Ruben menahan diri untuk tidak melampiaskan kemarahannya. Lydia tidak tahan lagi. Dia membuka pintu dan terkejut melihat kedua orang itu tidur di depan pintunya. "Kak Bobby ...." kata Lydia dengan nada heran.Ruben dengan wajah tegang berkata, "Non, silakan masuk kembali, istirahat." Lydia tersenyum ringan, menggelengkan kepalanya. "Berisik, aku nggak bisa tidur."Bobby terbangun karena tendangan Ruben. Dia terkejut dan segera berkata, "Oh, Bu Lydia, belum tidur? Jangan khawatir, Bu. Kalau Pak Ruben di sini, saya juga akan ada di sini. Saya nggak akan biarkan bahaya mendekati Bu Lydia ...."Lydia memejamkan matanya, tak tahu harus berkata apa, “Kami ke kamar tamu saja. Aku nggak apa-apa.”Ruben hendak berbicara, tapi kemudian mengurungkan niatnya. Dia pun pergi ke kamar tamu. Seorang juara dunia seperti Ruben ternyata malah dibuat tak bisa melakukan apa-apa oleh seorang pria gemuk seperti Bobby.Bobby tiba-tiba menjadi sangat waspada, segera mengikuti Ruben. "Tunggu, kita tidur se
Dylan mendorong kursi rodanya ke kamar mandi.Karena salah satu kakinya terluka, Dylan tidak bisa mengenakan pakaian yang terlalu ketat. Tidak terlalu sulit melepaskannya. Tapi setelah dipikir-pikir, Dylan memutuskan untuk mengenakan celana tidur panjang.Karena pada dasarnya, saat ini dia tidak bisa melakukan banyak hal. Dylan tidak ingin terlalu berlebihan.Bagaimana jika Lydia terkejut, marah, lalu pergi?Dylan melihat tubuh atasnya yang telanjang di cermin. Dia merasa puas dengan fisiknya yang terlihat kuat dan bugar, punggungnya tegak, dan otot perutnya terlihat jelas.Penampilan itu seketika membuang rasa dingin dalam diri Dylan. Bahkan menambahkan daya tariknya.Di telinga Dylan seakan terdengar perkataan bersemangat Bobby, "Badan Pak Dylan ‘kan luar biasa, tuh. Nggak akan ada perempuan yang nggak akan tergoda. Pas mandi, Pak Dylan nggak perlu ngomong apa-apa, biarkan saja Bu Lydia menikmatinya. Kalau Bu Lydia ternyata malu-malu itu berarti Anda ... berhasil!"Dylan memutuskan u
Ruben masih memegang handuk yang dia gunakan untuk menggosok tubuh Dylan.Kalau saja Dylan tidak tiba-tiba berbicara, Dylan mungkin tidak akan pernah tahu bahwa orang yang akan memandikannya adalah Ruben!Dylan merasa seperti dirinya dilecehkan. Dia marah dan frustasi. Akan tetapi Dylan tidak tahu kepada siapa ia harus melepaskan kemarahannya. Ekspresi Ruben tetap sama garangnya seperti biasa."Bu Lydia suruh saya bantu Pak Dylan mandi dulu, terus setelah ini, tambah pijat ...." Meskipun sebagai seorang pengawal, Ruben merasa sangat tidak nyaman dengan tugas ini, tetapi dalam rumah ini, hanya ada dua pria. Dan pria gendut itu sedang tidur dengan nyenyak. Mau tak mau, tugas itu harus Ruben lakukan.Dylan merenung, perasaannya campur aduk, pikirannya kosong.Ia menggenggam erat pegangan kursi roda dengan wajah muram.Ruben akhirnya berkata, "Yang mint saja lah …." Seorang pria seperti Ruben tidak cocok menggunakan sabun mandi beraroma stroberi.Saat Ruben hampir menyentuh bahu Dylan, i
Lydia sangat pandai menikam orang tepat di jantungnya. Apalagi di jantung Dylan, Lydia sungguh senang melakukannya. Setelah mengatakan hal itu, kakinya menahan pintu, tertawa santai sambil melihat Dylan. “Malam, Pak Dylan,” ujar Lydia sambil lalu keluar meninggalkan kamar Dylan. Perkataan Lydia sudah sangat jelas. Akan sangat baik jika Dylan bisa mengerti. Kalau mengerti, tapi pura-pura tidak mengerti, Lydia tetap punya cara untuk membuat Dylan mengerti. Cara Dylan yang tadi, heh, kuno!Dylan merasa malu. Dia melihat Lydia pergi. Badannya kembali menegang. Semua perkataan itu, seperti pisau yang menusuk jantung Dylan. Jelas-jelas sangat sakit, tapi Dylan tidak berani mengeluh sakit. Dia hanya bisa pasrah menerimanya!….Proposal awal kerjasama Charter sudah disetujui. Proyek itu besar, dengan lingkup yang sangat luas. Yang paling penting adalah pengembangan versi terbaru AI, tentu saja berdasarkan kerjasama inti antara Agustine Group dan Julist Group.Terakhir kali Julist Group m
