Wajah Melani berubah luar biasa keruh. Dilap ternyata menebak rencana perempuan itu dan membuat Melani semakin malu.“Aku … aku nggak sengaja menginjak rok aku dan jatuh!”“Oooohhh.” Dilap membulatkan mulutnya dan tampak tidak percaya.Lydia hanya menatap mereka jengah dan ingin segera menyelesaikan tugasnya. Dia membuka suara memberi saran, “Mau tukar baju?”Melani mengangguk dan bergegas berdiri. Malvin dengan hati-hati berkata, “Jangan keseleo lagi dan minta aku gendong kamu, kan? Pinggangku juga keseleo.”Wajah Melani semakin emmerah. Lelaki itu tengah menertawakan dirinya yang sudah bersandiwara pura-pura keseleo di episode sebelumnya. Dia melihat Dylan lagi dan ekspresinya datar seakan lelaki itu tahu bahwa dia sengaja jatuh. Bahkan di mata lelaki itu terlihat sorot kesal dan sebal yang semakin membuatnya malu.Siapa yang menyangka bahwa Dylan tidak menangkapnya dan justru menendangnya ke arah depan? Melani menggigit bibirnya dan wajahnya memerah. Dia memaksakan seulas senyum mas
Alis Dylan terangkat dan berkata, “Aku juga mau cari di sini.”Lelaki itu berpura-pura membuka lemari dan Lydia hanya memilih diam dan mengabaikan Dylan. Dia lanjut mencari barang di lemari. Matanya berbinar ketika melihat di dalam laci ada terdapat sebuah kotak.Perempuan itu berjinjit dan berhasil mengambil kotak tersebut. Akan tetapi kotak tersebut jatuh dan hendak mengenai keningnya. Akan tetapi rasa sakit tersebut tidak kunjung datang. Sebuah tangan yang besar dengan wangi parfum yang familiar menutupi kening dan mata Lydia.Kotak tersebut jatuh mengenai punggung tangannya dan Lydia seperti bisa merasakan rasa sakit dan perih tersebut. Namun Dylan tidak bersuara sama sekali. Detik itu, Lydia merasa hatinya terkena jatuhan kotak itu dan membuatnya tersentak.Dylan menjauhkan tangannya dan berkata, “Untung nggak kena.”Dia menyerahkan kotak yang ada di tangannya pada perempuan itu dan berkata, “Tempat yang begitu jelas nggak mungkin menyimpan sesuatu. Coba kamu lihat.”Lydia melihat
Wajah Melani berubah kaku. Semua orang bisa menebak tujuannya, tetapi dia justru tidak mendapatkan kesempatan itu. Sutradara juga langsung berbicara dan mengatakan bahwa hadiah bagi pemenang dalam babak ini adalah menjadi ketua di babak selanjutnya.Para penonton yang membaca sibuk memberikan komentar, “IQ milik Melani buat orang lain seperti ingin menertawakannya.”“Semua orang sibuk berbincang, hanya Lydia yang mencari harta dan justru nggak ketemu. Kasihan sekali.”“Hanya aku yang merasa kalau Dylan masih belum melupakan Lydia? Setiap lelaki itu menatap Lydia, tatapannya lembut sekali, kan?”***Semua orang menuju lokasi selanjutnya sesuai dengan peta yang ditemukan oleh Melani. Saat dalam perjalanan, Dilap mendekati Dylan dan dia memasang senyum licik sembari berkata,“Om, Om curang sekali. Aturan acara main diganti sesuka hati.”Dylan meliriknya sinis dan dengan dingin berkata, “Om juga bisa mendepakmu keluar, percaya?”Pemuda itu langsung tercekat sambil membelalak. Pamannya ini
Lydia tidak takut tinggi, tetapi melihat jurang yang begitu dalam membuat hatinya bergetar. Kedua kakinya gemetar ketika berjalan ke arah balon udara. Selain Dilap dan Marvel, semua orang rata-rata merasakan hal yang sama.Dylan justru terlihat sangat tenang sekali. Dari atas mereka tidak bisa melihat dasar dari jurang karena sangat tinggi dan dipenuhi oleh pohon-pohon. Akan tetapi rasanya tergantung di udara seperti tengah menginjak awan dan menantang angin.Untungnya sabuk pengaman yang terpasang di tubuh mereka sangat kuat dan aman. Jika tidak, Lydia tidak akan mau melangkah maju. Dia bersumpah kalau selanjutkan akan menjauh dan menjaga jarak dari Dilap.Kameramen tidak ikut naik dan hanya kamera drone dan juga kamera mereka pribadi yang merekam aksi mereka. Wajah Melani pucat pasi dan dia mencengkeram tiang dengan erat. Tidak ada yang tahu apakah perempuan itu bersandiwara atau tidak. Perempuan itu menjerit ketakutan seakan-akan mewakili teriakan hati orang yang lainnya.“Kamu taku
Ekspresi Melani berubah kaku karena Lydia sudah menjawab pertanyaan ketiga. Dia melirik Dylan dan melihat wajah lelaki itu sudah sangat keruh. Keningnya berkerut dalam dan kedua bola matanya menatap Lydia dengan lekat. Lelaki itu seakan tengah berusaha keras mengendalikan emosinya sendiri.“Aku nggak perlu lompat, kan?” tanya Lydia sambil terkekeh kecil.Raut wajah Melani kembali seperti semula dan berkata, “Tentu saja, pertanyaan selanjutnya untuk Pak Dylan.”Matanya tampak berbinar sambil bertanya, “Kalau Pak Dylan diminta untuk memilih satu di antara dua perempuan di sini untuk jadi kekasih ….”Setelah kejadian Lydia tadi, sebagai seorang lelaki normal pastinya Dylan akan menjaga harga dirinya. Perempuan yang ada di sini selain Lydia hanya tersisa dirinya saja. Asalkan namanya dan Dylan muncul secara bersamaan, maka acara ini tidak akan sia-sia!Sebelum Melani menyelesaikan ucapannya, Dylan langsung berkata, “Aku pilih Lydia.”Tiba-tiba lelaki itu maju dan memeluk Lydia dengan erat.
Ucapan Dylan tidak tahu dapat didengar oleh Lydia atau tidak. Yang pasti perempuan itu tidak memberikan respons apa pun. Setelah terpantul beberapa kali di udara, akhirnya Lydia mulai terbiasa. Ketegangan di tubuhnya juga perlahan semakin berkurang.Saat dia membuka matanya dan menatap lelaki itu lagi, hanya tersisa sorot marah dan juga dingin saja. Ketika mereka naik kembali, Dilap dan semua orang menghampiri mereka dan bertanya, “Lydia, nggak apa-apa, kan?”“Bagaimana? Pusing, nggak?”Sedangkan Dylan justru diabaikan begitu saja. Semua orang tahu kalau ini adalah akibat dari kemarahannya. Dia sendiri yang membuat ini semua terjadi, apakah dia masih harus mengharapkan orang lain menghiburnya?Bahkan Melani hanya diam di sana menatap mereka berdua. Dia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Lydia hanya menggeleng dengan wajah pucat pasi tanpa bisa mengatakan apa pun. Dia hanya merasa sedikit mual. Dengan kening berkerut perempuan itu bertanya,“Sudah bisa berakhir?”Dila
Melani menatap lelaki itu dengan sorot terkejut. Dilap tidak sedang bercanda, lelaki itu mundur untuk memberikan jalan pada Melani.Dia yakin Melani tidak akan menolak apa yang mereka minta. Perempuan itu sengaja mengubah arah dari alur acara ini dan sengaja menyerang Lydia.Perempuan itu menggigit bibirnya, kemudian dia menoleh ke arah Dylan yang memasang raut dingin. Tatapan lelaki itu tidak tertuju pada dirinya meski sedetik pun. Melani melangkah ke tepian kemudian menoleh sambil menatap mereka semua. Dia berharap ada orang yang berseru dan menghentikannya. Hingga akhirnya tatapannya berhenti pada sosok Lydia dengan sangat memelas.Jika Lydia yang bersuara, seharusnya mereka tidak akan menolak, bukan?Namun dia hanya berdiri sambil memegang tiang dengan wajah memucat dan raut wajah tidak sabar. Dia menyentuh bagian dadanya tanpa peduli dengan Melani sama sekali. Akhirnya dia tampak ragu-ragu melangkah ke tepian dan akhirnya tetap terjun dari sana.Suara teriakan histeris Melani meng
Lydia tersadar dan dia mencium sekelilingnya yang dipenuhi aroma alkohol. Ternyata dia ada di rumah sakit. Lydia menghela napas lega saat tahu tempat keberadaannya. Di dalam mimpinya, dia seperti tengah bermain bungee jumping. Tubuhnya terpantul sebanyak berulang kali hingga tubuhnya kehilangan gravitasi. Seluruh badannya tegang dan sangat panik.Lydia merasakan sebuah handuk hangat yang tengah diusapkan di keningnya. Dia menoleh dan ekspresinya seketika berubah saat melihat orang tersebut.“Kenapa kamu masih belum pergi?”“Aku yang salah,” ujar Dylan. Suaranya terdengar sangat kecil dan sarat akan rasa bersalah.Bahkan ketika tidak sadarkan diri, perempuan itu masih mimpi buruk dan terus mengeluarkan keringat dingin. Perempuan itu terus mengigau di sepanjang tidurnya dengan berkata, “Jangan dorong aku.”Semua salahnya! Dia tidak menyangka kalau Lydia akan begitu takut. Kalau tahu akan seperti ini, dia tidak akan mau mengajak Lydia untuk ikut melompat bersama. Lydia menolehkan wajahnya
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa