“Hal yang paling keterlaluan adalah perempuan itu sampai lupa untuk memberikan obat buat Pak Dylan. Bahkan dia juga memberikan obat dengan dosis 2 kali lipat kepada Pak Dylan pagi ini karena kecerobohannya tadi malam. Perempuan ini benar-benar perempuan ular. Mungkin dia mau membalaskan dendamnya sama Pak Dylan ….”“Keluarga ini pasti akan bernasib sial kalau sampai keluarga Tansen menerimanya kembali!”*** Raut wajah Dylan yang sebelumnya penuh kegembiraan dan tenang lama-kelamaan berubah menjadi dingin dan penuh amarah. Dylan sama sekali tidak melontarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Namun, pembuluh darah di jari-jarinya sudah mulai menonjol seakan dia sedang berusaha menahan amarahnya, sedangkan Lydia justru terlihat sangat santai. Lydia terus duduk di atas tangga sambil mendengarkan percakapan itu dengan santai seakan percakapan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya. Bahkan dia terlihat sedikit mencibir dengan wajah biasa. Ketenangan ini justru terasa menyakitk
Dylan ingin mengirimnya ke Negara Filippo?Bukankah itu sama saja dengan membunuhnya?Apa mungkin dia masih bisa kembali dalam keadaan selamat?Apa mungkin Dylan mendengarkan percakapan Bi Ratna dengan Erika tadi?Kepanikan terus menyebar di sekujur tubuh Bi Ratna. Bi Ratna tahu kalau Dylan pasti tega mengirimnya ke Filippo karena dia tahu betapa baiknya Dylan saat ini kepada Lydia. Bi Ratna menangis lalu segera menelepon Erika untuk meminta bantuan padanya. Erika datang ke Clear Villa dalam kurun waktu kurang dari satu jam dengan wajah penuh amarah. Kebetulan dia juga bertemu dengan Lydia yang baru saja akan pergi berbelanja. Erika terlihat sangat marah ketika dia masuk ke dalam rumah dan melihat Lydia di sana. Dia langsung saja menunjuk ke arah hidung Lydia lalu berkata dengan penuh amarah, “Dasar rubah betina! Kamu sudah bercerai sama Dylan, tapi masih saja kamu berhubungan sama anakku! Padahal aku sudah minta kamu untuk berdamai secara baik-baik, tapi kamu malah menolaknya. Das
“Usir perempuan itu dari sini! Mama nggak akan merestui kalau sampai kamu bersamanya!” teriak Erika seperti orang gila. “Bukan Mama yang membuat keputusan di keluarga Tansen,” balas Dylan dingin.Erika langsung menggertakkan giginya lalu berkata, “Kamu itu anakku, jadi kamu harus menuruti perkataan Mama!”Dylan membalas perkataan Erika dengan tatapan matanya yang dingin dan acuh tak acuh. Dylan ingat ketika umurnya masih 5 tahun, dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan khusus. Saat itu, dia sangat merindukan ibunya. Akhirnya, dia menelepon Erika untuk menyampaikan rasa rindunya. Namun, Erika justru merasa terganggu dengan panggilan telepon dari Dylan karena dia sedang berbelanja. Bahkan dia mengatakan agar Dylan bisa menahan semua itu karena semuanya akan lebih baik ketika Dylan tumbuh dewasa. Kemudian Erika juga memberitahu kakeknya perihal masalah telepon rahasia Dylan kepada Erika. Hal itu berujung dengan cambukkan di tubuh Dylan yang dilayangkan oleh kakeknya sendiri. Sekaran
Di Clear Villa.Dylan duduk di depan pintu dengan wajah pucat sambil memperhatikan orang-orang yang memasukkan ibunya ke dalam ambulans. Kebisingan yang terjadi di depan mata Dylan terasa bagai kebisingan yang terjadi di dunia luar. Apa Dylan sakit hati melihat ibunya terluka?Dia tidak terlalu sakit hati dibuatnya. Namun, Dylan sedikit terkejut karena ternyata Erika sangat membenci Lydia sampai berniat ingin membunuh perempuan itu. Selain itu, ketidaktahuannya akan masalah ini justru seperti menyiramkan bensin di atas api. Tony bergegas menghampiri Dylan yang masih terduduk diam di atas kursi rodanya setelah Tony selesai mengurus semua masalah ini. Wajah Dylan terlihat dingin bagaikan es. Bahkan rasa dingin itu sama sekali tidak berkurang, sekalipun Dylan dalam keadaan terluka seperti ini. “Pak Dylan, Bapak tidak perlu khawatir. Dokter bilang, Bu Erika hanya kehilangan darah saja. Tapi tidak mengancam nyawanya,” jelas Tony.Dylan sama sekali tidak membalas perkataan Tony. Namun, ta
Tony segera menelepon Kakak Sepupunya.Tidak sampai dua puluh menit.Seorang pria gemuk yang tampaknya berbobot sekitar dua ratus kilogram muncul di depan Dylan.Dia tersenyum, mata sipitnya membentuk sebuah garis saat dia tertawa.Dylan terdiam sejenak, alisnya mengerut, wajahnya terlihat sangat masam saat melihat Tony yang berdiri di samping pria itu.“Kakak Sepupu?”Sebelum Tony sempat berkata apa-apa, pria gemuk itu tersenyum lebar, mulai memperkenalkan diri sambil memercikkan air liurnya, “Pak Dylan, nggak perlu terlalu sopan. Nggak perlu panggil Kakak Sepupu segala, nama saya Bobby Rotund. Pak Dylan tenang saja. Dengan memilih saya sebagai pengurus rumah tangga di sini, Pak Dylan pasti nggak rugi. Dalam satu bulan hubungan kalian akan membaik, dalam tiga bulan perasaan kalian akan lebih hangat. Paling lama satu tahun, Pak Dylan dan Bu Lydia pasti akan bersatu kembali!”Bobby, si pria gemuk itu, dengan tegas memaparkan tujuannya, mencoba meyakinkan Dylan dengan kepercayaan diri ti
Sebelum dering telepon berakhir, terdengar suara dingin seorang wanita di seberang telepon, “Siapa?”“Bu Lydia, ya? Saya Bobby Ronund, Bu. Pengurus baru di Clear Villa. Tadi waktu saya membersihkan kamar Ibu, saya nggak sengaja menjatuhkan kosmetik Ibu. Pak Dylan nyuruh saya buang semuanya, beli yang baru, tapi saya nggak ngerti tulisannya ....”Bobby berbicara dengan nada terdengar bersalah, sebelum dia selesai berbicara, Lydia dengan dingin menghentikannya, “Jangan dibuang, aku segera pulang. Kalau kalian sampai buang barang-barangku, habis kalian!”Di ruang kerja, Dylan mendengar suara Bobby dari balik pintu. Segampang itu membujuk Lydia pulang?Semua kosmetik Lydia diformulasi khusus sesuai dengan kulitnya, formula kelas atas dengan harga miliaran. Bagaimana mungkin mereka bisa membeli yang baru seenaknya? Dasar dua pria bodoh!Lydia sebenarnya tidak ingin pulang. Akan tetapi, Lydia segera mengambil tasnya dan bersama Ruben kembali ke Clear Villa.Sesampainya di sana, Lydia berhen
Bobby sungguh berdedikasi. Dia sedikit pun tak melewatkan kesempatan untuk mempertemukan mereka berdua! Dylan menatap Bobby dengan wajah tanpa ekspresi. Dia kehabisan kata. Ruben menggelengkan kepalanya. Lydia tersenyum tipis, "Gaya Pak Dylan dalam memilih orang, banyak berubah, ya?" Orang-orang di sekeliling Dylan selalu dipilih dengan sangat selektif. Si gemuk ini tampak tidak memiliki keunggulan apa pun. Dilihat dari postur tubuhnya saja, seharusnya dia tidak masuk dalam kriteria orang Dylan. Bagaimana pria bernama Bobby ini jadi pelayannya? Sungguh mengejutkan! Dylan hendak mencari alasan, tapi Bobby terlebih dahulu mendekat sambil tersenyum lebar. "Bu Lydia, saya masuk lewat jalur belakang!" Lydia tampak tercerahkan. Dia sangat tertarik, bertanya, “Kerabatnya siapa?" Bobby menjawab, "Kerabatnya Tony. Jangan bilang siapa-siapa, ya, Bu. Nanti malah ada yang gosipin. Menyebalkan!"Lydia tidak bisa menahan tawanya, "Oke, oke." Jadi dia kerabatnya Tony. Ternyata Tony memiliki p
Lydia duduk di balkon lantai dua, menikmati matahari terbenam sambil menyesap secangkir teh. Baru saja Lydia memejamkan matanya sejenak, rasa kantuk menyergap. Dia kemudian mendengar langkah kaki yang sengaja dibuat pelan. Lydia mengerutkan kening, “Bobby?”“Bu Lydia pendengaran dan penglihatannya tajam banget, ya. Nggak pakai noleh pun sudah tahu ini aku. Ketegaran dan ketenangan Bu Lydia beda banget sama wanita-wanita biasa. Saya sudah siapkan sedikit buah untuk Bu Lidya. Makanan tadi, suka, nggak?”Bobby mengganti topik, suaranya terdengar cemas dan gugup. Bobby menggosok-gosokkan tangannya. “Makanannya saya siapkan sesuai perintah Pak Dylan, Bu. Saya nggak yakin cocok sama selera Ibu. Ini pertama kali saya kerja, nggak pengin kehilangan pekerjaan hanya karena masalah makanan. Saya punya sertifikat koki, loh, Bu ...."Sudut bibir Lydia yang baru saja terangkat, seketika kaku. Dylan yang memberi perintah?Makanan kesukaan yang Lydia kira kebetulan, ternyata atas perintah Dylan. Ba