Dylan makan sushi di hadapannya dengan santai. Gerakannya elegan. Hanya saja, kalimat yang dikatakannya terdengar dingin. “Aku hanya menggunakan cara yang paling cepat untuk mengajari dia bagaimana jadi ‘orang’.”Lydia mengerutkan dahinya, tak mengerti. Dylan menjelaskan dengan sabar, “Saat dia memperlakukan orang lain sesuka hati dulu, dia pasti nggak pernah kepikiran dirinya akan mengalami hal seperti sekarang. Biar dia tahu rasa.”Lydia segera mengerti. Hanya saja, hukuman seperti ini sepertinya terlalu parah bagi Monika. Tidak sama dengan orang biasa yang perlu bekerja untuk menghidupi keluarga, Monika adalah seorang putri kaya yang sedari kecil dimanja dan dibesarkan dengan segala kecukupannya. Lydia menghela napas. Dylan ternyata begitu kejam pada adiknya sendiri. Benar-benar tidak bisa hanya dilihat dari penampilannya yang terlihat lemah saja. Namun, jika dipikir dengan sudut pandang yang berbeda, banyak orang yang tidak berguna seperti Monika. Keluarga Tansen bukan tidak
Demi menjaga kesopanan, Lydia tidak bertanya. Charter segera menyadari perubahan suasana hati Lydia, dia tersenyum dengan sopan. "Ini dari Mike untuk kamu, dia bilang kamu akan suka. Tapi kayaknya nggak gitu, ya," katanya, lalu melemparkan bunga itu ke meja di samping dan menyalami Kevin. Charter gila jika percaya pada anak sialannya itu, bahwa Lydia hanya menyukai bunga krisan. Lydia merasa lega, ternyata ulah Mike. Sudah beberapa hari tidak bertemu, Lydia sepertinya memang sedikit merindukan Mike. Suasana hati Lydia menjadi normal kembali, mereka saling berbasa-basi.Kevin menerima panggilan telepon. "Ayo, semua orang sudah datang." Mereka menuju ke ruang rapat. Sesampainya di ruangan, Lydia terkejut melihat orang-orang di dalamnya. Kok Dylan datang? Dia duduk di kursi roda tanpa merasa canggung. Wibawanya masih terasa kuat. Lydia tidak banyak berkomentar tentang kedatangannya. Rapat pun berjalan lancar. Proyek ini adalah kerjasama antara Agustine Group dan Charter. Denga
Kevin berpikir akan ada drama yang menarik tadi.Dylan menatap Kevin dengan dingin. "Lydia adalah orang yang teliti, dia nggak akan asal pilih." Kalau saja tadi Victor punya sedikit saja ketenangan dan kepercayaan diri, Dylan tidak akan begitu mudah melepaskannya. Menganggap orang seperti itu sebagai saingan adalah penghinaan bagi Lydia.….Pembicaraan antara Lydia dan Charter berlangsung lancar. Keduanya memiliki pandangan yang hampir serupa dalam banyak hal. Mereka baru keluar setelah setengah jam telah berlalu. Charter harus kembali ke hotel. Lydia pun mengantarnya keluar. "Mike belakangan ini jarang kelihatan, masih takut karena kecelakaan waktu itu, ‘kan?"Charter tersenyum sopan, "Dia bahkan sudah pernah mengalami peperangan, mana mungkin dia takut? Saya carikan dia beberapa guru privat buat dia. PR-nya … lumayan banyak.”Lydia segera mengerti. Anak-anak seringkali tidak memiliki kebebasan, kasihan sekali. "Kalau kamu pengin ketemu dia, datang saja. Dia kangen sama Bu Lydi
Lydia tersenyum dan berkata, "Terima kasih, aku naik ke atas dulu, ya. Istirahat." "Oke,oke," jawab Bobby.Lydia sedang naik tangga ketika mendengar suara Ruben membuka pintu. Dia menoleh dan melihat Dylan sudah masuk. Bobby dengan semangat menyambut Dylan, mengibas-ngibaskan celemek kecil warna-warninya. "Pak Dylan sudah pulang? Pak Dylan dan Bu Lydia meski sibuk sekali, tapi tetap, yang sibuk mengurus banyak hal tapi tetap menawan begitu, susah deh ketemunya di dunia ini. Gimana bisa sih kalian berdua begitu cocok? Aduh, saya bahkan nggak tahu gimana deskripsiinnya ...."Ruben, yang hendak mengikuti Lydia, tiba-tiba berhenti mendengar kata-kata Bobby. Dia berbalik dengan ekspresi garang. "Saya pikir, hanya ada satu kalimat untuk menggambarkannya!"Mata Bobby bersinar, bersemangat mendekat. Akhirnya Ruben mau berbicara dengannya. Ini kesempatan baik untuk memperbaiki hubungan mereka. "Apa tuh?" "Lemah fisik, kuat mental!" Lydia tersenyum sinis melihat ekspresi Dylan yang tak
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa