Tatami itu cukup luas dengan pencahayaan yang cukup bagus. Lydia terus mendorong Dylan tanpa melontarkan sepatah kata pun dari mulutnya. “Mau apa lagi?” tanya Lydia setelah tiba di depan tatami.“Aku nggak bisa duduk di sini terus. Aku mau duduk di sana yang lebih nyaman daripada di kursi roda,” jawab Dylan. Lydia langsung menghentikan langkahnya lalu mengerutkan kening seraya berkata, “Tapi, aku nggak bisa angkat kamu ke sana.”Mungkin Lydia bisa, tapi kemungkinan besar Dylan akan cacat permanen. Sepertinya Dylan ini memang sengaja mencari masalah. Dylan berusaha sekuat tenaga bangkit dari kursi roda dengan bertumpu di kursi roda dan kaki kirinya. Dylan ingin bergerak sedikit demi sedikit sampai dia bisa mencapai tatami yang dia tuju. Namun. Keringat sudah mengucur di dahinya sebelum dia tiba di tatami itu. Lydia mengerutkan keningnya dan memutuskan untuk membantu Dylan. Dia melangkah dengan cepat ke depan lalu menopang tubuh laki-laki itu agar tidak jatuh ke atas lantai. Selur
“Pak Dylan sudah menyuruh saya untuk tidak mengganggu mereka di lantai atas. Bu Lydia sih kelihatan sangat dingin sama Pak Dylan. Tapi, saya yakin kalau dia cuma pura-pura saja. Pasti itu salah satu caranya biar bisa mendapatkan Pak Dylan ….”Ternyata Bi Ratna yang sedang berbicara dengan berbisik.“Klik!”Tiba-tiba terdengar suara lampu dinyalakan. Bi Ratna berdiri dengan wajah terkejut sampai dia menjatuhkan ponselnya ke atas lantai. Lydia berhasil melihat nama yang tertera di ponsel Bi Ratna dengan sangat jelas. “Bu Lydia!”Ternyata Bi Ratna sedang berbicara dengan Erika melalui telepon. Bi Ratna benar-benar panik sampai dia berkata dengan tergagap, “Bu … Bu Lydia kenapa ada di sini?”Lydia menatap Bi Ratna dengan tatapannya yang dingin dan gelap. Dia langsung saja mengambil sekotak susu dan menuangkannya ke dalam cangkir lalu pergi tanpa melontarkan sepatah kata pun kepada Bi Ratna. Tubuh Bi Ratna gemetar ketakutan. Dia mengambil ponselnya dan merasa semakin panik ketika melih
Dylan sangat marah setelah kembali ke kamarnya sampai membuat dirinya tidak bisa tidur. Sebenarnya, Dylan ingin menggunakan waktu ini untuk memupuk perasaan di antara dirinya dan Lydia. Namun, dia tidak bisa melakukannya karena ada Ruben yang selalu saja ada di mana-mana. Semua ini terasa memilukan dan menyedihkan!*** Setelah malam berlalu, Lydia tidak bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Namun, ternyata fajar sudah menyingsing ketika dia membuka matanya. Tidak lama kemudian, Lydia mendengar suara ketukan pintu di depan pintu kamarnya. Lydia segera mengeluarkan suara yang menandakan kalau dia mengerti. Lydia memutuskan untuk mengenakan kemeja berwarna putih dan rok berbentuk A berwarna hitam. Kemudian dia berjalan menuruni tangga dengan raut wajah malas yang membuatnya terlihat lebih hangat dan lembut dari biasanya. Dylan sudah duduk di meja makan ketika dia melihat kemunculan Lydia. “Selamat pagi, Lydia,” sapa Dylan dengan mata berbinar.Lydia mengangguk lalu bertanya sambil be
“Hal yang paling keterlaluan adalah perempuan itu sampai lupa untuk memberikan obat buat Pak Dylan. Bahkan dia juga memberikan obat dengan dosis 2 kali lipat kepada Pak Dylan pagi ini karena kecerobohannya tadi malam. Perempuan ini benar-benar perempuan ular. Mungkin dia mau membalaskan dendamnya sama Pak Dylan ….”“Keluarga ini pasti akan bernasib sial kalau sampai keluarga Tansen menerimanya kembali!”*** Raut wajah Dylan yang sebelumnya penuh kegembiraan dan tenang lama-kelamaan berubah menjadi dingin dan penuh amarah. Dylan sama sekali tidak melontarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Namun, pembuluh darah di jari-jarinya sudah mulai menonjol seakan dia sedang berusaha menahan amarahnya, sedangkan Lydia justru terlihat sangat santai. Lydia terus duduk di atas tangga sambil mendengarkan percakapan itu dengan santai seakan percakapan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya. Bahkan dia terlihat sedikit mencibir dengan wajah biasa. Ketenangan ini justru terasa menyakitk
Dylan ingin mengirimnya ke Negara Filippo?Bukankah itu sama saja dengan membunuhnya?Apa mungkin dia masih bisa kembali dalam keadaan selamat?Apa mungkin Dylan mendengarkan percakapan Bi Ratna dengan Erika tadi?Kepanikan terus menyebar di sekujur tubuh Bi Ratna. Bi Ratna tahu kalau Dylan pasti tega mengirimnya ke Filippo karena dia tahu betapa baiknya Dylan saat ini kepada Lydia. Bi Ratna menangis lalu segera menelepon Erika untuk meminta bantuan padanya. Erika datang ke Clear Villa dalam kurun waktu kurang dari satu jam dengan wajah penuh amarah. Kebetulan dia juga bertemu dengan Lydia yang baru saja akan pergi berbelanja. Erika terlihat sangat marah ketika dia masuk ke dalam rumah dan melihat Lydia di sana. Dia langsung saja menunjuk ke arah hidung Lydia lalu berkata dengan penuh amarah, “Dasar rubah betina! Kamu sudah bercerai sama Dylan, tapi masih saja kamu berhubungan sama anakku! Padahal aku sudah minta kamu untuk berdamai secara baik-baik, tapi kamu malah menolaknya. Das
“Usir perempuan itu dari sini! Mama nggak akan merestui kalau sampai kamu bersamanya!” teriak Erika seperti orang gila. “Bukan Mama yang membuat keputusan di keluarga Tansen,” balas Dylan dingin.Erika langsung menggertakkan giginya lalu berkata, “Kamu itu anakku, jadi kamu harus menuruti perkataan Mama!”Dylan membalas perkataan Erika dengan tatapan matanya yang dingin dan acuh tak acuh. Dylan ingat ketika umurnya masih 5 tahun, dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan khusus. Saat itu, dia sangat merindukan ibunya. Akhirnya, dia menelepon Erika untuk menyampaikan rasa rindunya. Namun, Erika justru merasa terganggu dengan panggilan telepon dari Dylan karena dia sedang berbelanja. Bahkan dia mengatakan agar Dylan bisa menahan semua itu karena semuanya akan lebih baik ketika Dylan tumbuh dewasa. Kemudian Erika juga memberitahu kakeknya perihal masalah telepon rahasia Dylan kepada Erika. Hal itu berujung dengan cambukkan di tubuh Dylan yang dilayangkan oleh kakeknya sendiri. Sekaran
Di Clear Villa.Dylan duduk di depan pintu dengan wajah pucat sambil memperhatikan orang-orang yang memasukkan ibunya ke dalam ambulans. Kebisingan yang terjadi di depan mata Dylan terasa bagai kebisingan yang terjadi di dunia luar. Apa Dylan sakit hati melihat ibunya terluka?Dia tidak terlalu sakit hati dibuatnya. Namun, Dylan sedikit terkejut karena ternyata Erika sangat membenci Lydia sampai berniat ingin membunuh perempuan itu. Selain itu, ketidaktahuannya akan masalah ini justru seperti menyiramkan bensin di atas api. Tony bergegas menghampiri Dylan yang masih terduduk diam di atas kursi rodanya setelah Tony selesai mengurus semua masalah ini. Wajah Dylan terlihat dingin bagaikan es. Bahkan rasa dingin itu sama sekali tidak berkurang, sekalipun Dylan dalam keadaan terluka seperti ini. “Pak Dylan, Bapak tidak perlu khawatir. Dokter bilang, Bu Erika hanya kehilangan darah saja. Tapi tidak mengancam nyawanya,” jelas Tony.Dylan sama sekali tidak membalas perkataan Tony. Namun, ta
Tony segera menelepon Kakak Sepupunya.Tidak sampai dua puluh menit.Seorang pria gemuk yang tampaknya berbobot sekitar dua ratus kilogram muncul di depan Dylan.Dia tersenyum, mata sipitnya membentuk sebuah garis saat dia tertawa.Dylan terdiam sejenak, alisnya mengerut, wajahnya terlihat sangat masam saat melihat Tony yang berdiri di samping pria itu.“Kakak Sepupu?”Sebelum Tony sempat berkata apa-apa, pria gemuk itu tersenyum lebar, mulai memperkenalkan diri sambil memercikkan air liurnya, “Pak Dylan, nggak perlu terlalu sopan. Nggak perlu panggil Kakak Sepupu segala, nama saya Bobby Rotund. Pak Dylan tenang saja. Dengan memilih saya sebagai pengurus rumah tangga di sini, Pak Dylan pasti nggak rugi. Dalam satu bulan hubungan kalian akan membaik, dalam tiga bulan perasaan kalian akan lebih hangat. Paling lama satu tahun, Pak Dylan dan Bu Lydia pasti akan bersatu kembali!”Bobby, si pria gemuk itu, dengan tegas memaparkan tujuannya, mencoba meyakinkan Dylan dengan kepercayaan diri ti
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa