Lydia duduk di balkon lantai dua, menikmati matahari terbenam sambil menyesap secangkir teh. Baru saja Lydia memejamkan matanya sejenak, rasa kantuk menyergap. Dia kemudian mendengar langkah kaki yang sengaja dibuat pelan. Lydia mengerutkan kening, “Bobby?”“Bu Lydia pendengaran dan penglihatannya tajam banget, ya. Nggak pakai noleh pun sudah tahu ini aku. Ketegaran dan ketenangan Bu Lydia beda banget sama wanita-wanita biasa. Saya sudah siapkan sedikit buah untuk Bu Lidya. Makanan tadi, suka, nggak?”Bobby mengganti topik, suaranya terdengar cemas dan gugup. Bobby menggosok-gosokkan tangannya. “Makanannya saya siapkan sesuai perintah Pak Dylan, Bu. Saya nggak yakin cocok sama selera Ibu. Ini pertama kali saya kerja, nggak pengin kehilangan pekerjaan hanya karena masalah makanan. Saya punya sertifikat koki, loh, Bu ...."Sudut bibir Lydia yang baru saja terangkat, seketika kaku. Dylan yang memberi perintah?Makanan kesukaan yang Lydia kira kebetulan, ternyata atas perintah Dylan. Ba
Mereka semua sempat berpikir mungkin mereka salah melihat. Namun, sedetik kemudian, mereka menyadari bahwa ternyata itu memang benar. Gabrielle, yang pertama kali buka suara, berkata, "Monika menghilang begitu lama, ternyata dia ada di depan mata kita toh selama ini? Gimana bisa nggak ada yang sadar?"Lydia memejamkan matanya, dia juga merasa terkejut. Monika kini menjadi seorang pelayan di toko sepatu, membantu orang mencoba sepatu sambil tersenyum. Meskipun tampak palsu, tapi dia terlihat jauh lebih menyenangkan daripada sebelumnya. Hanya saja, rasanya sedikit tidak biasa.Putri Keluarga Tansen yang sebelumnya sombong dan arogan itu, sekarang jatuh sampai harus jadi pelayan?Tega-teganya Dylan membuat adiknya sampai ke tempat seperti itu?Bella bertanya, "Kita ke sana, nggak?" Lydia menggelengkan kepala, tapi Gabrielle sudah menarik mereka berdua ke arah Monika. "Harus, dong!"Monika yang baru saja mengantar seorang pelanggan keluar, menyadari kedatangan orang baru. Dia segera m
Lydia mencium aroma menggiurkan itu, "Masakan apa ini?" "Sup sarang burung peach, Bu. Bagus loh untuk kecantikan dan kesehatan, nggak bikin gendut!"Bobby segera menawarkan sup buatannya, "Mau coba?"Lydia merasa lapar. Dia mengangguk, "Pak Dylan sudah istirahat?" "Dia kayaknya lagi meeting di ruang kerja, Bu. Bener-bener deh, Bu. Orang seperti Pak Dylan yang rajin, pekerja keras, dan kaya itu jarang banget loh ditemukan ...."Bobby pergi ke dapur untuk mengambil dua mangkuk sup. "Pak Ruben mau coba?" Lydia menyesap sedikit, rasanya cukup enak. Dia lalu menoleh ke Ruben, "Coba, deh. Masakannya lumayan enak ...."Ruben dengan wajah garang yang tampak tidak ramah, menolak, "Dia saja yang makan sendiri, aku nggak pengin."Bobby dengan berat badan lebih dari 100 kg mendorong Ruben ke meja makan. Dengan napas yang tersengal dan berkeringat, dia berkata, "Nggak usah sungkan-sungkan. Aku tadi baru saja makan setengah panci, hik ...."Lydia tidak bisa menahan tawa. Setelah makan, dia berd
Ruben menahan diri untuk tidak melampiaskan kemarahannya. Lydia tidak tahan lagi. Dia membuka pintu dan terkejut melihat kedua orang itu tidur di depan pintunya. "Kak Bobby ...." kata Lydia dengan nada heran.Ruben dengan wajah tegang berkata, "Non, silakan masuk kembali, istirahat." Lydia tersenyum ringan, menggelengkan kepalanya. "Berisik, aku nggak bisa tidur."Bobby terbangun karena tendangan Ruben. Dia terkejut dan segera berkata, "Oh, Bu Lydia, belum tidur? Jangan khawatir, Bu. Kalau Pak Ruben di sini, saya juga akan ada di sini. Saya nggak akan biarkan bahaya mendekati Bu Lydia ...."Lydia memejamkan matanya, tak tahu harus berkata apa, “Kami ke kamar tamu saja. Aku nggak apa-apa.”Ruben hendak berbicara, tapi kemudian mengurungkan niatnya. Dia pun pergi ke kamar tamu. Seorang juara dunia seperti Ruben ternyata malah dibuat tak bisa melakukan apa-apa oleh seorang pria gemuk seperti Bobby.Bobby tiba-tiba menjadi sangat waspada, segera mengikuti Ruben. "Tunggu, kita tidur se
Dylan mendorong kursi rodanya ke kamar mandi.Karena salah satu kakinya terluka, Dylan tidak bisa mengenakan pakaian yang terlalu ketat. Tidak terlalu sulit melepaskannya. Tapi setelah dipikir-pikir, Dylan memutuskan untuk mengenakan celana tidur panjang.Karena pada dasarnya, saat ini dia tidak bisa melakukan banyak hal. Dylan tidak ingin terlalu berlebihan.Bagaimana jika Lydia terkejut, marah, lalu pergi?Dylan melihat tubuh atasnya yang telanjang di cermin. Dia merasa puas dengan fisiknya yang terlihat kuat dan bugar, punggungnya tegak, dan otot perutnya terlihat jelas.Penampilan itu seketika membuang rasa dingin dalam diri Dylan. Bahkan menambahkan daya tariknya.Di telinga Dylan seakan terdengar perkataan bersemangat Bobby, "Badan Pak Dylan ‘kan luar biasa, tuh. Nggak akan ada perempuan yang nggak akan tergoda. Pas mandi, Pak Dylan nggak perlu ngomong apa-apa, biarkan saja Bu Lydia menikmatinya. Kalau Bu Lydia ternyata malu-malu itu berarti Anda ... berhasil!"Dylan memutuskan u
Ruben masih memegang handuk yang dia gunakan untuk menggosok tubuh Dylan.Kalau saja Dylan tidak tiba-tiba berbicara, Dylan mungkin tidak akan pernah tahu bahwa orang yang akan memandikannya adalah Ruben!Dylan merasa seperti dirinya dilecehkan. Dia marah dan frustasi. Akan tetapi Dylan tidak tahu kepada siapa ia harus melepaskan kemarahannya. Ekspresi Ruben tetap sama garangnya seperti biasa."Bu Lydia suruh saya bantu Pak Dylan mandi dulu, terus setelah ini, tambah pijat ...." Meskipun sebagai seorang pengawal, Ruben merasa sangat tidak nyaman dengan tugas ini, tetapi dalam rumah ini, hanya ada dua pria. Dan pria gendut itu sedang tidur dengan nyenyak. Mau tak mau, tugas itu harus Ruben lakukan.Dylan merenung, perasaannya campur aduk, pikirannya kosong.Ia menggenggam erat pegangan kursi roda dengan wajah muram.Ruben akhirnya berkata, "Yang mint saja lah …." Seorang pria seperti Ruben tidak cocok menggunakan sabun mandi beraroma stroberi.Saat Ruben hampir menyentuh bahu Dylan, i
Lydia sangat pandai menikam orang tepat di jantungnya. Apalagi di jantung Dylan, Lydia sungguh senang melakukannya. Setelah mengatakan hal itu, kakinya menahan pintu, tertawa santai sambil melihat Dylan. “Malam, Pak Dylan,” ujar Lydia sambil lalu keluar meninggalkan kamar Dylan. Perkataan Lydia sudah sangat jelas. Akan sangat baik jika Dylan bisa mengerti. Kalau mengerti, tapi pura-pura tidak mengerti, Lydia tetap punya cara untuk membuat Dylan mengerti. Cara Dylan yang tadi, heh, kuno!Dylan merasa malu. Dia melihat Lydia pergi. Badannya kembali menegang. Semua perkataan itu, seperti pisau yang menusuk jantung Dylan. Jelas-jelas sangat sakit, tapi Dylan tidak berani mengeluh sakit. Dia hanya bisa pasrah menerimanya!….Proposal awal kerjasama Charter sudah disetujui. Proyek itu besar, dengan lingkup yang sangat luas. Yang paling penting adalah pengembangan versi terbaru AI, tentu saja berdasarkan kerjasama inti antara Agustine Group dan Julist Group.Terakhir kali Julist Group m
Dylan makan sushi di hadapannya dengan santai. Gerakannya elegan. Hanya saja, kalimat yang dikatakannya terdengar dingin. “Aku hanya menggunakan cara yang paling cepat untuk mengajari dia bagaimana jadi ‘orang’.”Lydia mengerutkan dahinya, tak mengerti. Dylan menjelaskan dengan sabar, “Saat dia memperlakukan orang lain sesuka hati dulu, dia pasti nggak pernah kepikiran dirinya akan mengalami hal seperti sekarang. Biar dia tahu rasa.”Lydia segera mengerti. Hanya saja, hukuman seperti ini sepertinya terlalu parah bagi Monika. Tidak sama dengan orang biasa yang perlu bekerja untuk menghidupi keluarga, Monika adalah seorang putri kaya yang sedari kecil dimanja dan dibesarkan dengan segala kecukupannya. Lydia menghela napas. Dylan ternyata begitu kejam pada adiknya sendiri. Benar-benar tidak bisa hanya dilihat dari penampilannya yang terlihat lemah saja. Namun, jika dipikir dengan sudut pandang yang berbeda, banyak orang yang tidak berguna seperti Monika. Keluarga Tansen bukan tidak