Clear Villa adalah rumah pernikahan bagi Lydia dan Dylan. Rumah ini terdiri dari 2 lantai yang sangat luas dan dipenuhi dengan cahaya. Selain itu, terdapat lift yang menghubungkan dua lantai di rumah ini, jadi Dylan juga tidak terlalu kesusahan dalam beraktivitas dengan kursi rodanya di rumah ini. Lydia tiba di lantai atas dan langsung masuk ke kamarnya. Kamar ini masih sama seperti sebelumnya. Dia merasa semua kenangan itu baru saja terjadi kemarin. Semua ingatan akan kehidupannya di rumah inilah yang membuat Lydia tertekan, kesal dan sesak napas di saat yang bersamaan. Dia merasa seperti ada batu besar yang menindih dadanya dan merobek hatinya yang terdalam.Lydia masih ingat dengan jelas, hal yang paling disukainya adalah duduk di balkon kamarnya sambil melihat ke luar untuk menunggu mobil Dylan muncul dari pintu gerbang. Selama mereka menikah, Dylan tidak pernah muncul ataupun masuk ke dalam kamar Lydia. Namun, entah mengapa Lydia selalu saja mengingat Dylan. Hanya ada Dylan seo
Ada rasa canggung yang menyebar di udara saat ini. Dylan sadar kalau dia baru saja bermain api dengan mengatakan hal itu pada Lydia. Namun, Dylan harus mencobanya agar tahu jawaban dari rasa penasarannya ini.Lydia tertegun selama beberapa saat. Kemudian dia menopang dagunya dengan tangan lalu berkata sambil tersenyum tidak tulus, “Apa tanganmu patah juga?”Walaupun senyuman itu tidak terlihat tulus, Dylan tetap saja menyukainya. Dylan bisa melihat kalau senyuman itu bukanlah suatu bentuk kemarahan dari Lydia. Namun, tatapan matanya menunjukkan ada sesuatu yang diabaikan di dalam hatinya. “Kenapa sih kamu bersikap dingin terus sama aku? Apa kamu nggak bisa mengabulkan permintaanku ini?” tanya Dylan dengan nada suara kecewa. Lydia langsung mengerutkan keningnya. Ada apa dengan Dylan saat ini?Mungkin Lydia sudah meninggalkan Dylan sejak tadi kalau saja bukan karena Dylan terluka. Kenapa juga Lydia harus menyaksikan Dylan yang sedang bermain drama ini? Lagi pula akting laki-laki ini ju
Tatami itu cukup luas dengan pencahayaan yang cukup bagus. Lydia terus mendorong Dylan tanpa melontarkan sepatah kata pun dari mulutnya. “Mau apa lagi?” tanya Lydia setelah tiba di depan tatami.“Aku nggak bisa duduk di sini terus. Aku mau duduk di sana yang lebih nyaman daripada di kursi roda,” jawab Dylan. Lydia langsung menghentikan langkahnya lalu mengerutkan kening seraya berkata, “Tapi, aku nggak bisa angkat kamu ke sana.”Mungkin Lydia bisa, tapi kemungkinan besar Dylan akan cacat permanen. Sepertinya Dylan ini memang sengaja mencari masalah. Dylan berusaha sekuat tenaga bangkit dari kursi roda dengan bertumpu di kursi roda dan kaki kirinya. Dylan ingin bergerak sedikit demi sedikit sampai dia bisa mencapai tatami yang dia tuju. Namun. Keringat sudah mengucur di dahinya sebelum dia tiba di tatami itu. Lydia mengerutkan keningnya dan memutuskan untuk membantu Dylan. Dia melangkah dengan cepat ke depan lalu menopang tubuh laki-laki itu agar tidak jatuh ke atas lantai. Selur
“Pak Dylan sudah menyuruh saya untuk tidak mengganggu mereka di lantai atas. Bu Lydia sih kelihatan sangat dingin sama Pak Dylan. Tapi, saya yakin kalau dia cuma pura-pura saja. Pasti itu salah satu caranya biar bisa mendapatkan Pak Dylan ….”Ternyata Bi Ratna yang sedang berbicara dengan berbisik.“Klik!”Tiba-tiba terdengar suara lampu dinyalakan. Bi Ratna berdiri dengan wajah terkejut sampai dia menjatuhkan ponselnya ke atas lantai. Lydia berhasil melihat nama yang tertera di ponsel Bi Ratna dengan sangat jelas. “Bu Lydia!”Ternyata Bi Ratna sedang berbicara dengan Erika melalui telepon. Bi Ratna benar-benar panik sampai dia berkata dengan tergagap, “Bu … Bu Lydia kenapa ada di sini?”Lydia menatap Bi Ratna dengan tatapannya yang dingin dan gelap. Dia langsung saja mengambil sekotak susu dan menuangkannya ke dalam cangkir lalu pergi tanpa melontarkan sepatah kata pun kepada Bi Ratna. Tubuh Bi Ratna gemetar ketakutan. Dia mengambil ponselnya dan merasa semakin panik ketika melih
Dylan sangat marah setelah kembali ke kamarnya sampai membuat dirinya tidak bisa tidur. Sebenarnya, Dylan ingin menggunakan waktu ini untuk memupuk perasaan di antara dirinya dan Lydia. Namun, dia tidak bisa melakukannya karena ada Ruben yang selalu saja ada di mana-mana. Semua ini terasa memilukan dan menyedihkan!*** Setelah malam berlalu, Lydia tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Namun, ternyata fajar sudah menyingsing ketika dia membuka matanya. Tidak lama kemudian, Lydia mendengar suara ketukan pintu di depan pintu kamarnya. Lydia segera mengeluarkan suara yang menandakan kalau dia mengerti. Lydia memutuskan untuk mengenakan kemeja berwarna putih dan rok berbentuk A berwarna hitam. Kemudian dia berjalan menuruni tangga dengan raut wajah malas yang membuatnya terlihat lebih hangat dan lembut dari biasanya. Dylan sudah duduk di meja makan ketika dia melihat kemunculan Lydia. “Selamat pagi, Lydia,” sapa Dylan dengan mata berbinar.Lydia mengangguk lalu bertanya sambil be
“Hal yang paling keterlaluan adalah perempuan itu sampai lupa untuk memberikan obat buat Pak Dylan. Bahkan dia juga memberikan obat dengan dosis 2 kali lipat kepada Pak Dylan pagi ini karena kecerobohannya tadi malam. Perempuan ini benar-benar perempuan ular. Mungkin dia mau membalaskan dendamnya sama Pak Dylan ….”“Keluarga ini pasti akan bernasib sial kalau sampai keluarga Tansen menerimanya kembali!”*** Raut wajah Dylan yang sebelumnya penuh kegembiraan dan tenang lama-kelamaan berubah menjadi dingin dan penuh amarah. Dylan sama sekali tidak melontarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Namun, pembuluh darah di jari-jarinya sudah mulai menonjol seakan dia sedang berusaha menahan amarahnya, sedangkan Lydia justru terlihat sangat santai. Lydia terus duduk di atas tangga sambil mendengarkan percakapan itu dengan santai seakan percakapan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya. Bahkan dia terlihat sedikit mencibir dengan wajah biasa. Ketenangan ini justru terasa menyakitk
Dylan ingin mengirimnya ke Negara Filippo?Bukankah itu sama saja dengan membunuhnya?Apa mungkin dia masih bisa kembali dalam keadaan selamat?Apa mungkin Dylan mendengarkan percakapan Bi Ratna dengan Erika tadi?Kepanikan terus menyebar di sekujur tubuh Bi Ratna. Bi Ratna tahu kalau Dylan pasti tega mengirimnya ke Filippo karena dia tahu betapa baiknya Dylan saat ini kepada Lydia. Bi Ratna menangis lalu segera menelepon Erika untuk meminta bantuan padanya. Erika datang ke Clear Villa dalam kurun waktu kurang dari satu jam dengan wajah penuh amarah. Kebetulan dia juga bertemu dengan Lydia yang baru saja akan pergi berbelanja. Erika terlihat sangat marah ketika dia masuk ke dalam rumah dan melihat Lydia di sana. Dia langsung saja menunjuk ke arah hidung Lydia lalu berkata dengan penuh amarah, “Dasar rubah betina! Kamu sudah bercerai sama Dylan, tapi masih saja kamu berhubungan sama anakku! Padahal aku sudah minta kamu untuk berdamai secara baik-baik, tapi kamu malah menolaknya. Das
“Usir perempuan itu dari sini! Mama nggak akan merestui kalau sampai kamu bersamanya!” teriak Erika seperti orang gila. “Bukan Mama yang membuat keputusan di keluarga Tansen,” balas Dylan dingin.Erika langsung menggertakkan giginya lalu berkata, “Kamu itu anakku, jadi kamu harus menuruti perkataan Mama!”Dylan membalas perkataan Erika dengan tatapan matanya yang dingin dan acuh tak acuh. Dylan ingat ketika umurnya masih 5 tahun, dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan khusus. Saat itu, dia sangat merindukan ibunya. Akhirnya, dia menelepon Erika untuk menyampaikan rasa rindunya. Namun, Erika justru merasa terganggu dengan panggilan telepon dari Dylan karena dia sedang berbelanja. Bahkan dia mengatakan agar Dylan bisa menahan semua itu karena semuanya akan lebih baik ketika Dylan tumbuh dewasa. Kemudian Erika juga memberitahu kakeknya perihal masalah telepon rahasia Dylan kepada Erika. Hal itu berujung dengan cambukkan di tubuh Dylan yang dilayangkan oleh kakeknya sendiri. Sekaran