Hai, maaf lama tidak update. Author sedang ujian, harap bersabar ya ^^
Jeremy dan Barbara sama-sama melirik ke arah Helena yang berada di depan pintu dapur. “Baik, Tuan pelanggan. Helena tolong ya meja no sembilan,” perintah Jeremy. Helena dengan wajah yang ditekuk segera mengambil buku menu dan meletakkannya ke meja sembilan tempat Shane dan Primrose duduk. “Mama masih marah?” bisik Primrose ketakutan. Ia mengintip dan masih bersembunyi di balik tubuh besar Shane. “Hmm dimana letak kotak saran, Helena?” tanya Shane sambil tersenyum licik ke arah wanita yang pura-pura sibuk memegang buku kecil untuk mencatat pesanan. Helena mengembuskan napas berat sambil menurunkan buku kecilnya. “Jika Anda keberatan dilayani olehku, Tuan. Anda bisa-.” Shane langsung menggeleng, membuat kalimat Helena terputus. “Bukan-bukan begitu, Nona pelayan. Kau hanya tak ramah juga tidak tersenyum dan menanyakan kami ingin memesan apa.” Shane kemudian mengelus pelan rambut Primrose, sambil berbisik, “tenang, semua baik-baik saja.” Shane menoleh kembali ke arah Helena. “Nona p
Wanita cantik itu segera berbalik dan mematikan kompor serta mengambil mangkuk, mengabaikan Shane yang ada di sampingnya. Hal itu semata-mata Helena lakukan untuk melepas pandangan mereka yang tadi sedang bersitatap. “Makanan sudah siap, Tuan pelanggan. Akan saya antarkan ke meja Anda,” ucap Helena seolah tak pernah terjadi apa pun.Shane kembali dengan canggung ke mejanya, merasa sedikit aneh dengan kecepatannya yang spontan akibat mengkhawatirkan apa yang terjadi pada Helena karena bunyi keras dari dapur tadi. ‘Semua sudah berakhir, kenapa kau merasa ingin memulai sesuatu, Shane?’Helena meletakan dua mangkuk sup asparagus di meja nomor sembilan. Hanya ada Shane dan Primrose pengunjung di cafe itu. Jeremy dan Barbara telah menghilang entah kemana, hal itu membuat Shane mencatat sesuatu di kepalanya. ‘Aku akan meminta Jasper untuk mengetatkan disiplin pegawai di cafe ini.’Setelah menyelesaikan tugasnya, Helena duduk di meja kasir sambil kembali mencuri-curi pandang pada pelanggan di
“PIM!” teriak Helena dan Shane berbarengan. Tepat saat itu Jeremy dan Barbara balik ke cafe dengan napas yang memburu. “Kata kakakku pemilik cafe ini datang, apa kau melihatnya Helena?” tanya Jeremy dengan panik. Barbara melihat kecanggungan yang aneh di meja nomor sembilan. “Hah?” Helena bergumam dengan bingung. Shane langsung menyambar pertanyaan Jeremy. “Tidak ada yang datang selain aku.” Jeremy baru akan bernapas lega, Shane sudah memberikannya perintah lagi. “Ambilkan semangkuk sup asparagus di dapur dan letakan di sini.” Jeremy melihat Helena, seakan ingin memberikan perintah pada anak buahnya itu, tapi kembali Shane menghentikan tindakannya. “Kamu, kamu yang ambilkan,” perintah Shane sambil menunjuk manajer cafe itu. Dominasi pria tampan yang sedang duduk di meja nomor sembilan itu begitu kuat, hingga membuat Jeremy langsung mengangguk bingung dan otomatis melaksanakan perintah Shane. “Aku akan mengawasi apa yang ditontonnya,” ujar Helena ketika perhatian Shane kembal
Shane balik lagi ke meja nomor sembilan setelah mengangkat telepon dari tunangannya. Ia tidak mendapati Helena lagi di meja itu. ‘Apa yang ia ingin katakan tadi?’ Ada perasaan sesal di hati Shane ketika mengangkat telepon dari Athena dan meninggalkan Helena di mejanya sendirian. Tapi jika ia tidak segera mengangkat panggilan dari Athena, pria itu merasa sedang mencurangi tunangannya itu, bagaimanapun Shane sudah mengikat komitmen dengan Athena, sedangkan dengan Helena semua sudah berakhir. Lelaki bersurai abu gelap itu kemudian bertanya pada Barbara karena mencari mantan istrinya. Helena ternyata sedang bermain dengan Primrose di dapur. “Apa yang ingin kau katakan tadi, Helena?” tanya Shane begitu masuk dapur. Helena mengerutkan dahinya. ‘Apa ia tidak membaca, selain staf dilarang masuk dapur? Walau notabene ia lah pemilik cafe ini’ Wanita cantik berambut hitam itu merapikan apronnya, seakan memberi jeda pada dirinya untuk menghadapi mantan suaminya. “Apa aku akan diundang ke pe
Shane berada di perjalanan menuju rumah sakit Digory. Sepanjang perjalanan ia masih memikirkan mantan istrinya itu. ‘Helena dan anaknya memang bukan tanggung jawabku, tapi entah kenapa aku benar-benar ingin memastikan kebahagian mereka. Dan kurasa hal itu tak menyalahi komitmenku pada Athena.’Entah sejak kapan rasa benci pada Helena menguap di dada lelaki paling berkuasa seantero Digory Valley itu, mungkin ketika Helena tak sesuai dengan pemikirannya selama ini. Saat Helena bercerai dan tak membawa apapun dari harta Digory, hal itu mematahkan penilaian Shane kalau mantan istrinya adalah wanita mata duitan. Dan ketika orang di sekitar Shane menuduh kalau Helena berselingkuh dengan banyak pria hal itu malah berubah menjadi tudingan tanpa fakta dan dasar yang jelas. Karena hal itu lah yang membuat Shane memiliki pemikiran berbeda tentang mantan istrinya. Selain karena, jika Shane mengingat lagi kenangan mereka saat masih terjalin hubungan pernikahan pun, Helena memperlakukan pria tampan
Brian Scoot sudah lama naksir dengan tunangan Shane Digory, Athena Ariana. Tapi semasa sekolah ia tak pernah benar-benar menyatakan cinta pada gadis cantik berambut merah itu, karena Brian yakin ia akan ditolak mentah-mentah. Perhatian Athena hanya untuk Shane Digory seorang. Walau begitu Brian Scoot tetap berada di sekitar Athena, ia juga banyak mendekati wanita lain sebagai selingan untuk melupakan Athena, tapi hanya teman sekolahnya itu lah hati dokter itu tertambat. Brian Scoot bahkan rela melakukan apapun hanya untuk Athena, termasuk membohongi sahabatnya, Shane Digory. "Tuhan mengabulkan permintaanku yang ingin childfree," ucap Athena semasa mereka sekolah. "Maksudmu?" tanya Brian Scoot sambil menyesap rokoknya. Athena menyodorkan hasil rekam medisnya. "Aku mandul. Untunglah hidupku tak direpotkan oleh anak-anak. Tapi diantara sekian banyak permintaanku harusnya Tuhan mengabulkan agar aku menjadi kekasih Shane Digory." Brian Scoot hanya geleng-geleng kepala pada siswi sekol
Ruang kepala HRD yang merupakan ruangan tempat Jane bekerja itu dipenuhi dengan atmosfer berat, dua wanita pegawai senior di rumah sakit Digory itu tampak tegang berhadapan dengan Shane. Brenda, perawat senior dengan tubuh gemuk dan rambut panjang yang digelung rapi itu menatap Jane sekilas sebelum melanjutkan perkataannya.Shane langsung memberikan perhatian penuh pada Brenda, mengalihkan pandangannya pada komputer database yang ada di sampingnya sebagai reaksi atas pernyataan perawat senior itu.Brenda yang mendapati mata dengan iris coklat hazelnut menatap lurus padanya langsung tersipu malu dengan jantung berdegup kencang, bagaimanapun pria yang merupakan kepala yayasan rumah sakit Digory itu sangat tampan."Saya mengenal Nona Helena Kyle dan siapa yang dijenguknya lima tahun silam. Karena saya lah yang ditugaskan untuk mengurus pasien yang selalu dikunjungi Nona Helena." Brenda menjalin jari-jari tangan di pangkuannya saat Shane menatap tajam ketika ia membeberkan informasi itu.S
'Apakah pasien itu adalah anak Helena sebelum Pim? Bukankah itu hanya gosip tidak jelas dari sekolah yang mengatakan kalau ia sudah memiliki anak, bahkan berita itu berasal dari si brengsek pembohong besar Gary Miles.' Brenda mengangguk mantap menjawab pertanyaan Shane. Terlihat pria yang sedari tadi bertanya itu mulai frustasi, bagaimana bisa dugaannya meleset jauh dan gosip di sekolah justru menemukan faktanya. “Apa pasien itu anak dari Helena? Apa anak perempuan itu keluar rumah sakit bersamaan dengan Helena? Kau tahu dimana anak itu tinggal sekarang?" Pertanyaan beruntun ditembakkan oleh Shane karena ia begitu penasaran dengan mantan istrinya itu. ‘Helena hanya tinggal berdua saja dengan Pim dan aku tak melihat anak lain selain Pim.’ Alis Brenda bertaut, sedikit bingung dengan antusiasme Tuan Shane Digory dengan pasien yang pernah dirawatnya. "Pasien itu bukan anak Nona Helena, Tuan Digory. Dia adalah adik kandung Nona Helena. Pasien itu bernama Rose Kyle.” Shane semakin terke
“Tes… Tes… satu, dua, tiga, tes, tes. Pim di sini.” Pim ketuk-ketuk dulu microphone ini ya. Kedengaran tidak? Pim mau cerita, ini ada kaitannya sama mainan baru, Pim. Kemarin Shane kasih ini diam-diam ke Pim ini. “Kamera buat ngerekam. Jadi sekarang Pim akan buat Vlog tentang keseharian Pim!” Pim semangat banget bicara di depan kamera. Sebentar, coba Pim ketok-ketok dulu kamera ini. Sudah jalan belum ya? Oh oke sudah baik. Mari kita rekaman lagi. “Hai selamat datang di Pim Vlog.” Sebentar Pim mikir dulu mau bilang apa lagi. “Okeh, terus apa lagi ya? Oh ya! Di Pim Vlog akan menceritakan-.” Cerita apa ya? Pim mau cerita apa ya? Mama nikah sama Shane? Rumah baru? Kamar baru? Boneka baru yang banyak? Tinggal di kota besar terus kemarin lewat toko kue yang warnanya merah muda. Duh mana duluan ya yang Pim ceritakan? Coba minta usulan Mama ah! “Mama, Mama!” Pim berlari-lari kecil ke dapur. Pasti Mama lagi di dapur. Kata Mama mau buat makan malam sih tadi. “Kenapa, Sayang?” Mama nany
Helena menautkan keningnya. “Tapi masih banyak masakan yang harus aku buat lagi pula bukankah banyak waiters di depan?” Jam makan siang baru saja dimulai, pesanan silih berganti tak henti-henti masuk ke dalam dapur. Helena juga turut sibuk menyiapkan hidangan untuk para pelanggan. Jeremy menggeleng kencang. “Tolong, hanya kau yang bisa melakukannya.” Helena menoleh ke arah pegawai lain yang berada di dalam dapur. Wajah semua orang tampak tidak keberatan, bahkan salah satu chef senior berkata, “tolong bantu Tuan Jeremy saja Nyonya Helena. Disini biar aku yang mengatasi.” Helena menangguk dan mengikuti Jeremy keluar dapur. “Memangnya ada apa, Jeremy?” tanya wanita berambut panjang itu masih bingung. “Itu, Tuan Besar Shane Digory. Ia -seperti biasa- ingin dilayani olehmu,” jelas Jeremy dengan senyuman lebar. Helena langsung terlihat kesal. Ia mengira terjadi sesuatu yang begitu darurat. Tapi bagi Jeremy dan semua pegawai lain, kehadiran Shane Digory adalah sesuatu yang darurat d
“Nyonya Helena!” sambut Jeremy dengan nada riang sambil membuka pintu cafe. Ia memakai kemeja merah muda dan celana bahan berwarna coklat kopi yang senada dengan keseluruhan warna bangunan di belakangnya. “Aku sudah menunggumu dari tadi.” Helena masih terpaku di tempatnya dan tak memperdulikan kedatangan Jeremy. Lelaki itu akhirnya mengikuti arah pandang wanita itu. “Nama yang norak ya?” Jeremy kemudian menyemburkan tawanya setelah mengatakan hal itu, tak lama sampai ia sadar Helena menatapnya tajam. “Ah, maafkan aku Nyonya Hel, tolong jangan laporkan pada suamimu. Aku masih harus mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahanku dengan Barbara.” Helena langsung tertawa pelan. “Kalau begitu cepatlah kalian menikah agar kau lebih sadar.” “Tapi kulihat Tuan Shane semakin tak waras karena menikah Lihat aku tak menyangka ia akan memilih nama senorak itu. Dan kurasa hanya itu kekurangan cafe ini, semua sangat sempurna, dari bangunan, suasana, rasa masakan, promosi, dan para pengunjung sa
Lelaki tampan itu akhirnya mengekori kembaran dengan ukuran mininya itu menunggu di meja makan. Helena kemudian menggulung rambutnya ke atas dan mulai memasak sekaligus merapikan keadaan dapur yang berantakan. Shane tak bisa melepaskan tatapannya pada sosok wanita itu. Helena terlihat sangat luar biasa saat ini. ‘Cara ia menjepitkan rambutnya begitu seksi.’. “Ckck. Kau harus ingat ini, Shane.” Primrose merapatkan tubuhnya pada pria tinggi besar itu. “Jangan pernah membuang-buang makanan. Terakhir kali aku melakukannya, Mama membuatku menulis tulisan ‘aku menyesal’ sebanyak tiga lembar halaman folio dan Mama tak banyak bicara selama tiga hari.” Shane langsung menghela napasnya dengan berat. “Jadi aku melakukan kesalah lagi?” Ketimbang hukuman menulis tiga lembar halam folio, Shane lebih sedih ucapan Primrose yang mengatakan kalau Helena makin irit bicara selama tiga hari. ‘Aku ingin mendengar wanita itu bercerita padaku.’ Helena menghentikan obrolan ayah dan anak itu saat menghi
“Shane,” panggil Helena. Seketika laki-laki itu menoleh dengan wajah sangat terkejut, bahkan sutil di tangannya ikut terjatuh. “Kau sudah bangun, Helena?” Shane terlihat gugup sambil berusaha menyembunyikan ponselnya yang ia taruh di atas meja counter dapur. “Apa aku terlalu ribut hingga kau terbangun?” Helena memiringkan kepalanya, tapi tubuh besar Shane sudah menutupi layar ponselnya. ‘Seorang wanita ya? Kenapa aku berpikir setelah Athena ia tak memiliki wanita lain? Tunggu, kenapa aku harus peduli? Apa karena ia mengungkapkan rasa sukanya denganku kemarin jadi aku berharap lebih?’ “Helena…,” panggil Shane mengembalikan kesadaran wanita itu dari lamunannya. “Tunggu saja di ruang baca. Apa kau butuh sesuatu di dapur? Aku akan mengantarkanmu.” Helena langsung tersadar penyebab dia buru-buru ke dapur karena ada bau gosong yang sekarang mulai perlahan menghilang karena alat penghisap asap yang berada di atas kompor. “Tidak, aku hanya mencium bau masakan tadi-.” “Kau sudah lapar?” Sh
“Hah!” Helena bergumam terkejut. “Apa maksudmu?” “Apa kau tidak tahu, aku sudah dipindah-tugaskan ke cabang Digory Valley cafe itu. Begitu juga Barbara.” Helena menelan salivanya. ‘Ini pasti semua ulah Shane. Selain memindahkan sekolah Pim ke sini, ia bahkan memindahkan penempatan kerja orang tua sahabat-sahabat Pim, hingga mereka juga ikut pindah sekolah ke Digory Valley bersama dengan Pim. Astaga, pria itu benar-benar berniat kami berada di sini. “Baiklah aku akan ke cafe Shiny yang berada di Digory Valley untuk bekerja besok.” Jeremy tertawa. “Maksudmu bekerja sebagai owner dan mengawasi kami kan?” “Hentikan candaanmu. Aku masih anak buahmu, Jeremy,” bantah Helena serius. Selang beberapa lama panggilan ponsel itu Helena akhiri. Jeremy masih tak serius menganggapnya akan kembali bekerja -benar-benar bekerja sebagai waiters. ‘Aku dan Shane Digory tak ada kaitannya. Sama seperti dahulu, pernikahan ini sama seperti dahulu, kan?’ Ketika malam hari, Helena mendapat panggilan dari
Helena masih tak bereaksi apa pun, ekspresinya terlihat dingin di mata Shane. “Kau tak percaya ya?” Shane tak menunggu jawaban Helena, ia langsung melanjutkan perkataannya. “Aku pun tak percaya, aku tak percaya telah jatuh cinta padamu sejak hari itu. Hari terakhir kita bertemu. Dan sejak hari itu aku selalu menunggumu, Helena.” Helena tertawa sinis dengan pelan. Aku mengambil apa yang kau berikan padaku, Shane. “Jangan buat kesalahan yg sama dua kali, Shane. Kita pernah berumah tangga dan itu gagal, atau lebih tepatnya hancur berantakan dengan sangat parah. Apa bedanya dengan sekarang?” “Saat itu aku bahkan tak berusaha sama sekali.” Shane membalas perkataan Helena dengan penuh tekad. “Sekarang berbeda Helena. Aku akan berusaha, aku akan merubah apa yang terjadi dulu.” Helena mengangkat alisnya. Luka yang ia dapat dari laki-laki di hadapannya sudah terlalu dalam. “Percuma jika hanya salah satu saja yang berusaha. Karena kurasa aku tak sanggup berusaha lagi bersamamu.” Shane sad
Helena awalnya berpikir kalau Shane sudah lama tak menempati bangunan ini, tapi tak ada setitik debu pun di setiap furniture yang ada. ‘Kukira ia tak tinggal disini, karena setahuku Athena tak suka bangunan tua bergaya klasik seperti rumah ini. Apa ia bisa membujuk Athena dan akhirnya tinggal berdua di sini?’ Helena melangkah menuju rak buku yang memenuhi dinding ruang tengah rumah itu. ‘Bahkan urutan buku yang ku susun tak berubah.’ Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. “Beberapa pembantu menyusun kembali urutan bukunya, tapi tak ada yang seperti kau lakukan hingga membuatku nyaman membacanya kembali,” celetuk Shane yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Helena. “Kau tinggal di rumah ini?” Helena tak dapat menutupi rasa penasarannya. Shane tersenyum. “Ya, terutama setelah tahun-tahun awal kita bercerai,” jawab Shane sambil perlahan berjalan mendekat ke arah Helena. “Aku berpikir kau akan kembali setelah pergi begitu saja tanpa berkata apa pun hari itu, hari dimana ki
Jasper tersenyum. “Betul, Tuan.” Shane tak pernah menceritakan apa pun isi hatinya pada orang lain. Tapi kali ini berbeda, lelaki itu tak tahu harus berbuat apa pada Helena. “Apa yang harus kulakukan, Jasper?” Jasper terkejut, majikannya itu tak pernah bingung dalam menentukan sikap tapi kali ini ia benar-benar terlihat putus asa. “Apa ini berkaitan dengan Nyonya Helena?” “Ya,” jawab Shane terdengar pelan. “Ketika tadi pagi saya menemuinya, Nyonya juga terlihat tak kalah terlukanya dengan Anda, Tuan Shane.” Shane langsung menegakkan punggungnya, karena terkejut sekaligus tertarik dengan informasi yang Jasper sampaikan. “Kenapa? Bukankah ia membenciku- ah ya tentu saja aku pantas dibenci olehnya. Ia tak mungkin memaafkanku atas apa yang telah aku lakukan padanya kan?” Jasper menoleh ke arah Tuannya. “Anda akan membiarkan hal ini berjalan seperti ini, Tuan?” Shane tersenyum menangkap maksud Jasper. “Tidak. Tentu saja tidak!” Tapi pundak Shane langsung turun kembali. “Tapi aku t