Lydia menjadi tidak senang sejak mengetahui bahwa Dylan yang akan secara pribadi bertanggung jawab atas proyek tersebut. Dia tidak ingin berhubungan dengan pria itu, tetapi bertemu dan berbicara selama kerja sama tidak dapat dihindari.Itu sangat menjengkelkan.Keesokan paginya, Lydia langsung pergi ke kantor Julist Group bersama timnya. Kevin sudah menyiapkan semuanya dan membawanya langsung untuk mengunjungi ruang penelitian.Ada hasil penelitian terbaru di ruang penelitian, dan mereka dapat merasakan kemajuan eksperimennya secara nyata.Sebelum mereka sampai di pintu, Lydia sedang mengobrol dan bercanda dengan Kevin. Dia tidak menyadari ada sesuatu yang kecil yang muncul di depannya dan bergerak mengarah padanya. Orang di belakangnya berseru, “Hati-hati ….”Jika diperhatikan lebih dekat, ternyata adalah seekor harimau gemuk yang telinganya runcing. Bahkan kumis di kedua sisinya wajahnya terlalu kecil dan lucu. Badannya berbulu tebal dari ujung kepala sampai ujung kaki. Selain keliha
Pria itu sudah punya persiapan sejak awal. Dia melepas bajunya tanpa merasa malu, memperlihatkan dadanya, dan melakukan pose yang disuruh. Lydia adalah satu-satunya wanita di antara begitu banyak orang. Dia tertegun melihatnya. Wajahnya memanas dan memerah, dan dia cepat-cepat menatap Kevin.“Ini ….”“Untuk mengembangkan simulasi kecerdasan yang berbeda sesuai dengan preferensi yang dimanusiakan. Kami sedang mengumpulkan sampel kebugaran fisik yang berbeda.”Kevin memberikan perkenalan singkat, dan Lydia mengerti.Ini benar-benar pekerjaan yang menyenangkan.Asisten Kevin tiba-tiba masuk dengan terburu-buru dan membisikkan beberapa patah kata kepada Kevin. Raut muka Kevin menjadi serius, dan dia menatap Lydia.“Bu Lydia tetap di sini dan bantu berjaga sebentar. Orang-orang lain akan kubawa. Kalian semua, ikut aku.” Begitu dia berkata seperti itu, semua orang segera mengikutinya keluar.Lydia tetap disana dengan ekspresi tercengang. Dia menyentuh “harimau” di pelukannya itu dan berkatan
Lydia sudah lama memblokir Dylan, sehingga dia tidak memiliki kontak pria itu sama sekali. Dia tidak menyangka akan melihat nama pria itu di postingan Thomas. Lingkaran pertemanan mereka ternyata memang tidak sebesar itu.Komentar Dylan adalah, “Meniru orang lain, tapi hasilnya sangat berbeda.”Tidak terlalu menyakiti hati orang, tapi sangat menghina!Thomas sangat marah hingga memaki puluhan kali di bawah komentar pria itu, tapi Dylan tidak bergeming lagi. Perang berakhir.Lydia memutar matanya seolah tidak bisa berkata-kata. “Thomas nggak ada kerjaan lagi, ya?”“Dia sangat tertarik padamu. Semua orang bisa melihatnya. Bagaimana kalau kamu memberinya kesempatan? Sebaiknya kamu menggunakan kesempatan ini untuk membuat Dylan kesal...”“Aku nggak akan menyukai teman sendiri. Kalau aku suka padanya, aku sudah menerimanya sejak awal. Jangan beromong kosong!”Lydia mengerutkan kening, berpikir pasti ada cara untuk menghadapi Thomas. “Kalau begitu, jangan dipikirkan lagi, deh. Aku sedang me
Monika pergi dengan malu dan marah. Gabrielle segera mengambil kartu itu dan melihat sekeliling dengan heran. “Kok kamu bisa punya kartu ini?”Lydia mengerucutkan bibirnya dan berkata, “Kakak ketigaku memberikannya kpadaku pada ulang tahunku yang kedelapan belas. Dia menyuruhku membawa kartu itu saat aku keluar. Aku nggak menyangka kartu itu benar-benar berfungsi.”“Mengapa Tuhan nggak memberiku kakak ketiga?” Gabrielle mengangkat kepalanya dan menghadap ke langit-langit karena iri.Lydia tersenyum dan menyerahkan kartu itu pada Gabrielle, “Kalau kamu suka, untukmu saja.”“Nggak boleh. Kartu ini disertifikasi seumur hidup. Kalau diberikan ke orang lain, jadi nggak valid. Kamu saja yang menyimpannya. Kamu dapat membelikan barang untukku kalau aku menyukainya.”Lydia mengangguk. Begitu juga boleh.Setelah membeli kalung itu, Gabrielle dengan senang hati mengajak temannya itu lanjut berbelanja sebentar, sebelum akhirnya pulang.Lydia kembali ke kantor dengan suasana hati yang baik. Lauren
Ruangan itu seketika menjadi heboh. Mata semua orang tertuju pada Lydia.Brandon memandangnya dengan bingung dan berkata, “Kamu mau itu untuk apa?”Lydia mengerutkan bibirnya dan berkata, “Kelihatannya cukup bagus, bukan?”“Aku nggak merasa begitu.”Apa bagusnya pipa rokok yang kelihatannya biasa saja?Lydia melihat mata Erika dan Monika terfokus padanya. Dia tersenyum tipis dan memandang ke arah mereka tanpa menghindar.Mereka berdua jelas terkejut. Mereka tahu bahwa dia mengenali pipa giok itu.Saat Erika meminta Lydia membersihkan balai leluhur sendirian di malam hari, wanita itu sengaja mengeluarkan pipa rokok tersebut, tidak menaruhnya di brankas dan hanya menaruhnya di rak yang tinggi, dengan harapan Lydia akan “tidak sengaja” memecahkan pipa giok tersebut, sehingga diusir dari rumah keluarga Tansen. Namun, wanita itu tidak menyangka Lydia bahkan tidak menyentuhnya.Kalau bukan karena di balai leluhur itu ada kamera CCTV, Erika rasanya ingin sekali memecahkan benda itu dan menudu
Staf di berada di samping meletakkan barang itu dengan sopan di depan Lydia. Lydia mengangkat barang itu dan melihatnya. Ada bintik merah kecil pada dasar pipa. Memang bagus. Barang ini asli.“Terima kasih,” kata Lydia kepada staf itu.Dia benar-benar mengabaikan dua orang yang berdiri di dekat sana. Erika tidak dapat menahannya lagi, mendengus dingin dan berkata, “Lydia, apa matamu ada di kaki? Kamu bahkan nggak bisa bersikap sopan ketika bertemu dengan yang lebih tua?”Memangnya bagaimana mereka memperlakukannya dulu? Mereka bahkan tidak memperlakukannya sebagai orang yang lebih muda, dan sekarang malah berlagak seperti orang yang lebih tua?Lydia mengerjapkan matanya dan mengangkat alisnya. “Oh, Bu Erika ada di sini. Kebetulan sekali.”Apa yang dia katakan itu bisa membuat orang marah setengah mati.Wajah Erika memerah karena marah. “Kamu benar-benar melawanku, ya. Kamu sudah nggak menghormatiku lagi mentang-mentang sudah punya pendukung? Jangan lupa, aku ini ibu mertuamu!”Sebelum
Melihat orang itu datang, mata Erika langsung memerah. Dia segera menghampiri orang itu dengan bersemangat dan memanggil, “Dylan ….”“Kak, Lydia yang merebut pipa rokok itu. Itu barang kesayangan Kakek. Kalau Kakek nggak menemukannya, gawat nanti!” ucap Monika dengan panik.Dylan berdiri di depan pintu. Tubuhnya sebagian terkena sinar lampu, dan sebagian lagi berada di kegelapan. Dia tinggi dan tampan, memandang orang-orang di ruangan itu dengan mata yang dalam dan dingin.“Diam! Berani sekali kamu mencuri barang Kakek?” ujarnya dengan kasar, memarahi Monika.Monika sangat ketakutan, tubuhnya sampai gemetaran. Dia berdiri di belakang Erika, tidak berani mengangkat kepalanya.Orang yang bertanggung jawab atas acara tersebut berdiri di belakangnya. Orang itu berdiri di sana dengan takut-takut dan melirik ke arah staf di samping. “Apa semua prosedur sudah selesai?”“Iya, semuanya sudah selesai,” jawab staf itu dengan hati-hati.Semuanya sudah beres. Lydia tidak takut apa pun. Pokoknya, ba
Pria di depannya itu akhirnya menghilang dari pandangan. Lydia memandang pria di luar lift itu dengan acuh tak acuh, seolah sedang menatap orang asing.Mereka naik ke mobil sport keren milik Brandon, dan pria itu akhirnya menyuarakan kebingungannya. “Apa barang ini begitu bernilai? Mengapa orang-orang dari keluarga Tansen harus sekali mendapatkannya?”Lydia tersenyum dan melihat kotak di tangannya. “Seharusnya umurnya sudah seribu tahun. Kudengar barang ini berasal dari istana, sudah hampir 800 tahun di tangan Keluarga Tansen. Menurutmu berharga, nggak?”Kecepatan mengemudi Brandon langsung melambat secara signifikan. Dia tercengang dan terkejut. Barang ini ternyata barang yang yang tak ternilai harganya!Mereka melelang barang berharga seperti ini?Pantas saja Dylan berani meminta Lydia menyebutkan harga secara langsung. Rasanya, kalau Lydia menyebutkan nilai sebesar 12 dikit, pria itu tidak akan ragu sama sekali dan langsung membayarnya!Ponsel Lydia berdering. Lydia melihat yang men
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa