“Amel kan suka banget sama kamu. Dia pasti yang buat Tiger kayak begini dengan memasukkan memorinya ke dalam memori Tiger. Oh iya, Amel juga peneliti di proyek Julist Group. Nanti kamu pasti ketemu sama dia,” ujar Lydia sambil tersenyum.Kenny langsung melemparkan Tiger ke dalam pelukan Lydia.“Tiger, kita ketemu yuk sama Amel,” ujar Lydia setelah menangkap Tiger dengan hati-hati di dalam pelukannya. “Aku mau si ganteng itu yang meluk aku,” ujar Tiger sedih. Lydia tidak tega menolak permintaan Tiger lalu dia pun melangkah dan berkata, “Kak Kenny ....”Kenny sudah tidak kaget lagi dengan perilaku benda kecil ini. Bagi mereka benda ini hanyalah sebuah karya yang seharusnya tidak terlalu melibatkan emosi. Tiger menjadi pusat perhatian orang-orang ketika mereka bertiga tiba di Julist Group.“Tiger, kamu kangen nggak sama kami?”Tiger mengangkat kepalanya lalu mendengus dan berkata, “Siapa kamu?”Semua orang hanya terdiam setelah mendengar jawaban Tiger. Kemudian mereka membawa Tiger unt
Suasana menjadi sunyi seketika. Untungnya, Dylan tidak membuat masalah lebih panjang, dan pembicaraan pun beralih ke topik penyelesaian masalah. Sekitar satu jam mereka rapat, hujan rintik-rintik mulai turun. Saat peserta rapat beranjak keluar, mereka bergegas mencari perlindungan di dalam mobil-mobil mereka. Air hujan menggenangi bagian bawah tangga karena permukaan lantainya lebih rendah.Lydia, yang keluar paling belakang, tampak cemas berdiri di tangga dengan sepasang sepatu hak tinggi Manolo Blahnik berdesain elegan, yang dibuat khusus untuknya. Rolls Royce perusahaan terparkir tak jauh, tapi sopirnya tak bisa mendekat.Kenny menangkap ekspresi Lydia. Di sampingnya, hanya ada sebuah payung.Dengan gerakan yang tampak akrab, Kenny mengambil payung itu dan menahannya di atas kepala Lydia."Ayo," ujarnya, seolah ini sudah menjadi kebiasaannya.Lydia merintih pelan, "Kalau sepatu ini kena air, berliannya bisa copot..."Kenny menatap rok yang dikenakan Lydia. Menggendongnya seperti put
Kevin dan Dylan berjalan berdampingan. Kevin kemudian bertanya, "Amel, kamu kenal laki-laki di sebelah Lydia?"Amel masih tenggelam dalam pikirannya. Saat Kenny merendahkan tubuhnya untuk melayani Lydia, Amel merasa iri, tapi juga merasa memang itu yang seharusnya. “Sungguh, wajahnya penuh dengan kekaguman!”Amel refleks mengangguk, tapi kemudian menggelengkan kepalanya. "Nggak kenal!" Lydia bilang harus dirahasiakan!Dylan menyipitkan matanya. Amel mengambil jas dan payung yang tergeletak di lantai, kemudian berbalik badan dan lari. Dia hanya seorang peneliti. Tidak bisa bermain-main dengan para pebisnis ini...Tiger menoleh ke kanan dan ke kiri. Baru saja hendak mencoba menghubungi nomor Lydia dengan sistem keceredasannya, dia diangkat oleh seseorang dengan satu tangan.Dylan mengerutkan kening dan menatapnya. Dylan merasa ada yang tidak beres. "Kamu masih kenal aku?" Suaranya yang kalem memberikan kesan asertif.Tiger menyipitkan matanya. Keempat kakinya menendang-nendang di udara
Kenny menatap ponselnya sambil mengerutkan kening, dia terlihat obsesif-kompulsif, sangat telaten mengoreksi rumus yang dikirim Amel di Whatsapp.Untuk mencari rumah untuk Kenny, Lydia meminta Gabrielle untuk menemaninya. Mereka pergi ke agen penjualan terdekat.Saat melihat kantor agen, keduanya berhenti."Kamu punya banyak pilihan properti di Agustine Group, kenapa nggak pilih salah satu dari situ?" Gabrielle bertanya dengan rasa penasaran."Ah, nggak bisa," Lydia menolak pelan, "Kebanyakan properti itu sudah laku dan pasti area sekitarnya jadi ramai. Kakak keduaku nggak bakal betah."Interior gedung ini terasa lebih mewah dan hening, punya kesan berkelas."Kok kamu malah ke sini? Ini kan milik Tansen Group," suara yang terasa asing namun sekaligus akrab terdengar dari belakang.Lydia berbalik, dan mata mereka saling bertemu. Lauren?Dengan senyuman yang menyimpan makna, Lydia berkata, "Malahan bagus. Saya memang berniat beli yang punya keluarga Tansen.""Kamu nggak diterima di sini,
Kesunyian menyelimuti kantor Tansen Group, hanya terpecah oleh suara nyaring tapak sepatu hak tinggi yang berdenting di lantai. Dylan, yang duduk dengan aura dingin dan tatapan serius, tampak gelisah, jari-jarinya mengetuk meja komputer dengan irama yang menegangkan."Dia pergi ke pusat pemasaran untuk membeli sebuah rumah?" tanyanya dengan nada suara yang dalam.Tony, yang berdiri dengan sikap tenang, menjawab, "Ya, saya sudah mendapatkan konfirmasi langsung dari salesman dan melihat rekaman CCTV. Non Lydia dan Non Gabrielle berada di sana, mereka masih di lokasi."Dengan dahi yang berkerut, Dylan bangkit setelah diam sejenak. "Kita periksa sendiri."Dylan, meski tidak tahu tujuan Lydia, merasa perlu untuk menyaksikan sendiri apa yang sedang dia lakukan. "Siap," Tony menjawab dengan hormat, merasakan suasana tegang yang menggantung di udara. Ketika menyangkut Nyonya Lydia, reaksi Pak Dylan memang selalu sulit ditebak.Sementara itu, manajer penjualan dengan hati-hati memperkenalkan Ly
Dengan wajah datar, Dylan mulai berbicara. Namun, ketika kata "mantan istri" terlontar, ada rasa tidak nyaman yang melanda, sukar untuk diartikulasikan."Kamu tertarik dengan rumah yang mana? Aku akan memberikannya padamu," tawar Dylan.Dia teringat Lydia yang dengan percaya diri meminta kapal pesiar dari Liam di atas panggung Share. Itu adalah pemandangan yang tak terlupakan bagi Dylan, memberinya kesan bahwa dia belum pernah memberi Lydia sesuatu yang benar-benar berarti. Mungkin, jika Lydia mau menerima rumah tersebut, hatinya akan merasa sedikit lega.Lydia tersenyum tipis, seperti mendengar sesuatu yang menggelikan, namun wajahnya tak menunjukkan banyak emosi."Hadiah untukku? Wah, Pak Dylan benar-benar dermawan. Apakah kamu selalu sebaik ini dengan semua mantanmu?" sindir Lydia, suaranya penuh nada ejekan.Dylan mengerutkan dahinya, ingin menyahut, tapi Lydia tidak memberinya kesempatan."Kamu tahu, kita ini kan 'mantan'. Artinya, kita tidak lagi memiliki keterikatan apa pun. Say
Lucas menghela napas panjang, menutupi wajahnya sejenak sebelum beranjak dan menepuk pundak Dylan. "Aku tahu aku terkesan nggak konsisten, tapi kali ini, Lydia jelas-jelas difitnah."Sungguh, Lydia mungkin membenci Dylan, tetapi bukankah Olivia sedikit berlebihan? Bagaimana mungkin dia, yang selalu terhormat, bisa berubah begitu drastis dan menganggap dirinya sebagai musuh bebuyutan Lydia?Lucas hanya bisa menggelengkan kepala, merasa Olivia terlalu dramatis dalam menciptakan realitasnya sendiri. Dengan langkah berat, dia meninggalkan ruangan tersebut.Monika, di sisi lain, terus mengutuk Lydia, dan bukan hanya karena Olivia. Dia iri pada Lydia, yang dalam semalam telah menjadi putri dari Grup Agustine dan naik daun di dunia bisnis. Sedangkan Monika merasa dirinya jatuh ke posisi terendah, terlempar dari statusnya yang semula. Bahkan keluarga Tansen memperlakukannya dengan acuh tak acuh. Dia kehilangan akses ke uang saku hanya karena Lydia mengambil kembali Zamrud miliknya. Lydia, m
Drama belum usai. Kejadian beruntun terjadi lagi.Foto-foto Dylan yang tertangkap kamera saat berada di rumah sakit tersebar luas di dunia maya. Berita heboh pun bergulir dengan cepat: Pacar terbaru Pak Dylan dirawat di rumah sakit, diduga karena campur tangan orang ketiga!Berita itu disertai gambar Olivia tergeletak lemah di ranjang rumah sakit dengan Dylan berdiri di pintu, pandangannya penuh kelembutan."Ah, cinta yang abadi... Sang selingkuhan kini berkuasa, tak adakah rasa malu?""Zaman sekarang, orang kaya tak lagi punya moral, ya? Atau ini era selingkuhan yang mendapat kenaikan pangkat?""Lydia fokus membangun karier dan mewarisi kekayaan. Menjadi kaya raya dengan usaha sendiri adalah yang terbaik!""Hubungan resmi mereka berakhir, tak ada harapan untuk berbaikan. Lydia, cintaku padamu abadi selama 10.000 tahun!""Bolehkah saya minta antri untuk jadi pacar CEO Lydia?"......Lydia terbangun di pagi hari, dan belum sempat memberitahu Kenny tentang kabar gembira pembelian rumahny
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa