Tony segera menelepon Kakak Sepupunya.Tidak sampai dua puluh menit.Seorang pria gemuk yang tampaknya berbobot sekitar dua ratus kilogram muncul di depan Dylan.Dia tersenyum, mata sipitnya membentuk sebuah garis saat dia tertawa.Dylan terdiam sejenak, alisnya mengerut, wajahnya terlihat sangat masam saat melihat Tony yang berdiri di samping pria itu.“Kakak Sepupu?”Sebelum Tony sempat berkata apa-apa, pria gemuk itu tersenyum lebar, mulai memperkenalkan diri sambil memercikkan air liurnya, “Pak Dylan, nggak perlu terlalu sopan. Nggak perlu panggil Kakak Sepupu segala, nama saya Bobby Rotund. Pak Dylan tenang saja. Dengan memilih saya sebagai pengurus rumah tangga di sini, Pak Dylan pasti nggak rugi. Dalam satu bulan hubungan kalian akan membaik, dalam tiga bulan perasaan kalian akan lebih hangat. Paling lama satu tahun, Pak Dylan dan Bu Lydia pasti akan bersatu kembali!”Bobby, si pria gemuk itu, dengan tegas memaparkan tujuannya, mencoba meyakinkan Dylan dengan kepercayaan diri ti
Sebelum dering telepon berakhir, terdengar suara dingin seorang wanita di seberang telepon, “Siapa?”“Bu Lydia, ya? Saya Bobby Ronund, Bu. Pengurus baru di Clear Villa. Tadi waktu saya membersihkan kamar Ibu, saya nggak sengaja menjatuhkan kosmetik Ibu. Pak Dylan nyuruh saya buang semuanya, beli yang baru, tapi saya nggak ngerti tulisannya ....”Bobby berbicara dengan nada terdengar bersalah, sebelum dia selesai berbicara, Lydia dengan dingin menghentikannya, “Jangan dibuang, aku segera pulang. Kalau kalian sampai buang barang-barangku, habis kalian!”Di ruang kerja, Dylan mendengar suara Bobby dari balik pintu. Segampang itu membujuk Lydia pulang?Semua kosmetik Lydia diformulasi khusus sesuai dengan kulitnya, formula kelas atas dengan harga miliaran. Bagaimana mungkin mereka bisa membeli yang baru seenaknya? Dasar dua pria bodoh!Lydia sebenarnya tidak ingin pulang. Akan tetapi, Lydia segera mengambil tasnya dan bersama Ruben kembali ke Clear Villa.Sesampainya di sana, Lydia berhen
Bobby sungguh berdedikasi. Dia sedikit pun tak melewatkan kesempatan untuk mempertemukan mereka berdua! Dylan menatap Bobby dengan wajah tanpa ekspresi. Dia kehabisan kata. Ruben menggelengkan kepalanya. Lydia tersenyum tipis, "Gaya Pak Dylan dalam memilih orang, banyak berubah, ya?" Orang-orang di sekeliling Dylan selalu dipilih dengan sangat selektif. Si gemuk ini tampak tidak memiliki keunggulan apa pun. Dilihat dari postur tubuhnya saja, seharusnya dia tidak masuk dalam kriteria orang Dylan. Bagaimana pria bernama Bobby ini jadi pelayannya? Sungguh mengejutkan! Dylan hendak mencari alasan, tapi Bobby terlebih dahulu mendekat sambil tersenyum lebar. "Bu Lydia, saya masuk lewat jalur belakang!" Lydia tampak tercerahkan. Dia sangat tertarik, bertanya, “Kerabatnya siapa?" Bobby menjawab, "Kerabatnya Tony. Jangan bilang siapa-siapa, ya, Bu. Nanti malah ada yang gosipin. Menyebalkan!"Lydia tidak bisa menahan tawanya, "Oke, oke." Jadi dia kerabatnya Tony. Ternyata Tony memiliki p
Lydia duduk di balkon lantai dua, menikmati matahari terbenam sambil menyesap secangkir teh. Baru saja Lydia memejamkan matanya sejenak, rasa kantuk menyergap. Dia kemudian mendengar langkah kaki yang sengaja dibuat pelan. Lydia mengerutkan kening, “Bobby?”“Bu Lydia pendengaran dan penglihatannya tajam banget, ya. Nggak pakai noleh pun sudah tahu ini aku. Ketegaran dan ketenangan Bu Lydia beda banget sama wanita-wanita biasa. Saya sudah siapkan sedikit buah untuk Bu Lidya. Makanan tadi, suka, nggak?”Bobby mengganti topik, suaranya terdengar cemas dan gugup. Bobby menggosok-gosokkan tangannya. “Makanannya saya siapkan sesuai perintah Pak Dylan, Bu. Saya nggak yakin cocok sama selera Ibu. Ini pertama kali saya kerja, nggak pengin kehilangan pekerjaan hanya karena masalah makanan. Saya punya sertifikat koki, loh, Bu ...."Sudut bibir Lydia yang baru saja terangkat, seketika kaku. Dylan yang memberi perintah?Makanan kesukaan yang Lydia kira kebetulan, ternyata atas perintah Dylan. Ba
Mereka semua sempat berpikir mungkin mereka salah melihat. Namun, sedetik kemudian, mereka menyadari bahwa ternyata itu memang benar. Gabrielle, yang pertama kali buka suara, berkata, "Monika menghilang begitu lama, ternyata dia ada di depan mata kita toh selama ini? Gimana bisa nggak ada yang sadar?"Lydia memejamkan matanya, dia juga merasa terkejut. Monika kini menjadi seorang pelayan di toko sepatu, membantu orang mencoba sepatu sambil tersenyum. Meskipun tampak palsu, tapi dia terlihat jauh lebih menyenangkan daripada sebelumnya. Hanya saja, rasanya sedikit tidak biasa.Putri Keluarga Tansen yang sebelumnya sombong dan arogan itu, sekarang jatuh sampai harus jadi pelayan?Tega-teganya Dylan membuat adiknya sampai ke tempat seperti itu?Bella bertanya, "Kita ke sana, nggak?" Lydia menggelengkan kepala, tapi Gabrielle sudah menarik mereka berdua ke arah Monika. "Harus, dong!"Monika yang baru saja mengantar seorang pelanggan keluar, menyadari kedatangan orang baru. Dia segera m
Lydia mencium aroma menggiurkan itu, "Masakan apa ini?" "Sup sarang burung peach, Bu. Bagus loh untuk kecantikan dan kesehatan, nggak bikin gendut!"Bobby segera menawarkan sup buatannya, "Mau coba?"Lydia merasa lapar. Dia mengangguk, "Pak Dylan sudah istirahat?" "Dia kayaknya lagi meeting di ruang kerja, Bu. Bener-bener deh, Bu. Orang seperti Pak Dylan yang rajin, pekerja keras, dan kaya itu jarang banget loh ditemukan ...."Bobby pergi ke dapur untuk mengambil dua mangkuk sup. "Pak Ruben mau coba?" Lydia menyesap sedikit, rasanya cukup enak. Dia lalu menoleh ke Ruben, "Coba, deh. Masakannya lumayan enak ...."Ruben dengan wajah garang yang tampak tidak ramah, menolak, "Dia saja yang makan sendiri, aku nggak pengin."Bobby dengan berat badan lebih dari 100 kg mendorong Ruben ke meja makan. Dengan napas yang tersengal dan berkeringat, dia berkata, "Nggak usah sungkan-sungkan. Aku tadi baru saja makan setengah panci, hik ...."Lydia tidak bisa menahan tawa. Setelah makan, dia berd
Ruben menahan diri untuk tidak melampiaskan kemarahannya. Lydia tidak tahan lagi. Dia membuka pintu dan terkejut melihat kedua orang itu tidur di depan pintunya. "Kak Bobby ...." kata Lydia dengan nada heran.Ruben dengan wajah tegang berkata, "Non, silakan masuk kembali, istirahat." Lydia tersenyum ringan, menggelengkan kepalanya. "Berisik, aku nggak bisa tidur."Bobby terbangun karena tendangan Ruben. Dia terkejut dan segera berkata, "Oh, Bu Lydia, belum tidur? Jangan khawatir, Bu. Kalau Pak Ruben di sini, saya juga akan ada di sini. Saya nggak akan biarkan bahaya mendekati Bu Lydia ...."Lydia memejamkan matanya, tak tahu harus berkata apa, “Kami ke kamar tamu saja. Aku nggak apa-apa.”Ruben hendak berbicara, tapi kemudian mengurungkan niatnya. Dia pun pergi ke kamar tamu. Seorang juara dunia seperti Ruben ternyata malah dibuat tak bisa melakukan apa-apa oleh seorang pria gemuk seperti Bobby.Bobby tiba-tiba menjadi sangat waspada, segera mengikuti Ruben. "Tunggu, kita tidur se
Dylan mendorong kursi rodanya ke kamar mandi.Karena salah satu kakinya terluka, Dylan tidak bisa mengenakan pakaian yang terlalu ketat. Tidak terlalu sulit melepaskannya. Tapi setelah dipikir-pikir, Dylan memutuskan untuk mengenakan celana tidur panjang.Karena pada dasarnya, saat ini dia tidak bisa melakukan banyak hal. Dylan tidak ingin terlalu berlebihan.Bagaimana jika Lydia terkejut, marah, lalu pergi?Dylan melihat tubuh atasnya yang telanjang di cermin. Dia merasa puas dengan fisiknya yang terlihat kuat dan bugar, punggungnya tegak, dan otot perutnya terlihat jelas.Penampilan itu seketika membuang rasa dingin dalam diri Dylan. Bahkan menambahkan daya tariknya.Di telinga Dylan seakan terdengar perkataan bersemangat Bobby, "Badan Pak Dylan ‘kan luar biasa, tuh. Nggak akan ada perempuan yang nggak akan tergoda. Pas mandi, Pak Dylan nggak perlu ngomong apa-apa, biarkan saja Bu Lydia menikmatinya. Kalau Bu Lydia ternyata malu-malu itu berarti Anda ... berhasil!"Dylan memutuskan u
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa