kamu mencuri barang Kakek?” ujarnya dengan kasar, memarahi Monika.Monika sangat ketakutan, tubuhnya sampai gemetaran. Dia berdiri di belakang Erika, tidak berani mengangkat kepalanya.Orang yang bertanggung jawab atas acara tersebut berdiri di belakangnya. Orang itu berdiri di sana dengan takut-takut dan melirik ke arah staf di samping. “Apa semua prosedur sudah selesai?”“Iya, semuanya sudah selesai,” jawab staf itu dengan hati-hati.Semuanya sudah beres. Lydia tidak takut apa pun. Pokoknya, ba