Lydia dan Gabrielle keluar dari akuarium sambil membawa Mike bersama mereka. “Mau makan udang pippi, nggak?” tanya Dylan sambil berjalan di belakang mereka. “Tidak,” jawab Mike, Gabrielle dan Lydia bersamaan sambil menoleh ke belakang. Dylan hanya bisa tersenyum kecut sambil melihat Lydia yang berjalan lebih dulu dari Gabrielle dan Mike karena dia akan menyetir mobilnya sendiri. Dia berjalan dengan cepat karena takut Dylan akan mengikutinya. Namun, tidak ada yang memperhatikan kalau tidak jauh dari mereka ada sebuah mobil terparkir yang sedang menunggu kesempatan emas ….Mobil itu tiba-tiba meraung dan bergerak dengan cepatnya ke arah Lydia ketika dia melihat kemunculan Lydia di depannya. Mobil itu bergerak sangat cepat seperti sedang terbang ke arah Lydia. “Lydia!” teriak Gabrielle yang berada di belakang Lydia. Namun, tiba-tiba sesosok tinggi muncul dan bergegas mendorong Lydia menjauh dari jalanan. “Brak!”Terdengar suara benda yang saling bertabrakan. Semua itu terjadi kuran
Berita tentang kecelakaan Dylan langsung menyebar ke mana-mana. Sugiono dan Erika bergegas pergi ke rumah sakit bersama-sama. Raut wajah mereka terlihat semakin penuh amarah setelah mengetahui kalau kecelakaan Dylan disebabkan karena Dylan berusaha untuk menyelamatkan Lydia. Sugiono masih terlihat tenang ketika melihat keadaan Dylan karena dia sudah memiliki banyak pengalaman dalam hidup ini. Namun, akhirnya Sugiono harus dibawa keluar dari ruang rawat Dylan setelah dia terduduk cukup lama di sana karena tubuhnya tidak lagi sanggup untuk melihat keadaan Dylan yang cukup parah. Erika juga terlihat terus menangis selama 2 jam penuh sambil memperhatikan keadaan putranya itu. Lydia masih duduk dengan tenang di ruang tunggu VIP sambil mendengar semua makian Erika di dalam ruang rawat Dylan yang tersirat ditujukan padanya. “Mama sudah bilang untuk menjauh dari perempuan itu. Dia itu rubah betina! Perempuan itu selalu saja membuatmu dalam bahaya. Kamu hampir kehilangan nyawamu ketika kam
Di dalam mobil.Rizal mengambil setumpuk foto yang ada di sampingnya lalu berkata, “Papa dapat ini dari kepolisian. Polisi harus menyelidiki kasus ini terang-terangan. Tapi kita harus menyelidikinya sendiri secara diam-diam.”Lydia langsung mengambil tumpukan foto itu lalu memperhatikan mobil di dalam foto itu. Bayangan akan dirinya yang didorong oleh Dylan tiba-tiba kembali muncul di benaknya. Kecepatan mobil itu mencapai 110 Km/jam. Namun, kenapa Dylan masih saja berani menghampirinya dan berusaha menyelamatkannya?Ujung jari Lydia tampak memutih dan gemetaran. Nixon langsung menghela napasnya lalu berkata, “Sekarang kita sudah berhutang budi sama si Dylan itu. Ada kemungkinan Dylan nggak akan melepaskanmu dengan mudahnya.”Dylan memang tidak bisa melepaskannya dengan mudah. Buktinya dia berkali-kali berusaha untuk menyelamatkan nyawa Lydia. Mungkin Lydia masih bisa mengabaikan Dylan kalau dia hanya menyelamatkannya sekali saja. Namun, sekarang Dylan sudah tiga kali menyelamatkan hi
Lydia sama sekali tidak membalas pesan apa pun yang masuk ke ponselnya. Dia lebih memilih untuk mencuci tangannya lalu menggunakan masker di wajahnya agar kulit wajahnya terlihat lebih segar. Kemudian Lydia turun ke lantai bawah dan melihat Rizal sudah menunggunya di ruang makan. Rizal mengawasi putrinya memakan hidangan malam ini dengan perasaan cemas. Dia baru bisa bernapas dengan lega setelah Lydia menghabiskan makanan dan meminum supnya sampai habis.“Lydia, Papa harap jiwamu nggak terguncang dan tertekan karena masalah ini,” ujar Rizal ragu. Lydia tersenyum lalu berkata dengan nada santai, “Aku tahu kok kalau masalah ini akan berlalu dengan cepat. Lagi pula, keadaan Dylan juga akan segera membaik. Nyawanya nggak mungkin terancam cuma karena kecelakaan itu. Nanti aku akan membayar semua hutangku padanya dengan perlahan. Tapi aku nggak mau membicarakan masalah lainnya sekarang.”Namun, Lydia sekarang tidak bisa lagi membenci Dylan seperti sebelumnya. Apa mungkin mereka harus hidu
Tony langsung menarik napasnya setelah mendengar pertanyaan Lydia. Dia juga tidak tahu apa yang harus dikatakannya saat ini. Namun, Dylan yang sejak tadi berpura-pura mati di atas kasur tiba-tiba saja bangun seraya bertanya, “Kamu mau bakar aku?”Dada Dylan terlihat naik turun. Entah karena dadanya sesak atau mungkin karena amarah yang bergejolak di dadanya. Dia sudah susah payah untuk bertahan agar selamat dari kecelakaan mobil itu. Namun, dia justru membuat Lydia hampir marah kepadanya. Tony sempat menceritakan betapa sedih dan putus asanya Lydia ketika Dylan baru saja siuman. Cerita itu membuat api kehidupan di dalam tubuh Dylan kembali menyala. Dia merasa tidak sia-sia sudah mengorbankan dirinya untuk Lydia. Namun, sayangnya dia tidak bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Lydia bersedih hanya untuknya. Oleh karena itu, dia berencana untuk berpura-pura mati agar bisa melihat kesedihan Lydia untuknya. Mungkin juga dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk memperbaik
Namun, seseorang mencengkeram sudut baju Lydia ketika dia hendak pergi. Dylan duduk di ranjang rumah sakit dan berusaha sekuat tenaga untuk meraih sudut pakaian Lydia guna menghentikan langkah perempuan itu keluar dari ruang rawat Dylan.Bahkan Dylan juga sampai harus menarik kaki kanannya yang cedera. Tarikan itu terasa sangat menyakitkan sampai keringat dingin membasahi wajahnya. Lydia langsung melangkah maju dengan raut wajah terkejut lalu bertanya, “Kenapa?”Dylan berusaha menahan rasa sakitnya sambil menundukkan kepala dengan pembuluh darah yang terlihat dengan jelas di dahinya. Dia terlihat sangat kesakitan. “Cepat, panggil dokter!” seru Lydia. Tony sempat tertegun sampai akhirnya dia mengangguk dan berlari keluar. Dylan merasa sangat bahagia ketika melihat ekspresi khawatir di wajah Lydia. Dia segera mengulurkan tangannya dan membelai kepala Lydia. Lydia tersentak, tapi dia tidak berusaha menghindar karena dia tidak ingin memperparah luka di tubuh Dylan. “Aku bohong, kok.
Lydia pulang ke rumah untuk mengemasi barang sekaligus memberitahu ayah dan kakak-kakaknya perihal masalah ini. Di sisi lain, Dylan meminta Tony untuk mengurus prosedur kepulangannya agar dia bisa memulihkan diri di sana. Sekarang Dylan merasa sangat antusias dengan lukanya ini. Tony buru-buru mengurus prosedur pemulangan Dylan. Kemudian dia juga menyuruh orang untuk membersihkan Clear Villa dengan cepat. Dylan berjalan dengan menggunakan kursi roda ke sana kemari untuk memeriksa keadaan rumah sesampainya dia di sana. Dia tidak membiarkan ada debu sedikit pun yang tertinggal di sana. Bahkan sampai sudut-sudut ruangan juga tidak luput dari pemeriksaannya. Bi Ratna sudah bekerja di rumah ini sejak Lydia dan Dylan belum bercerai. Dylan berpikir kalau Lydia sudah terbiasa dengan kehadiran Bi Ratna di sini. Oleh karena itu, Dylan tidak pernah mengganti Bi Ratna. Bi Ratna hanya bisa berdiri dengan tubuh gemetaran sambil memperhatikan majikannya memeriksa setiap sudut rumah. “Barang-bar
Bi Ratna tercengang dengan keganasan Ruben. “Siapa … siapa kamu?” tanya Bi Ratna gugup sambil melangkah mundur satu langkah.Namun, Ruben sama sekali tidak ingin memperkenalkan dirinya. Dia langsung saja membuka pintu dan mempersilakan Lydia untuk melangkah masuk ke dalam rumah seraya berkata, “Silakan, Bu Lydia.”Lydia bergegas masuk dengan raut wajah datar tanpa berniat untuk mengungkapkan kerinduannya kepada Bi Ratna. Lagi pula, bagaimanapun juga Bi Ratna adalah mata-mata dari keluarga Tansen. Jadi, dia sama sekali tidak peduli dengan tatapan Bi Ratna yang dipenuhi dengan rasa kaget dan cemas. Lydia memilih untuk masuk ke dalam rumah tanpa banyak basa-basi lagi.Suara langkah sepatu hak tinggi Lydia yang bertumbukan dengan lantai terdengar sangat manis di telinga Dylan. Lydia melihat Dylan berada di ruang keluarga dengan mengenakan pakaian rumah berwarna abu-abu. Wajahnya masih terlihat pucat, tapi garis wajahnya masih tetap terlihat tegas dan penuh wibawa. Kaki kanan Dylan masih
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa