Berita tentang kecelakaan Dylan langsung menyebar ke mana-mana. Sugiono dan Erika bergegas pergi ke rumah sakit bersama-sama. Raut wajah mereka terlihat semakin penuh amarah setelah mengetahui kalau kecelakaan Dylan disebabkan karena Dylan berusaha untuk menyelamatkan Lydia. Sugiono masih terlihat tenang ketika melihat keadaan Dylan karena dia sudah memiliki banyak pengalaman dalam hidup ini. Namun, akhirnya Sugiono harus dibawa keluar dari ruang rawat Dylan setelah dia terduduk cukup lama di sana karena tubuhnya tidak lagi sanggup untuk melihat keadaan Dylan yang cukup parah. Erika juga terlihat terus menangis selama 2 jam penuh sambil memperhatikan keadaan putranya itu. Lydia masih duduk dengan tenang di ruang tunggu VIP sambil mendengar semua makian Erika di dalam ruang rawat Dylan yang tersirat ditujukan padanya. “Mama sudah bilang untuk menjauh dari perempuan itu. Dia itu rubah betina! Perempuan itu selalu saja membuatmu dalam bahaya. Kamu hampir kehilangan nyawamu ketika kam
Di dalam mobil.Rizal mengambil setumpuk foto yang ada di sampingnya lalu berkata, “Papa dapat ini dari kepolisian. Polisi harus menyelidiki kasus ini terang-terangan. Tapi kita harus menyelidikinya sendiri secara diam-diam.”Lydia langsung mengambil tumpukan foto itu lalu memperhatikan mobil di dalam foto itu. Bayangan akan dirinya yang didorong oleh Dylan tiba-tiba kembali muncul di benaknya. Kecepatan mobil itu mencapai 110 Km/jam. Namun, kenapa Dylan masih saja berani menghampirinya dan berusaha menyelamatkannya?Ujung jari Lydia tampak memutih dan gemetaran. Nixon langsung menghela napasnya lalu berkata, “Sekarang kita sudah berhutang budi sama si Dylan itu. Ada kemungkinan Dylan nggak akan melepaskanmu dengan mudahnya.”Dylan memang tidak bisa melepaskannya dengan mudah. Buktinya dia berkali-kali berusaha untuk menyelamatkan nyawa Lydia. Mungkin Lydia masih bisa mengabaikan Dylan kalau dia hanya menyelamatkannya sekali saja. Namun, sekarang Dylan sudah tiga kali menyelamatkan hi
Lydia sama sekali tidak membalas pesan apa pun yang masuk ke ponselnya. Dia lebih memilih untuk mencuci tangannya lalu menggunakan masker di wajahnya agar kulit wajahnya terlihat lebih segar. Kemudian Lydia turun ke lantai bawah dan melihat Rizal sudah menunggunya di ruang makan. Rizal mengawasi putrinya memakan hidangan malam ini dengan perasaan cemas. Dia baru bisa bernapas dengan lega setelah Lydia menghabiskan makanan dan meminum supnya sampai habis.“Lydia, Papa harap jiwamu nggak terguncang dan tertekan karena masalah ini,” ujar Rizal ragu. Lydia tersenyum lalu berkata dengan nada santai, “Aku tahu kok kalau masalah ini akan berlalu dengan cepat. Lagi pula, keadaan Dylan juga akan segera membaik. Nyawanya nggak mungkin terancam cuma karena kecelakaan itu. Nanti aku akan membayar semua hutangku padanya dengan perlahan. Tapi aku nggak mau membicarakan masalah lainnya sekarang.”Namun, Lydia sekarang tidak bisa lagi membenci Dylan seperti sebelumnya. Apa mungkin mereka harus hidu
Tony langsung menarik napasnya setelah mendengar pertanyaan Lydia. Dia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya saat ini. Namun, Dylan yang sejak tadi berpura-pura mati di atas kasur tiba-tiba saja bangun seraya bertanya, “Kamu mau bakar aku?”Dada Dylan terlihat naik turun. Entah karena dadanya sesak atau mungkin karena amarah yang bergejolak di dadanya. Dia sudah susah payah untuk bertahan agar selamat dari kecelakaan mobil itu. Namun, dia justru membuat Lydia hampir marah kepadanya. Tony sempat menceritakan betapa sedih dan putus asanya Lydia ketika Dylan baru saja siuman. Cerita itu membuat api kehidupan di dalam tubuh Dylan kembali menyala. Dia merasa tidak sia-sia sudah mengorbankan dirinya untuk Lydia. Namun, sayangnya dia tidak bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Lydia bersedih hanya untuknya. Oleh karena itu, dia berencana untuk berpura-pura mati agar bisa melihat kesedihan Lydia untuknya. Mungkin juga dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk memperbaik
Namun, seseorang mencengkeram sudut baju Lydia ketika dia hendak pergi. Dylan duduk di ranjang rumah sakit dan berusaha sekuat tenaga untuk meraih sudut pakaian Lydia guna menghentikan langkah perempuan itu keluar dari ruang rawat Dylan.Bahkan Dylan juga sampai harus menarik kaki kanannya yang cedera. Tarikan itu terasa sangat menyakitkan sampai keringat dingin membasahi wajahnya. Lydia langsung melangkah maju dengan raut wajah terkejut lalu bertanya, “Kenapa?”Dylan berusaha menahan rasa sakitnya sambil menundukkan kepala dengan pembuluh darah yang terlihat dengan jelas di dahinya. Dia terlihat sangat kesakitan. “Cepat, panggil dokter!” seru Lydia. Tony sempat tertegun sampai akhirnya dia mengangguk dan berlari keluar. Dylan merasa sangat bahagia ketika melihat ekspresi khawatir di wajah Lydia. Dia segera mengulurkan tangannya dan membelai kepala Lydia. Lydia tersentak, tapi dia tidak berusaha menghindar karena dia tidak ingin memperparah luka di tubuh Dylan. “Aku bohong, kok.
Lydia pulang ke rumah untuk mengemasi barang sekaligus memberitahu ayah dan kakak-kakaknya perihal masalah ini. Di sisi lain, Dylan meminta Tony untuk mengurus prosedur kepulangannya agar dia bisa memulihkan diri di sana. Sekarang Dylan merasa sangat antusias dengan lukanya ini. Tony buru-buru mengurus prosedur pemulangan Dylan. Kemudian dia juga menyuruh orang untuk membersihkan Clear Villa dengan cepat. Dylan berjalan dengan menggunakan kursi roda ke sana kemari untuk memeriksa keadaan rumah sesampainya dia di sana. Dia tidak membiarkan ada debu sedikit pun yang tertinggal di sana. Bahkan sampai sudut-sudut ruangan juga tidak luput dari pemeriksaannya. Bi Ratna sudah bekerja di rumah ini sejak Lydia dan Dylan belum bercerai. Dylan berpikir kalau Lydia sudah terbiasa dengan kehadiran Bi Ratna di sini. Oleh karena itu, Dylan tidak pernah mengganti Bi Ratna. Bi Ratna hanya bisa berdiri dengan tubuh gemetaran sambil memperhatikan majikannya memeriksa setiap sudut rumah. “Barang-bar
Bi Ratna tercengang dengan keganasan Ruben. “Siapa … siapa kamu?” tanya Bi Ratna gugup sambil melangkah mundur satu langkah.Namun, Ruben sama sekali tidak ingin memperkenalkan dirinya. Dia langsung saja membuka pintu dan mempersilakan Lydia untuk melangkah masuk ke dalam rumah seraya berkata, “Silakan, Bu Lydia.”Lydia bergegas masuk dengan raut wajah datar tanpa berniat untuk mengungkapkan kerinduannya kepada Bi Ratna. Lagi pula, bagaimanapun juga Bi Ratna adalah mata-mata dari keluarga Tansen. Jadi, dia sama sekali tidak peduli dengan tatapan Bi Ratna yang dipenuhi dengan rasa kaget dan cemas. Lydia memilih untuk masuk ke dalam rumah tanpa banyak basa-basi lagi.Suara langkah sepatu hak tinggi Lydia yang bertumbukan dengan lantai terdengar sangat manis di telinga Dylan. Lydia melihat Dylan berada di ruang keluarga dengan mengenakan pakaian rumah berwarna abu-abu. Wajahnya masih terlihat pucat, tapi garis wajahnya masih tetap terlihat tegas dan penuh wibawa. Kaki kanan Dylan masih
Clear Villa adalah rumah pernikahan bagi Lydia dan Dylan. Rumah ini terdiri dari 2 lantai yang sangat luas dan dipenuhi dengan cahaya. Selain itu, terdapat lift yang menghubungkan dua lantai di rumah ini, jadi Dylan juga tidak terlalu kesusahan dalam beraktivitas dengan kursi rodanya di rumah ini. Lydia tiba di lantai atas dan langsung masuk ke kamarnya. Kamar ini masih sama seperti sebelumnya. Dia merasa semua kenangan itu baru saja terjadi kemarin. Semua ingatan akan kehidupannya di rumah inilah yang membuat Lydia tertekan, kesal dan sesak napas di saat yang bersamaan. Dia merasa seperti ada batu besar yang menindih dadanya dan merobek hatinya yang terdalam.Lydia masih ingat dengan jelas, hal yang paling disukainya adalah duduk di balkon kamarnya sambil melihat ke luar untuk menunggu mobil Dylan muncul dari pintu gerbang. Selama mereka menikah, Dylan tidak pernah muncul ataupun masuk ke dalam kamar Lydia. Namun, entah mengapa Lydia selalu saja mengingat Dylan. Hanya ada Dylan seo